"Kamu ini ya-- ARGGGH!!!" Arlan mencak-mencak, nampak begitu frustasi. "Kamu sebenarnya ngebet kawin atau gimana sih?! Kalo iya sini saya jodohin sama kucing peliharaan saya!"
Alika melotot bulat-bulat, "waaah Bapak kalo ngomong jangan sembarangan yha!" Balasnya ngamuk.
Arlan ikut melotot, tak kalah geram. "Gara-gara aksi kamu tadi image saya hancurrrr leburrr. HANCUUUUURRR!!!" Arlan mengguncang-guncang tubuh mungil Alika dengan tidak santai.
Membuat Alika sudah mirip boneka kurcaci.
"Aduh sakit Pak!"
"Otak kamu yang lebih sakit!" Seru Arlan masih tampak emosi.
"Lagian apa salahnya sih saya godain orang yang tadi. Kan cuma bercanda aja, tapiii ... kalo Pak Agam nya mau sama saya itu berarti bukan salah saya dong!" Alika cengengesan, tanpa tau kronologi yang sebenarnya.
Arlan hampir ingin menjedotkan kepalanya sendiri ke meja, sekarang ada satu hal yang dipikirkan nya.
Apakah Ayahnya lebih berkharisma ketimbang dirinya?!
Rasanya jiwa perjaka Arlan jadi tersentil.
"Kamu tau gak tadi siapa yang kamu godain?" Arlan sudah mulai terlihat tenang.
"Siapa emangnya Pak?" Alika kepo.
"Dia pemilik perusahaan ini."
"Waaaah!! Hebat!" Alika tepuk tangan, sepertinya gadis itu mendadak pikun tentang penjelasan Aldo mengenai Arlan yang adalah anak pemilik perusahaan ini.
"Dan dia sudah punya istri."
Alika tercenung. Jadi mirip patung.
"Istrinya sudah punya anak."
Bola mata Alika terbuka lebar, dengan bibir yang sudah terjatuh dari tempatnya. Merasa belum puas Arlan pun menambahi.
"Dan anaknya adalah saya."
Tak ada reaksi.
Satu detik.
Dua detik.
Tig--
"HAAAAAAAAAH???!!!" Alika berteriak melengking, Arlan mengurut d**a. Mencoba sabar. "Ahjussi-ahjussi ganteng tadi orang tua Bapak?!" Heboh gadis itu beneran speechless.
Arlan mendengus, membuang muka dengan gondok. Memang kenapa kalau dirinya adalah anak Agam?
Apa salahnya haaa?
"Toh yang minta dilahirin jadi anak bukan saya!" Ucap Arlan terdengar jengkel.
Alika memanyun, namun tidak bisa menahan senyuman geli saat melihat wajah kusut Arlan. HA-HA sepertinya lelaki itu sedang kesal.
"Tapi saya heran aja sih Pak." Arlan melirik, nampak penasaran. Alika tersenyum culas. "Kan Pak Agam itu ganteng banget yha, tapi kok anaknya kayak Bapak."
"Apa maksud kamu?!!" Delik Arlan nampak tersinggung.
Alika menunjuk wajah Arlan. "Lihat dong ke cermin. wajah Bapak itu kalo dibandingin sama Pak Agam kalah jauuuuuh!"
Arlan menggeram, benar-benar marah. "Keluar kamu! Saya gak mau lihat wajah kamu!!" Teriak Arlan.
Alika tersentak, tak lama menggedik bodo amat. "Okhey." Ucapnya sambil membuat lingkaran diantara jari telunjuk dan jempol membuat Arlan makin meradang.
Alika beneran pergi meninggalkan ruangan Arlan membuat Arlan langsung menendang meja di depannya dengan emosi. Namun naas, yang mengaduh ngilu dirinya sendiri.
Tak beberapa lama Arlan membuka laci mejanya, mengambil sesuatu.
"Aku beneran jelek yha?" Gumamnya sambil menatap pantulan wajahnya di cermin.
