Chapter 5 : Laura

1773 Kata
    Setelah tadi dia berdebat sedikit dengan istrinya, Raka memilih untuk tidak pulang ke rumah. Sekarang, dia sedang memarkirkan mobilnya di rumah Orangtuanya. Niatnya akan menginap sampai esok hari. Membuka pintu rumah langkahnya langsung masuk kekamar.     Seorang wanita paruh baya berjalan ke arah Raka. "Tuan, bapak dan Ibu sedang di Rumah Sakit." Katanya.     "Saya sudah tahu." Sahut Raka sambil terus berjalan.     Setelah sampai di kamar, dia menghempaskan tubuhnya di kasur. Diliriknya arloji, rupanya waktu sudah menunjukan pukul lima sore. ****                             "Ma, kita pulang dulu ya?" Kata Tiffany tiba-tiba.     Rahma menoleh. "Kamu naik apa Fan?"     "Taksi Ma."     "Memangnya tadi Raka kesini ngapain? ngajak kamu keluar, lagi." Gerutu Riyan.     Tiffany terkekeh, "Cuma tanya, aku kesini naik apa. Yaudah, Ma Pa. Aku sama Ibu pulang dulu, udah sore takut kemalaman, kasihan sama Tomi."     Rahma dan Riyan mengangguk. Tiffany dan Tuti pun berjabat tangan sebelum keluar dari ruangan itu. "Jaga kesehatan ya, Pa." Pesannya dan dia keluar bersama Ibunya.     Sampai di rumah Ibunya, Tiffany langsung pamit pulang karena dia harus membuatkan makan malam untuk Raka. "Bu, Fany langsung pulang aja. Udah mendung juga takut hujan deras." Katanya setelah selesai meminum teh hangat.     "Hati-hati ya Fan, Ibu nggak bisa ngasih apa-apa ke kamu." Sahut Tuti.     "Harusnya aku yang ngasih apa-apa ke Ibu sama Tomi. Yaudah Bu, aku pulang dulu.     "Assalamu'alaikum." Tiffany berjabat tangan dengan wanita yang mulia itu dan keluar dari rumah kecil nan sempit.     Untuk pulang ke rumah, Tiffany memilih untuk menaiki ojek Karena tadi sore uangnya sudah ludes untuk membeli kebutuhan pokok Ibunya dan membayar taksi.     Sampai di rumah, di liriknya arloji yang tergulung di tangan kiri, kini sudah menunjukan pukul delapan malam. Waktu memang sangat cepat, jika kita menikmati hidup ini.     Seorang Maid  berjalan lalang di depan Tiffany, Tiffany memberhentikan Maid itu dan bertanya, "Tuan sudah pulang?"     Maid itu menggeleng. "Belum Non."     Tiffany menghela napas dan memerintahkan Maid itu kembali melanjutkan aktivitasnya. Dirinya masuk saja ke kamar. Ada untungnya juga jika Raka tidak ada di rumah, karena dia tidak usah repot-repot memasak makan malam. Tapi... khawatir juga kalau Raka jam segini belum ada di rumah.     Andai Tifany memegang ponsel, pasti dia langsung menghubungi Raka dan bertanya dia ada dimana sekarang. Tapi sayang, ponselnya sudah dia gadaikan di adiknya. Tiffany bisa saja menggunakan telepon rumah, tapi dia tidak ingat nomor suaminya. ****     Dikamar, Raka sedang gerusak-gerusuk memegangi perut yang sedari tadi berbunyi nyaring. Merasa sangat lapar, akhrinya dia keluar dari kamar menuju dapur untuk mengambil makanan seadanya. Menyalakan lampu, matanya tak sengaja melirik jam dinding yang menunjukkan pukul satu dini hari. Mana mungkin Raka akan membangunkan pembantu di rumah Orangtuanya hanya untuk membuatkan makanan untuknya dengan waktu semalam ini? Mungkin jika pembantunya itu adalah Tiffany, Raka mau-mau saja, karena Tiffany musuhnya.     Raka meringis, saat membuka kulkas tapi tidak menemukan satu bentuk makanan apapun. Roti pun tidak terlihat disitu, yang ada hanya es batu dan tomat busuk.     Raka membuka semua laci dapur dan laci terakhir akhirnya dia melihat sebuah bungkus mie instan disitu. Cepat-cepat dia ambil mie instan dan mau tak mau harus memasak sendiri.     Susah.     Bagi Raka, memasak mie rebus itu sangat susah. Harus dia rebus air dulu, menunggu beberapa menit, dan ya... tapi jadinya tidak seenak yang dia kira. Tapi cukup untuk mengganjal perut. ****     Tiffany,     Wanita itu ternyata belum tidur juga setelah pulang dari rumah Ibunya. Dia duduk di sofa, menunggu seseorang yang dia tunggu. Raka. Ya.. Raka yang dia tunggu, tetapi manusia itu tak kunjung pulang sampai-sampai Tiffany resah. Sudah pukul 2 tapi Raka belum pulang.     Biasanya paling malam, Raka akan pulang pukul satu, tapi ini sudah melebihi batas dan itu membuat diri Tiffany khawatir. Tiffany menghela napas dan berjalan ke kamar. Sudah terlalu lama dia menunggu Raka, dan akhirnya menyerah.     Biarlah malam ini Raka tidak pulang. Mungkin dia sedang sibuk dengan p*****r-pelacurnya. Pikir Tiffany dan mulai tidur.     Walau hanya tidur beberapa jam saja, tapi Tiffany harus bangun pagi. Karena dia harus berangkat ke kampus. Memang. Anak kuliahan sungguh sibuk.     Setelah mandi dan berdandan rapi, Tiffany keluar dari kamar. Ia baru ingat bahwa Raka tidak ada di rumah. Yang tadinya Tiffany akan memasak, dia tidak jadi. Lebih baik langsung berangkat ke kampus. Lebih pagi lebih disiplin dan lebih lega juga busnya.     Tlililit... tlililit..     Itu suara telepon rumah. Siapa yang menelpon sepagi ini?     Tiffany mundur kebelakang dan mengangkat panggilan itu.     "Hallo.." Sapanya setelah mengangkat panggilan dan mendekatkan ke telinga kanannya.     "Hallo.. Fany, ini Mama. Mama mau minta tolong sama kamu, kamu bisa kesini nggak? Ke Rumah Sakit. Soalnya Mama repot banget." Sahut dibalik telepon.     "Mama... eung.. maaf Ma, Fa..Fany kayaknya nggak bisa. Soalnya pagi ini Tiffay ada kelas. Terus pulangnya mau nyari Mas Raka, semalem dia nggak pulang."     "Memangnya Raka nggak ngabarin kamu?"     "Nggak Ma."     "Yaudah, Mama tutup telponnya, ya?"     "Iya Ma. Maaf ya Ma. Fany nggak bisa bantu."     "Iya.. nggak apa-apa Sayang. Mama ngerti kok. Udah dulu ya Fan, Mama mau bayar administrasi dulu."     "Iya Ma."     Panggilan pun diakhiri. ****     Rahma menutup teleponnya. Baru saja beliau menelpon nomor telepon rumah anaknya. Karena Raka tidak bisa dihubungi dan begitupun dengan Tiffany. "Fany nggak bisa Pa. Dia ada kelas pagi sama harus nyari Raka katanya Raka semalam nggak pulang." Kata Rahma kepada Riyan yang sedari tadi duduk di kursi roda dan siap untuk pulang.     "Memangnya anak itu kemana lagi?"     "Papa... kalo ngomong jangan keras-keras. Papa baru sembuh lhoh, belum total, juga."     Riyan menghela napas.     "Yaudah. Kita pulang sendiri aja. si ujang nunggu di parkiran." Kata Rahma dan mendorong kursi roda suaminya sambil menyangking tas berisi pakaian kotor.     