“Apa benar yang dipikirkan Mak Umi?” Satria membatin. “Mak, untuk saat ini ibu lebih utama. Saya akan mengesampingkan sejenak masalah Rosa. Tolong Mak urus dia dulu, ya. Nanti kalo sudah selesai, baru saya temui dia. Saya mau mengantar ibu ke peristirahatan terakhirnya dulu,” pinta Satria kepada Umi. Pikirannya benar-benar dipenuhi masalah. “Baik, Mas.” Satria berbalik, namun urung melangkah sebab suara Umi kembali menginterupsi. “Mas kenapa bisa babak-belur seperti ini? Mau Mak obati dulu?” Satria kembali memandang Umi seraya menggeleng. “Terima kasih, Mak. Nggak perlu. Luka ini nggak sebanding dengan luka kehilangan ibu.” Ada getar kesedihan mendalam dalam tutur itu. Umi bisa merasakannya. Sementara Satria terenyuh. Bahkan adik dan istrinya tidak bertanya perihal lebam itu. Justru