***
"Arlan ayo turun, makan malam sudah siap!!"
Pemuda yang berada di dalam kamarnya itu menoleh, mendesah panjang.
"Iya!" Balasnya kemudian mulai beranjak dari meja kerjanya, dengan malas ia melangkah keluar dari kamarnya. Begitu sampai di meja makan, ia langsung disuguhi adegan yang sangat mengelikan. Yaitu Ayahnya yang sedang bergelendotan manja di tubuh Via.
Sumpah! Arlan beneran kudu gumoh!
"Eh sayang, ayo sini duduk!" Via mendorong Agam menjauh dengan risih, menarik lengan Arlan dan mendudukkannya ke kursi. Arlan hanya diam menurut.
"Mau makan apa hm?"
"Terserah ."
"Yaudah ayam goreng yha?" Tawar Via. Arlan mengangguk pelan.
"Yang aku juga mau diambilin." Ucap Agam merengek kearah Via.
Via mendelik kecil, meskipun tak bisa menutupi bibirnya yang tersenyum. "Iya-iya, Mas mau apa?"
Agam menatap semua makanan di meja makan, "gak ada yang enak."
"Masa? YaudahMas mau apa, biar aku masakin?" Ucap Via jadi tidak enak.
Agam tersenyum tipis, menarik pinggang istrinya. "Mau kamu." Rajuknya tersenyum manis.
Via jadi mendelik dengan pipi merona, "Mas malu ih!"
"Sama siapa? Orang gak ada siapa-siapa." Balas Agam.
Arlan tersenyum kecut. Jadi dirinya itu APA HAH?!
"Gak usah gitu juga kali Lan wajahmu, Ayah cuma bercanda." Ucap Agam datar yang dibalas tatapan tak kalah datar.
"Apaan? Aku biasa aja."
"Kamu--"
"Udah deh jangan mulai!" Lerai Via malas. "Kamu juga Mas, jangan suka lebay gitu, malu sama umur!" Omel Via kearah Agam membuat Agam merengut.
"Nenek sama Kakek kemana?"
"Mereka lagi liburan." Jawab Via.
Arlan mengernyit. "Liburan?"
"He'em, katanya honeymoon." Jelas Via, Arlan seketika mendelik tersedak.
WHAT?!
"Kita honeymoon juga yuk." Ajak Agam memegang tangan Via.
"Iya kalian semua pergi aja sana, pergi gak usah balik lagi!" Amuk Arlan jadi sewod.
"Apaan sih, kamu kalo jomblo yha jomblo aja. Gak usah ngamuk-ngamuk!" Balas Agam tak kalah sewod.
Arlan mendidih, berdiri dari kursinya dengan gaya tak santai.
"Apa?!" Tanya Agam mendelik saat melihat Arlan yang melotot kearahnya. Arlan mendengus, membuang wajah. "Aku udah selesai makan!" Arlan membalik badan, melenggang dengan langkah besar-besar naik ke kamarnya.
Agam mengernyit, setelahnya melengos tak peduli. "Gimana? Kita jadi honeymoon yang?" Tanya Agam menoleh kearah Via.
Ibu-ibu cantik itu tersenyum manis, namun tersirat kebengisan di dalamnya.
"Sana honeymoon sama bantal! Aku males sama kamu!" Omel Via lalu ikut melenggang pergi.
Agam melongo, sedang loading.
Kenapa ..... dirinya ditinggalin???
***
"Capek?"
Alika mengangguk, beneran lesu.
"Nih minum." Aldo menyodorkan sebotol air putih kearah Alika yang langsung diterima oleh gadis itu. Melihat betapa rakusnya Alika menenggak minuman membuat senyum geli tercetak jelas di bibir Aldo. "Baru juga setengah jam nge-gym Ka, masa udah tepar aja." Cibir Aldo membuat gadis pendek itu mendelik.
"Plis yha Do, kamu gak lihat nih keringatku udah bercucuran kayak air telaga." Balas Alika beneran lebay.
