Jindan membuang sisa rokoknya yang ketiga. Matanya terus tertuju pada jalanan, berharap segera melihat kedatangan sang istri. Langit mulai berwarna merah. Jindan meraih ponsel dan melihat jam. “Sudah jam lima lebih lima menit.” Jindan mulai tidak sabar. Kakinya terus bergerak. “Apa mungkin dia langsung pulang ya? Tapi bukankah tadi pagi aku sudah bilang kalau akan menjemputnya?” Jindan mengusap wajahnya dengan kasar. Baru saja dia berdiri, tiba-tiba saja, Jindan melihat sebuah mobil dengan stiker Nusantara di sisinya memasuki area rumah makan. Matanya langsung terpaku. Dia berharap ada istrinya di dalam sana. Tanpa dia sadari, jantungnya berdetak lebih kencang. Jindan merasa gugup sampai perutnya geli. Saat pintu samping kemudi terbuka, turunlah gadis yang dari tadi dinantinya. Bibir