Setelah masalah Rumah Sakit selesai, akhirnya Riyan bisa bernapas lega di istananya itu.     Baru saja Rahma dan Riyan sampai di rumah. Seorang pembantu di rumahnya menghampiri. "Maaf Ibu.. Bapak.. semalem Den Raka bermalam disini." Katanya dengan kepala menunduk.     Riyan melotot. "Dimana dia sekarang?"     "Sstt.. Papa, udah di bilangin jangan keras-keras. Jaga kesehatan Pa... jangan teledor lagi sama kesehatan diri sendiri." Nasihat Rahma. Rahma kembali menatap pembantunya. "Terus, Raka sekarang dimana?"     "Dikamar Bu." Jawab pembantu itu lalu berpamitan untuk kembali bekerja.     Rahma langsung ke kamar Raka.     Benar.    Raka sedang tidur di kamarnya. Anak ini memang harus diberi pelajaran matematika, agar lebih mengenal waktu dan pembagian waktu. Sudah pukul tujuh lebih dan Raka masih tertidur?     Seorang Ketua perusahaan, pukul tujuh belum bangun? Bagus.. sangat bagus.     Rahma masuk ke kamar Raka, berkacak pinggang. Mungkin beliau sedang mengatur napasnya sebelum mengeluarkan suara merdunya. "RAKA..." Teriaknya sekencang mungkin.     Tidak bergerak. Raka sama sekali tidak bergerak.     Rahma meraih selimut yang terbalut pada tubuh Raka. "Raka... bangun..... Mama tau kamu udah bangun, cepet Raka.. istri kamu kasihan. Dia nyariin kamu tuh." Katanya seraya melipat selimut.     Raka membalikan tubuhnya dan bangun dengan setengah tersadar. "Siapa?" Gumamnya.     "Siapa-siapa. Kamu itu ya,     Orangtua lagi repot malah enak-enakan tidur."     "Siapa yang enak?"     "Kamu. Sana pulang, kasihan Fany nyariin kamu."     Raka mengacak rambutnya dan masuk ke kamar mandi tanpa menyahut lagi ucapan Rahma. ****     Dikampus, Tiffany mencoba untuk menghubungi Raka melalui ponsel Eva. Ponselnya aktif, tapi tidak di angkat padahal sudah enam kali Tiffany mencoba menghubungi. Tiffany bedecak, dia tidak ada niatan lagi untuk berusaha menghubungi Raka. Akhirnya dia menyerahkan ponsel itu ke pemiliknya. "Ini Va, nggak diangkat. Mungkin udah pulang terus langsung tidur. Thanks ya." Katanya, menyerahkan ponsel ke Eva.     Eva meraih ponsel itu dan mengangguk.     "Suami lo setiap hari gitu, ya?" Celetuk Ofi.     Tiffany menoleh dan menggeleng. "Jarang sih Fi, makanya aku khawatir. Terakhir dia nggak pulang.. waktu minggu lalu kayaknya."     Tumben, tumben reaksi Ofi hanya manggut-manggut saja.     "Mm.. yaudah, aku masuk ke kelas dulu ya?"Tiffany berdiri. Kedua temannya itu mengangguk. ****      Selesai mencuci wajahnya, Raka keluar dari kamarnya. Saat hendak melewati ruang tengah, dia melihat seorang lelaki duduk di kursi roda. Raka mendekat dan menepuk orang itu. "Papa..?" katanya.     Riyan menoleh. "Udah bangun, kamu?"     Raka terkekeh. "Pulang kapan Pa?"     "Tadi."     "Raka.. kamu udah nelpon Tiffany, belum? Kasihan dia.. nyari kamu, sana kamu kabari dulu istrimu biar dia nggak nyari." Itu suara Rahma yang baru saja selesai membuat bubur untuk suaminya.     Raka mengangkat kepala untuk memandang Rahma. "Ngapain dia nyari aku?"     "Ya khawatir lah..."     