"Sebagai publik figur kamu tentu tau kan persaingan di dunia hiburan itu sangat ketat, jadi sebisa mungkin kamu harus menjaga bentuk tubuh kamu." Jelas Aldo sabar.
"Apanya yang harus dijaga sih, nih badan aja tepos, kurus, kayak triplek gini. Udah gitu bantet lagi!" Alika bukannya sok merendah untuk meroket. Masalahnya badannya emang beneran bantet tanpa lekuk bak model majalah dewasa.
Yah ... tonjolannya ada sih, tapi sangat mungil.
"Tuh kamu sadar kalo kamu pendek, jadi jangan sampe gemuk biar nanti gak mirip bola bekel." Aldo dengan kurang ajar nya malah mengatai Alika.
"Udahlah udah! Kamu emang JAHAD!"
Aldo tertawa renyah, mendekat kearah Alika dan duduk di sebelahnya. "Tapi kan berkat tubuh mungilmu ini kamu bisa jadi artis terkenal kayak sekarang. Jadi daripada meratapi kekurangan, lebih baik kamu mulai bersyukur."
"Hm."
"Udah ya, masih ngambek nih?"
"Gak!"
"Dih ngambek yha, lihat nih bibir kamu jadi mirip bebek kalo di maju-majuin gini." Aldo menarik bibir mungil Alika yang sengaja di manyunkan sejak tadi.
"Ck! Jangan gitu ah Do!" Geplak Alika dengan risih.
"Jangan ngambek mulu makannya, jadi jelek tuh muka kamu."
"Iya-iya."
"Beneran loh, gak boleh ngambek."
"Iyaaaaa managerku sayaaaang." Alika sengaja memanjangkan nada suaranya. Aldo terkekeh pelan.
"Gimana tadi kerjaannya di kantor?" Tanya lelaki bertubuh atletis itu tiba-tiba, Aldo juga mengambil handuk untuk mengelap wajah berkeringat Alika dan menutupi bagian tubuh Alika yang hanya mengenakan aerobic bra sport dan legging sport dengan hoodie kebesaran miliknya.
"Gak usah dibahas lagi deh, pokoknya sangat amat hancur!"
"Kok bisa?"
"Kok bisaa???" Alika mengulang ucapan Aldo namun dengan gaya lebay. "Tau gak, Bos aku yang namanya Arlan itu emang kelakuannya nyebelin abis. Lagian kenapa sih kita harus kerjasama dengan kantor dia, cari kantor lain aja lah Do!" Rengek Alika.
Aldo menghembuskan napas berat. "Gak bisa Ka, pihak menajemen agensi yang minta. Kalau kita harus bekerja sama dengan Saka's Group, kamu kan juga tau kalau perusahaan itu akreditasi nya sudah go internasional." Jelas Aldo dengan sabar.
"Tapi kan aku juga akan syuting film terbaruku Do."
"Nah itu juga, pihak yang mengurus pembuatan film ini justru sangat mendukung kalau kamu harus bekerja tiga bulan di perusahaan. Karena katanya biar nanti kamu bisa lebih mendalami peran kamu sebagai sekertaris."
Alika mendengus, jadi artis tuh gak seindah ekspektasi orang-orang. Lihat dirinya, harus mau-mauan aja disuruh ini itu kayak kacung.
"Udah ya, kamu sabar aja. Cuma tiga bulan kok." Aldo menyemangati.
"Hm, yaudah ayo pulang, aku beneran capek." Alika berdiri dari duduknya, memakai hoodie kebesaran milik Aldo untuk menutupi tubuhnya yang terekspos.
"Aku udah pesenin kamu taxi, ayo aku antar."
"Loh kok taxi?!" Gadis itu mendelik, "kamu emangnya gak bisa nganter aku?"
Aldo nampak tidak enak. "Maaf banget Ka, aku gak bisa nganter kamu. Tadi Mamah aku chatt nyuruh aku ke airport buat jemput Adik aku."
"Loh Adek kamu udah balik dari London?"
Aldo mengangguk, Alika menghela napas berat. "Hm yaudah aku pulang naik taxi, kamu gak perlu nganter. Mending kamu langsung ke airport aja." Ucap gadis itu dengan pengertian.
"Beneran gak papa?"
"Iya santai aja, lagian taxi nya kan di depan. Deket." Balas Alika yang mulai merapikan isi tasnya dan menyampirkan nya ke tubuhnya.
"Yaudah hati-hati." Pesan Aldo saat melihat Alika yang mulai melangkah pergi, gadis itu hanya mengacungkan jempol tanpa membalik tubuh dan terus melangkah.
Setelah batang hidung Alika sudah tidak terlihat raut wajah Aldo tiba-tiba berubah datar, ia merogoh HP dan mulai mengetik sesuatu.
Me: Maaf yha aku agak telat, kamu pesen makanan duluan aja.
14.25 PM.
***
"Loh-loh kenapa Pak?!" Heboh Alika saat merasakan mobil yang ditumpanginya tersendat-sendat.
Supir di depannya menoleh ke belakang. "Aduh maaf Neng, mobilnya mogok."
"Duuuh gimana sih Pak!" Gadis itu ikut keluar mobil bersama sang supir.
"Maaf atuh Neng, Bapak kan juga gak tau. Salahin aja nih mobilnya."
"Wah si Bapak malah ngelawak!" Alika mendengus, membenarkan sejenak masker di wajahnya sambil merogoh HP nya.
Sial!
HP nya lowbat!
"Pak ini gimana jadinya, saya pulangnya pake apa?!"
"Bapak minta maaf yha Neng, tapi disini kayaknya bakal susah cari kendaraan umum."
"Trus?"
"Eneng harus jalan kaki sampe jalan raya utama." Jelas Bapak-bapak paruh baya itu sambil menggaruk belakang kepalanya.
Alika jelas terperanjat kaget, "emangnya mobilnya beneran mogok? Gak bisa gitu dibenerin?"
"Bisa atuh Neng, tapi butuh waktu sekitar 2 jam an buat nungguin montir."
Alika melongo, cengo.
"Yaudah deh mending saya jalan kaki aja, nih ongkosnya."
"Gak usah Neng." Tolak Bapak itu.
Alika mendecak, menarik tangan orang di depannya dan meletakkan paksa uang ke genggamannya. "Rejeki gak boleh di tolak!" Lalu gadis itu melenggang pergi.
"Makasih banyak Neng, semoga amal kebaikan Eneng diterima di sisi Allah!" Teriak Bapak-bapak tadi kegirangan.
Alika mengerjap, dikira ..... dirinya mau koid apa yha?!
***
Gadis dengan hoodie kedodoran itu udah mirip gembel yang lontang lantung di pinggir jalan sendirian. Alika jadi heran deh, dirinya itu kan artis tapi kenapa nasibnya ngenes melulu yha.
"Ini gue dari kemaren kenapa ketiban sial terus dah!" Alika menghentikan jalannya, berjongkok dengan ngos-ngosan. "Dikira jalan satu kilo itu gampang apa HAH!" Amuknya entah kepada siapa. "Gue ini artiiiiissss tapi kenapa harus jalan kaki, siapa yang mau jawab?!!" Keadaan Alika kok makin ngenes yha, ngomong-ngomong sendiri udah gitu sambil menunjuk-nunjuk rumput yang tidak tau apa-apa.
"Aku ini tuh AAARTIIIS!!!" Alika berteriak.
TIN!
"E, AYAM!" Alika mencelat kaget, dadanya berdegup kencang dengan bola mata yang seperti akan melompat dari tempatnya.
Sebuah mobil Ferrari putih berhenti tepat di belakangnya, Alika jadi memundur untuk melihat si pengemudi.
Dok! Dok! Dok!
"Buka pintunya! Anda nyetir gak pake mata yha! Masa cewek secantik saya mau Anda tabrak!!" Gedor Alika dengan marah.
Pintu kaca diturunkan, seorang lelaki bersweater abu-abu melongokkan kepala keluar jendela sambil melepas kacamata hitam nya.
"Naik!" Titahnya menggerakkan kepala ke kursi penumpang.
Alika terperanjat, spontan menurunkan maskernya. "L-loh Bapak? Kok bisa disini?"
"Saya gak sengaja lewat sini." Balas Arlan malas.
Alika tiba-tiba memicing curiga. "Ck ck ck, saya gak nyangka." Alika geleng-geleng.
Arlan mengernyit. "Maksud kamu?"
"Saya gak nyangka aja, ternyata diam-diam Bapak stalker saya."
"HEH!" Arlan langsung menyentak. "Jangan kepedean jadi orang!"
"Loh saya gak kepedean, buktinya Bapak bisa lewat jalan ini trus nawarin saya tumpangan PADAHAL saya pake MASKER Pak!" Alika sengaja mengeraskan suaranya pada beberapa kata.
Arlan mendengus kasar, beneran jengah. "Kamu pake masker tapi teriak-teriak kayak orang gila di pinggir jalan. Kira-kira siapa yang gak bakal ngenalin kamu!"
Alika terkesiap, jadi diam. Kok .... ia jadi malu yha.
"Hehehe."
Arlan melengos malas, mulai menutup kaca jendela nya membuat Alika dengan buru-buru menahan jemarinya diantara kaca dan jendela mobil.
"Bapak mau ninggalin saya ya?! Waah tega banget Bapak!!"
"Cepat masuk, kalo kamu masih kelamaan saya--"
Ceklek. Brak.
Alika sudah duduk disebelahnya sambil cengengesan. "~berangkat" Ucapnya mengikuti gaya disalah satu sinetron kesukaannya.
Arlan mendecak, menjalankan mobilnya dengan keki. Diliriknya penampilan Alika, "itu jaket cowok?"
Alika yang sedang mememakai sabuk pengaman menoleh. "Iya, kok Bapak tau?"
Arlan tetap fokus mengemudi. "Bau nya nyengat." Jawabnya datar.
Alika jadi mengerjap, menghirup bau badannya sendiri. Dan ucapan Arlan memang tidak salah. "Iya ya, saya baru nyadar." Gumamnya pelan.
Arlan menipiskan bibir, menelan ludah. "Lepas aja."
"Ha? Gak bisa Pak."
"Emangnya kenapa? Kamu gak pake baju?" Tembak Arlan telak, Alika sebagai perempuan jelas tidak akan blak-blakan mengenai pakaiannya.
"Duuh gimana yha Pak, masalahnya saya kedinginan jadi--"
"Pake ini." Arlan menyodorkan jaketnya sendiri.
Alika menerima nya dengan ragu-ragu. "Tapi ini kan jaket Bapak, pasti bau nya juga nyengat."
"Saya gak pernah pake parfum!" Bantah Arlan jadi ngegas. Karena sejujurnya Arlan memang paling tidak suka ada aroma yang menyengat di mobilnya.
Alika jadi termenung, "anu Pak, ini seriusan?"
"Kamu sebenernya paham bahasa manusia tidak sih?!"
Alika menggigit gemas bibirnya, OKE! Ini Arlan yang minta. Awas aja kalo habis ini dirinya yang disalahkan.
"Oke!" Putus Alika dengan nada sengaja ditinggikan.
Perlahan gadis itu mulai melepas hoodie Aldo dari tubuhnya, sejujurnya ia juga penasaran dengan reaksi Arlan saat melihatnya berpakaian ketat dan seksi seperti ini.
Ini Alika bukan sengaja loh yhaaaa~
Dan tibalah waktunya, hoodie Aldo sudah terlepas sempurna.
Hening.
Kok nggak ada reaksi? Padahal Arlan udah ngelirik tadi. Alika yakin betul!
"Pak--"
BRAK!
Mobil mereka menabrak mobil lain. Alika langsung menoleh kaget kearah Arlan, namun yang ada dirinya malah dibuat makin kaget.
Saat melihat lelaki itu mimisan.