CHAPTER 9

1466 Kata
Mata itu perlahan terbuka. Gadis yang terbaring di atas ranjang itu meringis sakit ketika sinar matahari masuk ke dalam matanya. Ia memijat keningnya yang terasa pusing, kepalanya menoleh ke kanan dan mendapati ada sebuah buket bunga mawar hitam yang terletak di atas meja kecil. Ia perlahan bangkit dari posisi tidurnya sembari terus memijat dahinya,"Ya tuhan... Aku di mana?" Alaina melirik ke arah sekitarnya dan menyadari kalau dirinya berada di kamar pria. Ia tersentak saat mengingat hal terakhir sebelum dirinya pingsan. "Astaga, aku di mana?!" Ketika ia akan beranjak, pintu kamar itu terbuka. Alaina terkesiap saat melihat siapa yang masuk ke dalam kamar ini. Pria itu mengenakan kemeja warna putih dan celana biru tua. Kancing kemejanya tidak terpasang rapi hingga otot-otot dadanya terlihat dari luar. "Rise and shine. Apa tidurmu nyenyak?" "Ka-kau? Bagaimana aku bisa ada di sini?" Balasnya. Alaina meneguk ludahnya susah payah saat ia melihat wajah jahat yang Stefan berikan untuknya. "Kau lupa? Kau sendiri yang mendatangi rumahku, Nona. Senang rasanya aku bisa melihatmu berada di atas ranjangku." Alaina mengepalkan tangannya. Ternyata ia dijebak oleh Stefan, pria itu menggunakan cara kotor untuk membawanya ke dalam kamar. "Kau cantik seperti biasanya," Gumam Stefan. Alaina mencoba untuk kabur, tapi ia tersentak saat merasakan pergelangan kakinya terikat. Gadis itu membulatkan mata kala menyadari sesuatu yang mengurung kakinya. "Kau memborgol ku?!" Pekiknya. Ia menarik-narik besi yang melingkari kakinya hingga terasa nyeri. "Percuma saja, Alaina. Kau tidak akan terlepas karena aku yang memegang kunci borgolnya." Alaina memandang penuh permusuhan pada Stefan, gadis itu melempari Stefan dengan semua bantal yang ada di dekatnya bahkan buket bunga yang ada di atas nakas. Stefan menangkis setiap benda yang dilemparkan Alaina padanya. Pria itu berjalan mendekati Alaina yang tiba-tiba memasang sikap defensif. "Aku sudah tahu maksud dan tujuanmu datang kemari, sayangku. Namun sayang sekali, aku bukan tipikal orang yang suka berunding," Ujarnya. Alaina mendecih keras, ia menampar wajah Stefan dengan tangan kirinya, merasa kalau ia benar-benar dipermainkan. Stefan tersenyum miring, Alaina sudah dua kali menamparnya tanpa beban. Kira-kira hukuman seperti apa yang harus ia berikan sebagai balasannya? "Lepaskan aku, b******n! Aku akan melaporkan dirimu ke polisi!" Teriaknya tepat di depan wajah Stefan yang sangat dekat dengannya. "Polisi? Kau mau bercanda denganku?" Alaina kembali membulatkan matanya saat Stefan mendorong tubuhnya ke tengah ranjang. Pria itu menahan kedua tangan Alaina di sisi tubuh gadis itu lalu menindihnya. "Menyingkir dariku! Pergi! Emmphh!" Stefan mencium bibirnya tanpa peringatan. Pria itu menggigit bibir bawah Alaina sehingga mau tak mau Alaina membuka bibirnya yang mana langsung dimanfaatkan Stefan untuk memasukkan lidahnya ke dalam mulut Alaina. Gadis itu berusaha menolak dengan menggelengkan kepalanya. Hal tersebut membuat bibirnya terluka. Stefan melepas ciumannya, ia menatap Alaina dengan mata yang berkabut. Sedari awal dia penasaran dengan rasa bibir Alaina dan hari ini semua fantasinya akan terealisasikan dengan baik. Alaina akan menjadi pemuasnya setiap malam. Pergelangan tangan Alaina mulai terasa nyeri, ia tidak berhenti memberontak bahkan matanya mulai memerah penuh air mata. "Le-lepaskan