BAB 21

1512 Kata
Ada yang patah, tetapi bukan kaki. Itu adalah hatiku. Bahkan, mungkin sudah bukan lagi disebut patah, melainkan hancur, remuk, menjadi kepingan yang tidak bisa lagi disatukan. Aku tidak berdaya melawan Denis. Sebagai istrinya, aku tidak lebih dari sebuah boneka dan mangsa yang bisa dipermainkan olehnya sesuka hati. Ada banyak hal yang tidak bisa dijelaskan dalam hubungan ini, mungkin mendekati predator dan mangsanya. Bedanya, aku adalah mangsa yang disimpan sampai akhir, bukan mangsa yang langsung ditangkap dan dimakan. Entah ini termasuk keberuntungan atau kesialan, tetapi yang jelas, aku benci diriku sendiri karena hanya bisa pasrah dengan keadaan ini. Aku putus asa dan tidak berdaya sama sekali. Aku tidak berguna.             Saat aku membuka mata pagi ini, Denis masih berada di ranjang, sementara aku masih di tempat yang sama dengannya, dengan kaki masih terantai dan keadaan yang menyedihkan. Kami memang bercinta tadi malam, tetapi cupang-cupang yang diberikannya bisa dibilang tidak manusiawi. Tubuhku terasa sakit, ngilu dan membiru. Ada perasaan aneh yang menjalar di tubuhku sejak semalam, bukan sisa kenikmatan atau perasaan sejenisnya, ini adalah firasat buruk yang tidak bisa dijelaskan kenapa dan mengapa. Tidak jelas.             Aku sedikit terlonjak saat Denis membuka mata dan melihat ke arahku. Lelaki yang merupakan suamiku itu menyeringai, mengejek.             “Malam yang indah bukan?” tanyanya dengan ekspresi yang membuatku jijik. Aku sungguh sangat membencinya.             “Kita akan berburu,” katanya membuatku bergidik. Firasat buruk itu menjadi nyata.             “Aku tidak mau,” kataku menolak dengan cepat.             “Hah?” Seketika ekspresi wajah Denis menjadi poker face, dingin dan tidak berekspresi. “Jangan bercanda, kamu tidak bisa menolak perintahku,” lanjutnya.             Dia berdiri dan keluar kamar. Tak lama kemudian para pelayan datang, memandikan dan merapikanku seperti biasa. Setelahnya, kami pergi dengan naik mobil. Tentu saja Denis yang menyetir sementara aku duduk di kursi sebelahnya, dengan kaki dan tangan terikat kuat. Dia tidak memberiku celah untuk kabur atau melakukan sesuatu untuk itu.             Kami menuju ke sebuah tempat yang sunyi, di mana hanya ada sedikit kendaraan yang melintas. Sepanjang hari, dia hanya mengajakku berputar-putar, tidak melakukan apapun. Menjelang malam, kami mampir ke tempat makan, mengisi perut yang sudah keroncongan. Aku pamit ke kamar mandi, sejak tadi, aku memang menahan diri untuk pipis sampai perutku sedikit sakit. Denis sedikit ragu, tetapi aku meyakinkannya kalau aku tidak akan macam-macam atau mencoba untuk melarikan diri. Denis pun memberikan izin. Dengan cepat aku ke toilet, menuntaskan apa yang harus aku lakukan dari tadi. Setelahnya, aku kembali kepada Denis. Namun, sepertinya, lelaki itu sudah menemukan mangsa. Aku bergidik ngeri saat melihat berapa fokus dan seriusnya dia kepada sang mangsa, yang kini berupa lelaki tampan. Aku mengakui Denis memang seorang lelaki tampan dan memesona. Karenanya, dia tidak suka memiliki saingan dalam hal penampilan. Dia ingin menjadi yang paling tampan. Karenanya, selain dia, pemuda tampan lainnya harus mati. Bukan kematian yang panjang, melainkan singkat dan menyakitkan. Merampas paksa jantungnya yang berdetak, misalkan. Itu adalah cara membunuh yang paling disukainya. Aku pernah melihatnya melakukan hal serupa di video yang diputarkannya untukku. Walau sangat memilukan, mau tidak mau aku harus menontonnya. Sebab, dia akan menyiksaku jika aku tidak bisa menjelaskan metode yang digunakannya untuk membunuh setiap kali dia membuatku menonton salah satu video hasil perburuannya. Saat lelaki muda itu pergi, Denis mengajakku pergi juga. Kami mengikutinya. Di saat dia berjalan menuju parkiran yang sialnya sedang sepi, Denis berlari cepat, memukul belakang lelaki itu dan memasukkannya ke dalam mobil kami. Mobil pun pergi dengan secepat kilat. Kami pergi menuju ke suatu tempat yang terpencil dan sunyi. Sebuah gubuk tua yang membuatku sempat tidak percaya dengan apa yang ada di dalamnya. Dengan kaki dan tangan terikat, pemuda itu disekap. Aku hanya duduk, membelakangi lelaki itu. Sedangkan Denis duduk di depan, tidak jauh dari lelaki itu, seolah ingin menunjukkan diri begitu lelaki itu sadarkan diri. Lelaki tampan itu akhirnya bangun. Dia sedikit terkejut saat mendaoati dirinya disekap dan terikat, dengan cepat dia berusaha melepaskan diri meskipun tahu itu percuma saja. Dia menggerak-gerakkan kakinya berharap bisa melonggarkan sedikit tali pengikat di kakinya sehingga ikatan itu terlepas dan bisa bebas. Dia juga melakukan usaha yang sama pada kedua tangannya. Walaupun bahu, lengan dan anggota badan penggeraknya mulai merasa sakit karena terlalu keras berusaha dan tertekan. Lelali itu itu tertegun ketika melihat kehadiran Denis yang duduk berjongkok sambil melihat ke arahnya, mengamati tanpa melakukan apapun, hanya diam dengan senyuman yang senantiasa mengembang. "Kamu siapa? Apa kamu yang melakukan itu padaku?" tanya lelaki itu dengan keras. Denis tidak memberikan jawaban, hanya diam membisu. "Hei, bisa kamu lepaskan ikatanku? Aku ingin melarikan diri dari sini." Dia dengan polos meminta bantuan. Padahal, Denis adalah predator yang melakukan hal buruk itu padanya. Denis bergeming. Bahkan menguap, rasa bosannya bertambah. "Kamu ingin uang? Aku berasal dari keluarga kaya raya. Berapa pun yang kamu minta, akan aku berikan asal kamu bersedia membantuku," bujuknya lagi. Denis memainkan kuku-kuku di jemarinya, mengabaikan dengan begitu jelas tawaran tidak menarik dari pemuda di depannya. "Hei, bantu aku. Aku harus pergi dari sini. Aku tidak tahu mengapa aku bisa sampai ke sini. Tolong, bantulah aku." Denis menguap lagi. “Kamu juga disekap atau bagaimana? Aku bisa menjanjikanmu banyak uang jika seseorang memintamu melakukan ini padaku. Tolong lepaskan aku.” Dia kembali mencoba bernegosiasi. Denis menghentikan permainan kukunya, lelaki tampan itu memasang ekspresi seperti orang bodoh membuat pemuda  di depannya merasa kesal dengan sikap Riku. "Apa kamu bisu dan tuli? Kenapa tidak menjawabku, hah? b*****h!" Pemuda itu berteriak marah. Malang. Dia salah langkah. Denis mengubah ekspresi setelah mendengarkan apa yang dikatakan oleh pemuda itu. Dia menatap mangsanya dengan ekspresi dingin, auranya berubah menjadi kalem dan menyeramkan. Pemuda itu merinding ketika melihat Denis seperti itu. "Aku ti-tidak bermaksud mengumpat. Aku hanya marah karena kamu tidak mau melepaskanku," jelasnya dengan ekspresi takut. Denis bangkit dari duduknya, berdiri tegap dengan sorot mata tajam bak mata elang. Dia berjalan menghampiri pemuda itu. Pemuda iyang hanya bisa menundukkan kepala itu, tak sanggup melawan aura monster Denis yang begitu kuat. "Kamu ingin pergi?" Denis bertanya ketika sudah berada di depan pemuda itu. Pemuda itu langsung menegakkan kembali kepalanya. Dengan mata berbinar, dia mengangguk cepat. Harapan untuk bisa bebas muncul kembali. "Iya, tolong lepaskan aku," jawab pemuda itu girang. "Baiklah, tetapi aku punya satu permintaan." Denis memberikan syarat. "Katakan! Apapun permintaanmu akan aku kabulkan asal kamu melepaskanku." Pemuda itu menyanggupi persyaratan Denis. Denis tersenyum penuh arti. Cowok tampan membuka ikatan pemuda itu dengan kuku-kuku tajam yang melekat kuat di jari-jari tangan kanannya. Pemuda itu tersenyum senang ketika ikatan kakinya dilepas. Dia menggerakkan kakinya dengan senang seperti anak kecil yang kegirangan karena diajak ke taman bermain. Denis beralih ke tangan pemuda itu, dalam beberapa detik tali pengikat itu telah terlepas. Pemuda itu memijat-mijat tangannya yang sudah cukup lama terikat. Senyumnya mengembang, bahagia. Pemuda itu kemudian berdiri, mencoba merenggangkan otot-ototnya yang kaku karena lama terikat ke tiang penyangga vila. Denis hanya diam, memandang lekat ke mangsan yang tidak sadar kalau dalam bahaya. "Bagaimana kalau kamu ikut aku? Ayo kita pergi. Akan aku berikan uang yang banyak untukmu," ajaknya. Denis hanya diam, menoleh ke arahku, seolah memintaku untuk mulai merekam. Aku hanya mengangguk. Pemuda tampan itu menoleh  ke arahku, cukup terkejut dengan kehadiranku yang tidak disadari.. "Hei, siapa namamu? Aku George." Pemuda itu memperkenalkan diri, merasa aku adalah temannya. Aku tidak menjawab, dia pun beralih pada Denis lagi. “Siapa namamu? Berikan aku nomer rekeningmu, maka aku akan menstransfer berapapun uang yang kamu inginkan,” katanya pada Denis. “Aku beri tiga detik, lari!” Denis memberikan perintah. Lelaki itu terdiam lalu mengeri. Dia mulai berlari, tetapi tidak mencapai pintu. Denis sudah menyusulnya. Dalam sekejap Denis telah berada di belakang pemuda itu, berhasil mengejar. Denis berhasil meraih kaki pemuda itu sehingga membuat mangsanya terjatuh sampai hidungnya berdarah. Dia mencoba bangkit, tetapi sia-sia. Denis sudah menangkapnya. "Aku menagih janjimu," ujar Denis saat mereka kini berhadapan. Pemuda itu menelan ludah. Rasa takutnya semakin besar. "O-ok, katakan, apa yang kamu.." “Arrrhhh.” Pemuda itu memuntahkan darah ketika tangan Denis menancap tepat di jantungnya. "Ka-kamu…" Pemuda itu terbata, tak sanggup meneruskan ucapannya. "Aku hanya menginginkan satu hal, jantungmu.” Denis menyeringai sembari menarik keluar tangannya yang mengepal kuat sebuah jantung yang masih berdetak. Tak ada darah yang mencuat dari tubuh pemuda itu meski jantungnya telah dikeluarkan. Denis mengambilnya dengan akurat sehingga jantung itu terpisah dari tempatnya dengan cantik. Saat Denis melangkah mundur, tubuh pemuda itu pun langsung ambruk. Dia tewas. Dengan senyuman tipis, Denis menoleh ke arahku, “Kamu merekam semuanya?” Aku mengangguk membuatnya tersenyum puas dengan jantung di tangannya. “Perburuan yang menyenangkan,” gumamnya dengan riang. Setelah memasukkan tubuh pemuda itu ke dalam lubang semen yang Denis sudah sediakan, juga memasukkan jantungnya ke pendingin. Kami pun pergi  gubuk yang sudah seperti tempat penjagalan itu. Aku baik-baik saja, tetapi mengingat apa yang baru terjadi membuatku harus meminta Denis menepi. Aku muntah-muntah sampai lemas. Ini bukan film, tetapi kejadian nyata yang membuatku semakin tahu betapa berbahayanya suamiku ini. Dia sungguh bukan lagi manusia. Apalagi dia hanya tertawa saat tahu aku muntah-muntah, sama sekali tidak berempati atau mencoba membantuku. Dia sama sekali tidak peduli, seolah, dia benar-benar tidak pernah menyukaiku selama ini. Dia menipuku dan aku benci kenyataan saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN