" Aku tidak lapar. Kalau boleh, aku mau makan Papa saja. Pah, kalau Papa mau menyentuhku atau bahkan melakukan hal yang lebih sama aku, aku siap untuk menyerahkan diriku sepenuhnya sama Papa. “ Ujar Amel yang membuat Bian terkejut, karena tidak percaya kalau Amel akan dengan mudahnya menyerahkan apa yang selama ini ia pertahankan.
Jadi Bian tidak percaya kalau Amel mengatakan kalimat tersebut secara sadar, dan menganggap Kalau Amel sedang mabuk.
Bian langsung berdiri, dan menarik dagu Amel hingga wajah Amel mendongak ke atas untuk membalas tatapan Bian.
“ Aku tidak mencium aroma alkohol di mulutmu. Kamu sadar nggak sih apa yang kamu bilang tadi? “Tanya Bian ingin memastikan kalau Amel tidak sedang mabuk. Mendengar pertanyaan Bian, Amel langsung berdiri, dan mengecup bibir Bian singkat.
" Aku tidak mabuk. Aku sadar, dan bahkan sangat sadar dengan apa yang aku bilang tadi. Aku ingin menyerahkan diriku sepenuhnya sama Papa. "Ujar Amel dengan penuh sungguh-sungguh, membuat Bian langsung mendorong tubuh Amel dengan pelan hingga Amel kembali terduduk di tepi ranjang. Bian sedikit menjauhkan diri dari Amel, dan mulai berpikir Sebenarnya apa yang terjadi pada Amel, Kenapa Amel mau menyerahkan diri sepenuhnya secara tiba-tiba, apalagi terbilang sangat mudah. Biar mondar-mandir sambil berpikir, ingin bertanya tapi ingin mencari tahu sendiri mengenai apa yang terjadi pada Amel.
Setelah cukup lama Bian mondar-mandir sambil berpikir, Bian langsung duduk di sofa dengan kasar karena cukup merasa lelah.
“ Sayang, kemarilah.” Ujar Bian dengan penuh ketegasan, meminta agar Amel mendekatinya.
Dengan cepat Amel mendekati Bian, dan duduk di pangkuan Bian. Karena Amel duduk di pangkuannya, maka Bian dengan refleknya langsung melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Amel, menahan tubuh Amel agar tidak terjatuh.
"Katakan, apa alasannya kenapa kamu mau menyerahkan diri sepenuhnya sama aku dengan begitu mudahnya! Bukankah selama ini kamu selalu mewanti-wanti aku, agar tidak melakukan satu hal yang menjadi hal utama buat kamu." Ujar Bian dengan penuh ketegasan, meminta penjelasan pada Amel, Kenapa Amel mau menyerahkan diri dengan begitu mudahnya.
"Papa tidak perlu tahu apa alasannya, yang terpenting aku mau menyerahkan diri sama Papa. Bukannya selama ini Papa juga selalu berharap untuk memiliki diriku seutuhnya? Sekarang aku sudah menyerahkan diri, Kenapa Papa malah banyak bertanya. "Ujar Amel yang tak kalah seriusnya dari Bian.
" Sayang, kalau aku bukan karena menghormati keputusan kamu, sejak dulu aku sudah membuatmu hamil. Tapi karena aku menghormati keputusanmu, aku mencoba untuk menahan diri agar tidak membuatmu kecewa. Jadi aku tidak bisa melakukan apa yang sudah diizinkan olehmu tadi, sekalipun aku juga menginginkanmu, karena aku tidak ingin melakukannya secara terpaksa apalagi dadakan seperti ini. "Uhar Bian Yang membuat Amel langsung mendengus Kesal.
" Apa Papa tidak normal? Kenapa Papa menolakku?" tanya Amel yang langsung mendapat tatapan tajam dari Bian.
"Sekali lagi kamu bilang aku tidak normal, tamat riwayat kamu! "Ujar Bian dengan Tatapan yang masih melotot, membuat Amel Tertawa.
"Lagian Papa kenapa menolak aku. "Ujar Amel lagi.
" Sayang, aku bukannya menolakmu. Aku hanya tidak ingin melakukannya secara terburu-buru, apalagi secara tiba-tiba seperti ini." Ujar Bian dengan nada lembutnya, Seraya mengelus pinggang Amel dengan penuh kelembutan.
"Tapi aku maunya sekarang. " Kata Amel dengan nada yang terdengar sangat manja. "Tidak bisa! Sebelum kamu memberiku penjelasan, Apa alasan kamu mau menyerahkan diri, aku tidak mau melakukannya. Aku tetap akan menganggap pemberian izin dari kamu sebagai larangan, sama seperti dulu. "Ujar Bian dengan penuh ketegasan, yang membuat Amel langsung melepaskan tangan Bian dan berdiri, lalu membawa langkahnya untuk menuju ke ranjang Bian, dan merebahkan diri secara kasar di ranjang Bian, membuat Bian langsung menggelengkan kepalanya pelan melihat tingkah Amel. Bian tau kalau Amel ngambek terhadap dirinya, tapi Bian juga tidak bisa melakukan apa yang diminta oleh Amel, karena Bian tahu kalau Amel saat ini sedang dalam masalah, atau suasana hatinya sedang kacau, hingga Amel memilih keputusan singkat tanpa berpikir terlebih dahulu. Bian melihat Amel menggulingkan tubuhnya di atas ranjangnya, ke kanan ke kiri, seperti orang uring-uringan namun Bian tetap membiarkan Amel melakukan apa yang Amel suka.
Karena Bian tahu Amel belum makan malam, Bian meninggalkan Amel sendirian di kamarnya, dan ternyata kepergian Bian untuk mengambil makanan.
Amel yang melihat Bian keluar dari kamarnya semakin merasa kesal dan memejamkan matanya dengan posisi tengkurap. Tidak berselang lama Bian keluar, Bian kembali masuk ke dalam kamarnya dan melihat Amel yang sudah tidur dengan posisi tengkurap. Bian mendekati Amel setelah Meletakkan makanan itu di atas nakas dan mengecup kepala Amel dari belakang.
"Sayang, Makan malam dulu, habis itu tidur." Ujar Bian yang sudah berada di atas tubuh Amel, meski posisi Amel dengan posisi tengkurap, namun Bian tetap tidak mengganggunya, dan tetap membangunkan Amel dengan lembut. Meski Amel sulit untuk dibangunkan, Bian tidak menyerah, dan tetap berusaha untuk membangunkan Amel dengan lembut, sampai Amel benar-benar bangun.
"Sayang, Sayang kamu belum makan, ayo makan dulu." Ujar Bian sambil mengelus lengan Amel, hingga Amel merasa tidurnya terusik.
"Aku tidak lapar." Kata Amel dengan nada suara yang terdengar serat seperti orang yang begitu sangat mengantuk.
"Nanti kamu lanjut tidur, tapi makan dulu, Kamu kan belum makan. Aku nggak mau kamu sakit. Ayo makan sedikit saja." Ujar Bian memaksa Amel untuk makan, hingga Amel mendengus kesal karena tidurnya diganggu oleh Bian. Dengan perlahan Amel bangun, dan Bian dengan cepat berpindah posisi untuk Turun Dari Ranjang, lalu memaksa Amel untuk bangun. Bian menggendong tubuh Amel seperti anak kecil, karena Amel digendong dengan posisi dari depan, lalu Bian membawa Amel ke sofa, dan membiarkan Amel tetap duduk di pangkuannya dengan posisi saling berhadapan.
Bian Menyuapi Amel seperti anak kecil, dan sesekali dirinya juga ikut makan. Entah kenapa Bian jadi merasa langsung kenyang saat melihat wajah imut Amel saat dipaksa makan dalam keadaan mengantuk. Sebisa mungkin Bian menahan tawanya dan menahan rasa gemasnya terhadap Amel, hingga Amel menyelesaikan makanannya Setelah Amel menyelesaikan makan malamnya secara terpaksa, Amel merebahkan kepalanya di pundak Bian. Bian sendiri membiarkan Amel tidur, yang terpenting Amel Sudah makan, meski tidak begitu banyak seperti biasanya. Sedangkan Bian melanjutkan makanannya, dan menghabiskan sisa makanan yang dimakan oleh Amel tanpa merasa jijik. Setelah Bian menghabiskan makanannya, Bian kembali menggendong Amel yang sudah tidur dengan posisi yang masih sama, yaiti di gendong dari depan. Bian merebahkan Amel di atas ranjang. Entah kenapa Bian jadi merasa Iya Tengah merawat anaknya sendiri, saat mengingat Bian dulu merawat Angga saat Angga masih kecil.
Bian mengecup kening Amel dengan sangat lama setelah Bian merebahkan Amel, Lalu setelah itu Bian Kembali keluar untuk membawa piring kotornya sebelum ia menyusul Amel tidur.
Setelah Bian masuk ke kamar, Bian mulai naik ke atas ranjang dan masuk ke dalam selimut yang sama dengan Amel, dan menarik tubuh Amel ke dalam pelukannya, hingga Amel merasa semakin nyaman dan nyenyak dalam tidurnya karena merasakan hangatnya dekapan Bian. Amel semakin mencari posisi yang nyaman, hingga Bian tidak sadar ia tertawa cekikikan.
Karena Bian juga merasa mengantuk, akhirnya Bian tidak butuh waktu lama ia langsung terlelap.
Pagi-pagi sekali Bian sudah dibuat kesal saat mendengar suara gaduh di luar kamarnya, hingga membuat dia dengan terpaksanya bangun dari tidurnya agar Bian segera menghalangi orang yang membuat kegaduhan di luar kamarnya, dan Bian juga tidak ingin Amel terbangun dari tidur nyenyaknya.
Sebelum Bian membuka pintu kamarnya, Bian menyelimuti tubuh Amel terlebih dahulu, lalu beranjak untuk membukakan pintu.
Ceklek
“Pah, mana Amel. Aku mencari Amel semalam, dan menyelidiki taksi yang membawa Amel pergi, sopir taksi itu bilang, dia mengantar Amel ke sini. Sudah pasti Amel ada di rumah ini. Mana Amel? "Tanya Angga terburu-buru, hingga membuat Bian sedikit terkejut karena Angga tahu kalau Amel datang ke rumahnya.
"Amel itu istrimu, bukan istriku. Bisa-bisanya kamu mencari Amel di rumahku, yang seharusnya Amel ada di rumahmu." Ujar Bian dengan penuh ketegasan, karena Bian melihat Angga sepertinya sangat marah.
“ Aku tidak percaya Amel tidak ada di sini. Aku mau masuk, Aku mau lihat sendiri Amel ada di dalam apa gak. "Ujar Angga yang langsung menerobos masuk ke dalam kamar Bian, membuat Bian langsung memejamkan matanya dengan kuat.