aku! Hiks... Hiks... Lepaskan aku, sialan!" Stefan menyeringai tajam, ia kembali mencium bibir Alaina— kali ini tidak kasar seperti sebelumnya. Gadis itu menangis, dia tidak berdaya dengan keadaannya dan ia ketakutan. Stefan bangkit dari tubuh Alaina. Ia menatap datar pada gadis yang terbaring pasrah di atas ranjangnya tersebut. Belum. Ini bukan saat yang tepat untuk langsung menyentuh tubuh Alaina. Ia harus menunggu sedikit lagi. "Lepas..." Stefan menaikkan satu alisnya mendengar lirihan kecil itu. Bibirnya tertekuk tidak suka saat melihat tatapan penuh permusuhan yang Alaina berikan padanya. "Tunggu di sini sampai nanti malam. Pelayan akan datang dan membantumu untuk membersihkan diri." Stefan berbalik, ia melangkah ke depan pintu untuk segera pergi. Satu urusannya sudah selesai di sini, dia punya urusan penting lainnya yang harus ia tangani. Alaina bangkit dari posisinya, dia duduk meringkuk di sudut ranjang lalu menangis. Borgol yang melingkari kakinya mulai terasa nyeri. Kulitnya yang putih memerah seiring usahanya untuk mencoba lepas dari borgol yang menjeratnya di kaki ranjang. Gadis itu menangis sambil terus mengumpat marah. Kenapa ia jadi terjebak di dalam sini? ... "Ini teh mu, sayang." Sarah meletakkan secangkir teh di atas meja kerja suaminya. Alex sedari tadi tak berpaling dari laptop di hadapannya, dia bilang ada beberapa urusan kantor yang harus ia pantau. "Kurasa sudah cukup untuk malam ini, Alex. Tidurmu bisa terganggu, serahkan saja urusan kantor pada Aaron." Alex melepas kacamatanya. Dia meraih teh hangat yang disuguhkan oleh sang istri untuk ia minum. Sarah duduk di seberang suaminya, ia tahu Alex sedang mencoba untuk menghalau rasa bosannya dengan memantau urusan kantor. Masa tua mereka sedikit membosankan dengan semua kemewahan ini. "Sarah." "Ya?" Alex memainkan cangkir di tangannya. Ada sedikit pancaran kesedihan yang bisa Sarah lihat dari cara Alex memandang. "Kenapa, Alex?" Pria tua itu menghela napasnya,"Aku khawatir dengan Alaina. Dia belum menghubungi kita sejak kemarin dan aku merasa aneh." Sarah pun demikian. Dia sangat khawatir dengan kondisi putrinya. Ia sudah mencoba menghubungi Alaina sejak beberapa saat yang lalu, tapi sayang sekali karena ponsel Alaina tidak aktif. Alaina sedang dalam masalah yang pelik, Sarah takut sesuatu terjadi pada putri semata wayangnya itu. "Dia... Dia pasti baik-baik saja. Tidak apa." Alex menghembuskan napas lelah,"Hanya saja... Ini kali pertama Alaina pergi tanpa pengawasan ku. Aku tidak bisa tenang memikirkan keadaannya sejak kemarin," Balas Alex. Dari cara bicaranya, ia memang sangat khawatir. Sarah menarik tangan suaminya dan mengusapnya pelan. "Percayalah, Alaina pasti baik-baik saja. Dia mungkin tidak punya waktu yang pas untuk menghubungi kita." Alex lalu menyerah. Dia tersenyum kecil lalu balas mengusap tangan istrinya yang sedikit pucat. Mungkin semua bentuk kekhawatirannya hanya karena ini adalah pertama kali baginya membiarkan Alaina pergi. Ia harus lebih terbiasa dengan hal semacam ini karena Alaina sudah besar. Dia pasti bisa menjaga dirinya sendiri dari sesuatu yang buruk. Ya, Alex percaya putrinya baik-baik saja. Malam itu, di Moskow. Alaina menolak segala macam bentuk kebaikan dari pelayan-pelayan rumah ini. Ia melempar setiap makanan yang disajikan khusus untuknya bahkan mencibir setiap pelayan yang masuk kemari atas suruhan Stefan. "Aku bilang aku tidak lapar!" Prangg! Sekali