Raka berdecak dan memilih untuk pergi ke dapur. Di meja makan, sudah ada macam-macam lauk. Raka bingung, semalam dia mencari bahan masakan di kulkas tidak ada sama sekali. Tapi? Sekarang, di meja makan sudah banyak lauk. Bahkan sepuluh jenis lauk ada disitu.Raka membuka kulkas dan... disana ada aneka ragam jenis sayuran, s**u, roti dan lainnya. "Sialan!" Umpatnya lalu meraih segelas air dingin dan meminumnya.     Makan. Mungkin itu yang dilakukan Raka sekarang. Selesai makan, dia mandi dan berpamitan pulang. Entah, dia akan pulang kemana. Yang pasti tidak ke rumah dulu. "Raka pulang dulu Ma Pa." Katanya dan berlari keluar. ****     Selesai bimbingan, Tiffany bergegas pergi dari kampus. Dia akan mencari Raka di club yang biasa Raka kunjungi. Mungkin saja Raka ada disana, kalaupun tidak ada pasti semalam dia kesana. Sampai di club, Tiffany membayar tukang ojek dan masuk kesana.     Sepi.     Tempat itu sepi. Jelas, mana ada orang dugem pagi-pagi?     Ada sih, tapi sedikit.     Tiffany menghampiri bartender. "Mas, disini ada Raka nggak?" Tanyanya.     Sang bartender yang tahu bahwa Tiffany adalah istri Raka, dia menggeleng. "Nggak keliatan kok Mba."     "Semalam?"     "Nggak juga. Mungkin club lain?"     Tiffany mendesah, merasa kesal, "Yaudah mas, makasih." Lalu dia keluar dari tempat itu.     "Dimana sih? Di cari susah, giliran nggak di cari malah nongol.. eh.. marah-marah." Gerutunya sambil berjalan. Lebih baik Tiffany pulang saja. ****     Mobil Raka berhenti di TPU.     Apa yang akan Raka lakukan? Keluarga Raka tidak ada yang di kubur di TPU itu. Dia berjalan menelusuri satu persatu makam disitu. Hingga akhirnya dia berhenti di depan makam yang sudah di keramik hitam.     LAURA NUR AISYA Binti SODIQ.     Ternyata Raka mengunjungi pemakaman calon istrinya yang kandas. Dia berjongkok disana, meletakkan sebuket bunga tepat di nisan Laura. Dielusnya nisan itu, dan membayangkan bahwa Laura itu masih hidup. "Laura..." Katanya sedikit serak.     Sudah tiga tahun Raka ditinggal oleh Laura, tapi hatinya tetap saja tidak bisa meninggalkan nama itu. Bagi Raka, Laura adalah wanita yang paling istimewa setelah Rahma. Laura adalah gadis yang baik, pintar, disiplin dan ramah. Tapi entah kenapa dulu Laura memilih untuk bunuh diri. "Laura.. kapan kamu pasangin dasi buat aku, lagi?" Kata Raka. ****     Sampai dirumah, Tiffany langsung masuk ke dapur untuk bertanya kepada salah satu Maid. Disana ada Ketua Maid,     "Ketua Maid, apa Raka sudah pulang?" Tanyanya.     Maid itu berhenti memasak, "Belum Non."     "Ah, yasudah. Makasih." ****     Mungkin dua puluh menit berjongkok di makam Laura sudah bisa mengobati rasa rindunya kepada Laura. Raka bermapitan dengan makam itu dan keluar dari area TPU. Sampai di mobil, tiba-tiba ponselnya berdering.     Raka merogoh saku celananya dan mengangkat panggilan itu, yang ternyata Roy.     "Hallo?" Sapa Raka.     "Hallo, Raka? Lo dimana? Ada meeting mendadak nih."     "Kenapa lo nggak ngomong dari tadi?"     "Gausah banyak bacot! Cepetan lo kesini."     "Iyaiya." Raka menyimpan poselnya dan menancap gas mobilnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN