Sejak tadi, aku tidak berhenti menatap jam dinding. Aku tidak sabar menunggu kedatangan Herman untuk mengajaknya jalan-jalan dan menceritakan masalahku. Hanya dia yang bisa aku harapkan. Aku yakin, dia bisa menyimpan rahasia. Walaupun, mungkin akan butuh waktu baginya untuk paham dan mengerti kalau Izrail adalah nyata untukku. Meskipun semua orang, berkata kalau Izrail tidak pernah ada, palsu. Dia tokoh imajinasi yang aku ciptakan sendiri dan lain-lain. Padahal, di mataku, Izrail sangat nyata, bisa terasa dan tertangkap oleh indera, walaupun bagi orang lain, apa yang aku katakan barusan, terdengar seperti bualan. Namun, siapa yang peduli? Aku mencintai Izrail. Demikian pula dia. Perasaan kami nyata. Rasa ini nyata, ada dan dapat dirasakan olehku, termasuk ketulusan Izrail. Walaupun aku sem