lagi dia melempar nampan coklat yang tadinya dipegang oleh seorang pelayan berseragam. Gadis muda itu berdiri ketakutan karena ia gagal menjalankan perintah Tuannya untuk memberi Alaina makan. "No-nona, sa-saya mohon... Tuan Stefan akan menghukum sa-saya jika Nona ti-tidak makan..." Ia bersimpuh di samping ranjang— tempat di mana kaki Alaina terborgol. "Apa aku terlihat peduli?! Kalian para binatang, beraninya mengurung ku di dalam tempat ini. Sialan!" Gadis pelayan itu nyaris menangis saat Alaina tak memberinya belas kasih. Ia tidak berhenti memohon sampai Alaina mau makan. Stefan akan menghukumnya jika tugas yang diberikan olehnya tidak terpenuhi dengan baik. "Sa-saya mohon, Nona! Saya punya seorang adik... Hiks... Hiks... Dia masih membutuhkan sa-saya." Seketika Alaina menjadi iba. Bibirnya terbuka sambil menatap si pelayan yang masih duduk bersimpuh di depannya. "Kau punya keluarga?" Tanya Alaina dengan tetap mempertahankan wajah angkuhnya. Gadis malang itu mengangguk beberapa kali. Alaina menghembuskan napas kasar,"Baik! Bawakan aku makanan." "Te-terima kasih, Nona! Terima kasih banyak!" Dengan langkah terburu-buru, gadis tadi pergi untuk menyiapkan makanan yang baru untuk Alaina. Alaina semakin tidak aman di tempat ini. Ekspresi yang ditunjukkan oleh si pelayan menguatkan dugaannya. Sepertinya dia memang sedang berurusan dengan seorang kriminal gelap. Apa jadinya jika malam ini dia tidak berhasil kabur? "Borgol sialan!" Ia mengumpat sembari menatap kaki kirinya yang terkurung. Ranjang ini terlalu berat dan dia tidak mampu membebaskan kakinya dari jeratan sialan ini. Tak lama kemudian, pelayan tadi kembali datang dengan nampan baru. Menu makan malam yang disediakan lumayan lezat. Setidaknya dia bisa mengisi perutnya agar punya energi untuk kabur dari tempat ini. "Kenapa kau masih di sini?" "Ma-maaf, Nona. Saya juga diperintah untuk menunggu Anda makan sampai selesai." Alaina tak lagi membalas. Dia makan dengan pelan tanpa memedulikan raut ketakutan si pelayan tadi yang dengan telaten membersihkan lantai bekas tumpahan makanan. Sebenarnya apa yang terjadi di manor besar ini? Kenapa banyak sekali aura kegelapan yang bisa ia rasakan di setiap detik dia bernapas? Astaga, Alaina harus mengumpulkan bukti lebih banyak untuk membawa Stefan serta komplotannya ke penjara. Ia yakin kalau Stefan juga terlibat dalam perencanaan pembunuhan Elina karena ada beberapa anak buah pria itu yang bahkan sudah bekerja sama dengan musuh. "Oh ya, siapa namamu?" Tanyanya— mencoba memecah suasana yang kaku. Gadis tadi sedikit menaikkan pandangannya,"Nama saya Aurora." "Aurora? Nama yang cantik. Kenapa kau bekerja di sini?" Aurora tersenyum kecut,"Saya dibeli sebagai budak." Mata Alaina membulat sempurna. "Apa?! Dibeli? Maksudmu... Kau dibeli oleh si sialan itu sebagai-" "Cukup introgasinya, Alaina ku." Suara tegas itu membuat sekujur tubuh Alaina kembali dingin. Aurora menunduk lalu perlahan pergi dari kamar Tuannya setelah mendapat perintah. Stefan mengunci pintu kamar itu lalu badannya berputar untuk dapat menatap gadis keras kepala yang berada di atas ranjangnya. "Kau tidak perlu tahu apapun di dalam wilayah ku. Itu tidak diperlukan untukmu karena tugasmu hanyalah-" Pria itu berjalan mendekat ke pinggir ranjang hingga aroma tubuhnya terasa di hidung Alaina. "-Menghangatkan ranjangku," Lanjutnya. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN