TIGA, BUKAN SATU=EKO

1370 Kata
Hastuti mengubah rencana. Dia memutuskan untuk meletakkan nama Pras di urutan terakhir pada daftar pembalasan dendamnya. Mengerjai istri Eko lebih menarik perhatiannya. Lagi pula dia butuh selingan karena mulai bosan dengan permainan cinta yang gitu-gitu saja. Dia ingin mencoba hal yang baru dan sepertinya kali ini momennya pas.   “Boleh aku duduk di sini? Menikmati kopi sendirian ternyata tidak menyenangkan,” sapa Hastuti ramah. Siapa yang akan curiga pada perempuan cantik dan ramah seperti Hastuti? Dan benar saja, istri Eko mempersilakannya duduk.   Hastuti tahu jika Sandra, istri Eko, lebih suka duduk sendirian dan merenung di coffe shop ini sambil memandangi ke seberang jalan. Ke arah pusat kebugaran yang berisi lelaki macho yang menurutnya terlihat jantan.   “Mereka mengagumkan, ya?” tanya Hastuti mengikuti arah pandang Sandra dan tersenyum memandangi lelaki yang sedang mengolah tubuh dan membentuk otot. “Seandainya saja aku bisa membawa salah satu dari mereka ke rumah,” katanya sedih.   “Ap-apa maksudnya?” tanya Sandra malu-malu.   “Lelaki itu,” bisik Hastuti sambil mencondongkan tubuh, “menurutmu mereka cukup jantan untuk menghamili kita, kan?” tanya Hastuti tanpa ragu.   “Ah, maaf, aku terlalu berterus-terang. Aku memang begini. Hidup sepertiku nggak mudah. Ketika istri-istri lain bisa menggendong bayi mereka ..., hhhh, jangankan bayi. Memuaskan aku saja, suamiku nggak mampu,” kata Hastuti sedih.   “Kamu mau percaya satu hal? Sepertinya kita senasib,” kata perempuan di depannya yang menepuk punggung tangan Hastuti di atas meja. Dia membelalakkan mata. Berusaha meyakinkan Hastuti.   “Kamu jangan membuatku tertawa, ah. Mana mungkin ada kebetulan seperti itu?”   “Aku percaya ramalan bintang. Dan ramalan pagi ini mengatakan bahwa aku akan bertemu seseorang yang akan mengubah hidupku. Dan lihatlah, terbukti, kan? Pasti kamu orangnya,” ujarnya meyakinkan.   Hastuti tersenyum. “Kalau aku mengajakmu ke suatu tempat, apa kamu mau?”   “Seharusnya aku nggak boleh percaya pada orang asing, tapi karena kamu malaikat penolongku, maka aku akan jawab, ‘iya’,” katanya sambil tersenyum tulus.   Hastuti tak menyangka akan semudah ini membujuk Sandra. Dia berdiri dan mengulurkan tangan, mereka lalu bergandengan tangan keluar dari coffe shop.   “Aku akan menuruti apa pun yang kamu suruh. Bahkan jika kamu memanggil satu dari laki-laki di gym itu untuk memuaskan kita, aku ikut saja. Aku sudah bosan menjadi perawan terus meski statusku sudah menikah,” bisik Sandra di telinga Hastuti. Seputus asa itukah Sandra dengan pernikahannya? *** Perempuan itu tertidur di kasurnya. Puas dan bahagia. Rasa lega terpancar dari wajahnya seperti bayi kehausan yang dibiar terlalu lama sebelum akhirnya mendapatkan p****g. Hastuti memandangi sosok yang tengkurap dengan punggung naik turun secara teratur itu dengan perasaan yang puas juga. Bagai telah menyelesaikan mahakarya yang dikerjakan berhari-hari tanpa tidur juga lupa makan. Matahari makin condong ke barat, Sandra sudah tidur selama dua jam lebih. Sudah saatnya dia bangun dan kembali ke rumah untuk menyambut suaminya. Hastuti tidak mau jika Sandra sampai bertengkar dengan suaminya saat ini, dia harus tetap bahagia dengan suaminya. Atau pura-pura bahagia. Setelah yang dirasakannya hari ini, sepertinya definisi bahagia menurut Sandra akan sedikit berubah.   Masih terbayang dengan jelas di ingatan Hastuti saat tubuh Sandra bergetar, menegang, mulut menganga dengan mata terpejam. Dia menikmati segala sensasi yang merasuki tubuhnya. Rasa melayang yang tak pernah didapat selama pernikahannya. Rasa melayang yang menghilangkan segala lipatan-lipatan emosi di kepalanya. Rasa melayang yang membuat tubuhnya ringan, perasaannya ringan, semua terangkat ke udara dan dia bisa melihat semua beban beratnya pergi meninggalkannya. Sandra terlihat menikmati rasa lelah yang sedikit hinggap di tubuhnya, tapi Hastuti tidak memberinya jeda. Dia mengajak Sandra menaiki lagi puncak yang lebih tinggi, tinggi, tinggi, tinggi sekali. Hingga Lestari kehabisan tenaga dan mohon ampun untuk disudahi. Hastuti puas. Sangat puas! Dia membiarkan Sandra lelap untuk menghimpun tenaga.   Setibanya di hotel tempatnya menginap, Sandra selalu menunggu dengan wajah yang sedikit tegang. Apa yang akan dilakukan Hastuti sebenarnya. Ketika Hastuti menuang minuman beraroma manis dalam gelas kecil, Sandra sedikit memundurkan tubuhnya. Mungkin dia mulai ragu terhadap keputusannya untuk mengikuti Hastuti.   “Aku Hastuti by the way. Kita belum berkenalan,” kata Hastuti sambil menyodorkan gelas kepada Sandra, “minumlah. Kalau baru pertama kali, mungkin kurang enak. Tapi lama-lama bakal terbiasa. Itu bukan racun. Cuma tonik untuk membuatmu lebih relaks.” Hastuti meneguk habis cairan dalam gelas miliknya, membuktikan pada Sandra bahwa itu bukan cairan berbahaya. Sandra mengikutinya dan sedikit mengernyit ketika minuman itu menyentuh lidahnya.   “Sandra. Namaku Sandra,” kata perempuan cantik bermata bulat itu. “Jadi apa yang akan kita lakukan?”   “Ini minumlah lagi, ini saja dulu untuk saat ini.” Hastuti menuang lagi minuman ke gelas Sandra.   Setelah beberapa gelas, terlihat Sandra mulai tertawa bahagia tanpa sebab. Hastuti membuka dress yang dia kenakan sehingga hanya memakai bra dan celana dalam saja. Sandra membelalak melihat tubuh molek Hastuti. Dia masih tetap membelalak ketika Hastuti mendorongnya hingga tertidur di kasur, lalu mengikat kedua tangannya  dengan celana dalamnya yang telah dia pelorotkan.   “Nikmati saja, ya. Aku akan membuatmu enak,” katanya sambil menaikkan kaos ketat Sandra sehingga terlihat bra-nya.    Tangan Hastuti menyusup masuk ke baliknya dan meremas kedua p******a Sandra. Setelah puas, dia lalu melepas kait bra-nya dan mulai mengulum p****g Sandra bergantian. Sebelah tangan Hastuti menyingkap rok jinsnya dan masuk ke balik celana dalamnya. Hastuti mencari-cari benda kecil milik Sandra dan mulai memainkkannya perlahan.   Sandra mendesah kenikmatan. Sensasi aneh yang baru dia alami selama tujuh tahun pernikahannya. Dia sudah sering dicumbu pada bagian buah dadanya, tapi di k*********a, baru kali ini.   Hastuti terus bermain hingga kemaluan Sandra basah dan Sandra pun mencapai klimaksnya yang pertama.   “Tahan yang ini, ya, Sayang,” kata Hastuti sambil mengulum bibir Sandra yang terus mendesah. Lalu dia mundur hingga wajahnya menghadap kemaluan Sandra, dibukanya rok dan celana dalam Sandra lalu dikangkangkannya kakinya lebar-lebar. Hastuti pun melahap dengan rakus semua kemaluan Sandra, membuat Sandra terengah dan berkali-kali mengalami klimaks.   Itu belum seberapa, kata Hastuti dalam hati. Dia tersenyum memandangi tubuh Sandra yang tertidur kelelahan. Pada permainan selanjutnya, Sandra akan merasakan sensasi yang lebih lagi, janjinya. Digoyang-goyangkannya tubuh Sandra dengan lembut. Ditepuk-tepuk pipinya. Digelitikinya telapak kakinya. Perempuan yang terbaring setengah telanjang itu menggeliat-geliat manja. Mengerjap beberapa kali dan membulatkan matanya.   "Aku bermimpi indah," katanya. Dia merentangkan kedua tangannya dan memejamkan mata.   "Ada seseorang yang mengajakku menaiki awan. Dia, dia pasti tampan sekali walau aku tidak bisa ingat wajahnya. Tapi aku merasa sangat-sangat bahagia. Dia memegang tanganku lalu memelukku." Sandra membuka matanya. Memandang Hastuti yang kini duduk di ujung kakinya.   "Apa yang telah kamu lakukan padaku?" Sandra memandangi Hastuti yang mengelus-elus betisnya.   "Aku hanya berbagi kebahagiaan denganmu."   Hastuti menghentikan gerakannya dan memandang Sandra yang menuntut jawaban lebih.   "Kamu marah padaku?" Hastuti menelengkan kepalanya. Matanya tak lepas dari bola mata Sandra yang menyipit karena memandangnya dari posisi tidur.   "Aku tidak tahu. Jujur ..., ini pertama kalinya aku merasakan kenikmatan seperti ini. Rasa leganya melebihi kenikmatan saat buang air besar di pagi hari. Aku ..., aku menyukai sensasinya. Detik-detik ketika seluruh syarafku terpusat pada satu titik dan meledak di semua titik di tubuhku. Itu ..., itu luar biasa sekali!" Dia bangkit dari posisinya berbaring dan mencoba duduk. Tiba-tiba darah seperti meninggalkan otaknya. Kepalanya berdenyut cepat sekali.   "Aduh! Kepalaku sakit! Pusing sekali," katanya sambil mengurut-urut pelipisnya.   "Mungkin efek alkohol yang kamu minum." Hastuti bergegas bangkit. Mencari sesuatu di dalam tasnya dan memberikan segelas air putih serta sebutir tablet berwarna putih.   "Minum ini. Sakit kepalamu akan sedikit reda setelah meminumnya."   "Kamu ingin mandi dulu sebelum pulang? Kamu bisa meminjam bajuku, lagipula ..., bajumu kusut sekali. Nanti orang akan curiga melihat penampilanmu yang berantakan."   Dia berjalan ke lemari yang menempel ke dinding. Membuka pintunya dan menyibak-nyibakkan baju-bajunya yang tergantung. Memilah mana baju yang sesuai untuk dikenakan Sandra.   “Apa kita akan bertemu lagi setelah ini?” tanya Sandra ketika Hastuti menyodorkan sehelai gaun terusan kepadanya.   "Aku masih dua hari lagi di sini, simpan saja nomorku. Kamu bisa menghubungiku jika ingin bermain lagi,” kata Hastuti sambil menunduk dan mencium bibir Sandra dengan penuh napsu.   “Kamu cantik, kamu berhak untuk bahagia,” katanya lagi untuk mengusir perasaan bersalah yang mungkin hinggap di d**a Sandra.   Dalam hati Hastuti tersenyum. Sandra pasti akan menemuinya lagi dan pada pertemuan selanjutnya, Hastuti akan merekam momen-momen ketika dia membuat Sandra mengerang keenakan. Setelah mengeditnya, dia akan mengirimkan rekaman itu pada Eko. Dia ingin tahu, bagaimana harga diri Eko jika melihat istrinya dipuaskan oleh seorang perempuan? Laki-laki sok jantan yang selalu keluar cepat sesaat sesudah penetrasi itu.   Dulu dia sok-sok an bertingkah seperti lelaki macho dan suka menghimpit Hastuti ke tembok lalu menekan buah dadanya dan menggesek-gesekkan k*********a ke rok Hastuti. Masih lekat dalam ingatannya apa yang dia katakan waktu itu. “Kalau kamu cantik, aku pasti bakal bikin kamu keenakan dan ketagihan. Sayang kamu jelek. Barangku terlalu berharga buat kamu cicipi.”   Cih, berharga apanya? Istrinya saja kehilangan keperawanan di jari-jari Hastuti. ©  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN