"Iya, sebentar," sahut Dia saat mendengar suara ketukan pintu. Itu pasti ayahnya yang akan mengajaknya keliling Citeko. Dengan cepat, Dia menguncir rambutnya menjadi ekor kuda yang kuat. Setelahnya, barulah ia membuka pintu. Alih-alih ayahnya, Dia malah mendapati Bik Titin yang berdiri gelisah di ambang pintu. "Ayah menyuruh Bibik untuk memanggil saya, ya? Saya sudah siap kok, Bik." Dia menyambar tas ransel mungilnya. Ia siap berpetualang dengan sang ayah. "Bukan, Neng. Bapak meminta Bibik menyampaikan ke Eneng kalau jalan-jalan keliling Citeko-nya tidak jadi." "Lho, kok tidak jadi? Bapak sibuk, ya, Bik?" ujar Dia kecewa. "Bukan sibuk, Neng, tapi ada huru-hara di pabrik. Pak Karta membawa para peternak ramai-ramai berdemo di pabrik," jelas Bik Titin, menyampaikan apa yang ia tahu. "Pa