Tahap selanjutnya, Pras. Seperti sudah diduga, merayu Pras cukup sulit. Seleranya perempuan-perempuan muda. Apa Hastuti harus menyewa seorang perempuan muda untuk diumpankan pada Pras? Sepertinya begitu.
Masih ingat dalam benak Hastuti, dulu sewaktu mereka masih SMA, Hastuti pernah memergoki Pras sedang memeloroti celana dalam gadis kecil. Kebetulan rumah neneknya dekat dengan rumah orang tua Pras. Dia melihat Pras meraba-raba kemaluan gadis itu dan berusaha memasukkan telunjuknya. Saat Hastuti memekik, Pras kelihatan marah sekali. Hastuti menyuruh gadis kecil itu lari dan mengancam akan mengadu pada orang tuanya. Hastuti memang mengadukannya karena dia khawatir Pras akan mengulangi lagi perbuatannya. Meski resiko yang harus dia terima adalah di pukuli Pras sampai bibirnya pecah.
Selera itu tidak berubah sampai sekarang. Pras masih saja suka meniduri gadis-gadis belasan tahun yang mau dia bayar. Sekarang dia harus mencari gadis belia yang memang sudah terbiasa menjajakan tubuhnya. Hastuti menghubungi temannya yang punya agency model di Purwokerto. Dia mengutarakan maksudnya dan temannya itu bersedia menyediakan kebutuhannya.
“Short time. Jangan sampai lecet dan transfer di muka.” Temannya itu menyebutkan sejumlah uang dan Hastuti menyetujuinya. Dengan m-banking dia mengirimkan sejumlah uang ke rek temannya saat itu juga.
Pada hari yang sudah disepakati, Hastuti menunggu di parkiran sebuah hotel. Sebelumnya dia sudah mengatur dengan orang suruhannya agar melakukan transaksi fiktif dengan Pras. Orang suruhannya itu minta agar Pras membantunya memuluskan sebuah tender dan berjanji akan mengirim seseorang untuk memuaskan Pras sebagai tanda jadi di muka. Pras membelalak ketika melihat foto gadis belasan tahun yang mungil dan imut. Sesuai sekali dengan tipenya. Dia menyetuji dan menyuruh orang suruhan Hastuti membuka kamar untuk mereka berdua.
Sekarang gadis itu sudah berada di dalam sebuah kamar hotel, bangunan yang saat ini sedang dipandangi Hastuti. Dia sedikit gelisah karena Pras molor dari jadwal yang sudah disepakati.
“Mana Pras? Kok, belum datang?” tanya Hastuti di telepon pada orang suruhannya. Lelaki di seberang bilang kalau Pras sedang menjemput istrinya dari pusat perbelanjaan. Sebentar lagi mungkin sampai.
Benar juga, istri Pras itu doyan belanja. Tidak heran, karena CV warisan bapaknya yang kini dipegang Pras adalah salah satu CV sukses yang sering menang tender besar dari BUMN di kota itu.
Lima menit, Hastuti masih sabar menunggu. Dia menyandarkan kepalanya ke kursi mobil.
Sepuluh menit, dia mulai gelisah. Mengetuk-ngetukkan jarinya pada setir mobil.
Lima belas menit, ah ..., badannya terasa pegal. Mungkin dia harus keluar sebentar untuk menggerakkan kakinya.
Namun, ketika Hastuti hendak membuka pintu mobil, sebuah Innova hitam memasuki pelataran parkir hotel. Hastuti mengamati mobil yang diparkirakan secara kasar dan terburu-buru. Mesin mobil dimatikan, mobil menderu kasar. Seorang lelaki keluar dan masuk ke hotel cepat-cepat.
Hastuti menunggu beberapa menit baru kemudian menghubungi seseorang. Sekarang yang perlu dia lakukan hanya menunggu. Duduk diam-diam sambil mengamati. Dadanya berdebar, ada sedikit kekhawatiran kalau rencananya bakal gimana. Jika gagal dia harus menyusun rencana baru.
Belum lama Hastuti memejamkan matanya untuk sedikit beristirahat, sebuah mobil yang sepertinya dikendarai dengan sembrono memasuki hotel. Pintunya berdebum keras saat sang pemilik menutupnya. Seorang perempuan cantik, tinggi dan langsing berjalan cepat masuk ke hotel. Hastuti ingin tahu apa yang terjadi, tapi pintu hotel yang sedikit gelap menghalangi pandangannya.
Orang suruhan Hastuti sudah melakukan negosiasi dengan resepsionis hotel. Sengaja dia memilih hotel kecil yang sepi agar mudah menyogok pegawainya dan jika terjadi keributan tidak akan banyak orang yang tahu.
Hastuti menunggu lagi, dia melihat terus ke arah pintu masuk dengan sedikit gelisah. Entah berapa lama lagi dia harus menunggu. Saat-saat seperti ini membuat Hastuti sedikit tidak tenang, dia perlu nikotin untuk menenangkan otaknya. Dibukanya pintu mobil dan disulutnya rokoknya. Belum habis sebatang rokoknya, perempuan langsing yang tidak lain adalah istri Pras keluar dari hotel dengan terburu-buru. Sepertinya dia habis menangis karena tak henti-henti dia menyusuk hidungnya dan terus menundukkan pandangan.
Sekarang Hastuti bisa tenang sedikit. Istri Pras sudah tahu belangnya Pras. Tinggal langkah terakhir untuk menguatkan keyakinan istri Pras akan kelakuan suaminya. Hastuti sudah bekerja sama dengan relasi Pras yang ternyata tidak suka dengan kelakuan Pras yang suka perempuan. Diam-diam relasi Pras itu membuntuti Pras tiap check in hotel untuk bercinta. Dia mengambil foto Pras ketika masuk hotel. Tidak ada bukti kebersamaan Pras dengan perempuan yang dia tiduri, namun dengan adanya kejadian ini setidaknya istri Pras bisa mengambil kesimpulan apa yang dilakukan Pras di dalam hotel. Karena hotel yang didatangi juga bukan hotel besar dan bergengsi, jadi tidak mungkin sedang melakukan transaksi bisnis baik-baik.
Selesai sudah. Empat pembalasan sudah dilakukan. Hastuti lega, kemarahan masa lalunya mereda.
Wijat, dia kini berada dalam kendali Hastuti. Seperti anjing piaran yang dikendalikan tali kekang. Tidak ada penghinaan yang lebih menyakitkan baginya selain berada dalam kekangan Hastuti. Seluruh hidupnya tergantung pada kemurahan hati perempuan itu. Silakan saja jika Wijat ingin melepaskan diri dan lari dari Hastuti, ada seribu cara bagi Hastuti untuk membawanya kembali masuk ke tali kekang.
Ragil, laki-laki sok ganteng yang memuja kecantikan fisik. Bagaimana perasaannya harus hidup dengaan istri yang wajahnya rusak karena air keras? Ya, Hastuti telah mencampur air keras pada cairan yang dia berikan pada istri Ragil. Apa Hastuti yakin kalau istri Ragil sudah menggunakan cairan itu? Tentu saja Hastuti yakin, dia sudah memastikannya. Ragil yang sekarang bangkrut tidak mungkin bisa mengobati istrinya dengan cepat. Istri yang sangat dia banggakan, dia agungkan kecantikannya, kini lebih banyak mengurung diri di dalam rumah karena malu. Jika harus keluar pun istrinya itu lebih memilih menutupi wajahnya dengan selembar kain. Dan Hastuti tahu jika istri Ragil berusaha mencari tahu keberadaan perempuan misterius yang memberinya cairan itu, sayangnya tidak ada seorang pun yang tahu identitas sebenarnya tentang perempuan misterius itu. Lapor pada polisi? Percuma saja, Ragil sudah tidak punya kepercayaan kepada mereka.
Eko dan istrinya yang mungil dan baik hati. Apa yang akan dia lakukan jika tahu istrinya mendesah lebih nikmat saat bercinta dengannya? Juga alat-alat pemuas yang lebih perkasa dari miliknya? Bukankah terkadang laki-laki sangat suka membanggakan 'miliknya' yang katanya hebat? Miliknya yang juga harga dirinya. Yang jelas harga diri Eko akan hancur dan dia harus bersiap seandainya nanti ditinggalkan oleh istrinya. Dan dia juga harus bersiap menanggung malu seandainya orang-orang tahu kelemahannya itu.
Pras, Hastuti ingin melihat putus asa dan kecewa di mata istrinya saat tahu Pras suka main perempuan. Istrinya seorang yang taat dan punya rasa trauma dengan perselingkuhan. Dia percaya, Pras berbeda dengan kekasih-keksihnya yang lain sebelum menikahinya. Dia yakin jika Pras menikahinya bukan karena harta orang tuanya. Namun dengan kejadian ini, membuat matanya terbuka. Selama ini dia sudah dipermainkan oleh Pras. Bukan tidak mungkin jika nantinya, istri Pras akan mencampakkan dan menceraikannya. Tanpa istri dan harta keluarga istrinya, Pras bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa. Seandainya nanti hubungan mereka bisa kembali damai, juga tidak mudah mengembalikan kepercayaan yang terlanjur hancur.
Empat luka sudah terbalas. Pikirannya lebih ringan. Dadanya lebih lega. Hastuti meneteskan air mata. ©