Bab 7

1786 Kata
Sudah dua hari ini aku mendiamkan kak Biyan, aku masih kesal karena dibentaknya tanpa tau kesalahanku di mana. Aku berusaha sekuat tenaga menahan diri untuk tidak menghubungi dan lucunya kak Biyan juga sedikitpun tidak berusaha untuk meminta maaf atau paling tidak berusaha untuk menghubungiku. Aku juga jarang melihat dirinya saat kami sarapan dan menurut Mommy Kak Biyan selalu pergi sebelum semua penghuni bangun dan pulang saat semua orang sudah tidur, dan nafsu makanku hilang semenjak itu dan sarapan yang menggiurkan terasa hambar tanpa melihat wajah ganteng kak Biyan yang hampir sebulan ini menjadi menu dessert setiap paginya. "Kak, kalo nggak mau sarapan mending nasi gorengnya buat Ocean," aku melihat wajah mupeng Ocean setiap aku mengaduk nasi goreng, aku yang sedang tidak punya nafsu makan langsung menyerahkan piring nasi gorengku kepada Ocean. "NO NO NO NO, OCEAN BIANCA DINATA NGGAK ADA YA CERITA KAMU MAKAN SEBANYAK ITU PAGI INI, KAMU ITU SUDAH GEMBUL SAYANG, ADUHHHHH MOMMY NGGAK KUAT GENDONG KAMU LAGI NAK KALO MAKAN KAMU SEPERTI INI TERUS," Mommy merebut piring dari tanganku, Ocean terlihat kecewa dan mendengus kesal. Matanya masih memandang nasi goreng yang dipegang Mommy, biasanya aku selalu membela Ocean dan menyuruh Mommy membiarkan Ocean makan sepuasnya tapi kali ini untuk membuka mulut saja rasanya malas. "Kamu kenapa Ai?" tanya Daddy sambil membuka kacamata bacanya, aku lalu menggelengkan kepala dan mengalihkan pertanyaan Daddy dengan berpamitan untuk segera pergi ke kampus, hari ini sebenarnya jadwal kuliahku kosong tapi berhubung mood-ku sedang memburuk mau tidak mau aku memilih untuk menghabiskan waktu dengan cuci mata di mall mumpung akhir tahun pasti setiap sudut mall terpajang sale besar-besaran, rasanya sudah lama sekali aku tidak jalan-jalan ke mall. Kepulangan Kak Biyan mengalihkan semua hobby-ku termasuk cuci mata di mall. "Mau Daddy antar?" tawar Daddy, aku langsung menggeleng dan mencium pipi Daddy serta Mommy secara bergantian dan juga mengacak rambut Ocean yang masih manyun karena selera makannya ditahan Mommy, aku menunduk dan berbisik pelan di telinga Ocean. "Nanti kakak belikan makanan untuk kamu, jangan manyun lagi... leher kamu hilang loh kalo ditekuk terus menerus," bisikku pelan, Ocean tersenyum dan manyun diwajahnya hilang seketika. **** Lucunya kebiasaanku jika sudah di mall yang kalap mata jika melihat barang sale langsung hilang, aku memilih menghabiskan waktu disudut café langgananku sambil memandang layar ponsel yang tak kunjung memunculkan nama kak Biyan. "Aisha," suara yang tidak asing membuatku menoleh dan melihat kak Haska sedang berdiri dengan tangan membawa segelas coffe. "Hai kak," sapaku balik dengan nada lesu, kak Haska menunjuk kursi kosong yang ada didepanku, seolah bertanya bolehkah ia duduk disana. Aku menggangguk dan dengan sigap kak Haska duduk lalu menyeruput coffe-nya. "Tumben sendirian, biasanya kamu selalu bergerombolan?" tanya kak Haska memecahkan keheningan diantara kami, lagi-lagi aku mencoba tersenyum meski terkesan dipaksakan, arghhh aku galau berat dan pertanyaan kak Haska tidak mampu membuat pikiranku yang galau menjadi lebih baik. "Lagi pengen sendiri saja kak, kakak sendirian juga?" tanyaku membalas pertanyaannya, ia mengangguk dan meletakkan gelas coffe-nya di meja. "Kamu lagi ada masalah? Wajah kamu terlihat tidak bersemangat dan juga bête, kenapa? Kakak bisa kok jadi pendengar yang baik, dan siapa tau kakak bisa kasih solusi untuk memecahkan masalah," tawar kak Haska, aku langsung menggeleng dan menolak tawarannya, masalahnya bukan aku tidak mau curhat dan menceritakan masalahku kepada kak Haska, tapi masalah ini tidak boleh satu orangpun yang tau. Jika aku masih mau melihat kak Biyan. "Aku nggak apa-apa kok kak, hehehe jadi nggak ada yang mesti diceritakan... ah iya bagaimana skripsi kakak, aku dengar tinggal menunggu waktu ya... wah sebentar lagi bakal jadi Sarjana dong," aku sengaja mengalihkan agar Kak Haska tidak lagi bertanya tentang masalah yang aku simpan. "Hahaha makanya kakak jalan-jalan sendirian, mumpung ada waktu free dan otak sepertinya butuh penyegaran sebelum ujian, dan ternyata keputusan kakak tidak salah untuk ke mall hari ini, karena kakak bisa ngobrol sama kamu sedekat ini," aku hanya bisa membalas dengan senyuman, kami berbincang tentang apapun. Tentang kampus, kuliah, dirinya, diriku dan diakhiri dengan suatu pertanyaan yang membuatku kelimpungan untuk menjawabnya. "Boleh kakak main kerumah kamu?" tanyanya. Aku menolak sepertinya terkesan sombong tapi jika aku bolehkan bisa-bisa kak Biyan marah besar, ah aku jadi teringat kak Biyan lagikan dan karena keacuhannya membuatku mengangguk tanpa sadar. "Ya sudah, sepertinya kita ngobrol sampai lupa waktu dan lebih baik kakak antar kamu pulang," tawarnya dan lagi-lagi aku terhipnotis dan menerima tawarannya untuk mengantarku pulang, terserah jika nanti kak Biyan melihatku bersama cowok lain. Siapa suruh mengacuhkan aku, jika aku yang salah sih wajar tapi inikan bukan salah aku, aku juga nggak tau ada masalah apa antara kak Biyan dan Daddy tapi kenapa aku yang dibentak, aku paling benci dibentak! **** Untungnya pagi tadi mobilku mogok dan terpaksa menggunakan taksi untuk pergi ke mall, tawaran Kak Haska mengantarku dengan motornya menjadi pilihan terbaik karena jalanan mulai macet di jam pulang kantor seperti ini. Aku membuka helm dan menyerahkan kembali ketangan kak Haska. "Mampir dulu kak, lagian hujannya kian deras... berteduh dulu di dalam," kataku menawarkan diri karena iba melihatnya kebasahan, hujan tiba-tiba turun saat kami masih diperjalanan dan terpaksa kak Haska melajukan motornya dengan kecepatan penuh agar kami segera sampai dirumahku. "Bolehkah?" tanyanya lagi, aku mengangguk dan memencet bel rumah, pasti Mommy kepo lagi saat aku untuk pertama kalinya membawa teman pria, pasti ia akan berpikir macam-macam tentang hubungan kami, tapi demi kemanusiaan aku terpaksa menutup telinga dengan pertanyaan Mommy. Iba juga melihat Kak Haska kehujanan. "Ehem," aku tau dehaman siapa tapi memilih untuk acuh. "Aisha," panggilnya, aku tetap acuh dan kembali menekan bel pintu. "Aisha," ulangnya lagi. Aku tetap acuh andai tangan Kak Haska tidak menyuruhku untuk menjawab panggilan kak Biyan. "Mommmmm, aku pulang!" teriakku, tapi tetap pintu tidak terbuka. Beberapa saat kemudian aku merasakan pinggangku disentuh kak Biyan pelan dan ia lalu berdiri didepanku, tangannya seperti merogoh sesuatu dan aku melihat ia mengeluarkan kunci pintu. "Mommy dan Daddy sedang ke Bandung, mungkin Ocean sedang ke rumah temannya," balasnya memberitahu jika Mommy dan Daddy ternyata sedang tidak ada di rumah, pintu terbuka aku langsung masuk begitu saja melewati kak Biyan. "Masuk KAK... Haska," kataku sengaja memperjelas jika aku menyuruh kak Haska yang masuk bukan kak Biyan, wajahnya yang tadinya sudah tegang semakin tegang saat mendengar nama kak Haska keluar dari mulutku. "Haska," kak Haska menjulurkan kearah kak Biyan. "Biyan, kakaknya Aisha... silahkan duduk," balasnya, aku melihat tatapan menusuk kak Biyan kearahku. Aku cuek dan duduk disamping kak Haska meski tubuhku mulai kedinginan akibat kehujanan. Bukannya masuk kekamarnya, kak Biyan malah duduk bersama kami seakan menjadi pengawal yang menjagaku dari pria asing. "Ganti baju dulu Ai, nanti kamu masuk angin," aku menggeleng dan tetap bersikeras untuk duduk bersama mereka, sekalian mau tau apa yang akan dilakukan kak Biyan jika melihatku meladeni kak Haska didepan wajahnya. "Ganti baju dulu sana...baju kamu basah seperti itu, mau masuk angin?" kali ini kak Biyan yang menyuruhku, tapi dasar keras kepala lagi-lagi aku mengacuhkan perintahnya, "kakak bilang ganti baju atau kakak gendong kamu ke atas!" suaranya menggelegar seperti suara Daddy jika sedang marah besar. Dengan reflek aku berdiri dan lari masuk ke kamarku, tatapan Kak Biyan tadi sungguh menakutkan, antara mau menciumku dengan ganas atau memakanku hidup-hidup. **** Aku memilih tidak keluar kamar setelah membersihkan diri, mungkin kak Haska sudah pulang setelah mendengar amukan kak Biyan tadi. Arghhh masa bodoh, aku juga lagi bête berat dan tidak peduli jika Kak Haska berpikiran aneh tentang keluargaku. Drtt drtt Aku melihat ponselku bergetar beberapa kali, dengan malas aku mengambil ponselku, pasti w******p dari Silka atau Mommy yang menanyakan keadaan rumah, tapi mataku langsung terbelalak untuk pertama kalinya mendapati nama kak Biyan dilayar ponselku. Biyan : ping!! Hmmm waktu yang tepat untuk balas dendam, siapa suruh buat aku marah dan kesal. Aku tidak membaca w******p-nya dan hanya menatapnya. Biyan : ping!! Biyan : Kakak nggak suka kamu bawa laki-laki lain tanpa seizin kakak, pakai acara pulang basah-basahan naik motor, kalo kecelakaan bagaimana? Kalo laki-laki tadi tau jika Mommy dan Daddy tidak ada dirumah pasti dia akan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Biyan : Jangan marah lagi Biyan : I miss you so much Ai, keluarlah... ada yang mau kakak bicarakan. Haduh jiwaku langsung rontok membaca  w******p -nya seperti ini, semua rasa marah dan kesal hilang seketika. Aku berdiri dan membuka pintu, aku melihat kak Biyan sedang berdiri didepan pintu kamarku dengan tatapan sendunya. "Yakin kangen aku? Kalo kangen kenapa mendiamkan aku selama ini" sindirku. Kak Biyan mendekatiku dan langsung memelukku lalu menciumku tapi kali ini berbeda, ciumannya terasa penuh amarah dan juga rasa kesal tertahan, bahkan aku sampai kehilangan kata-kata melihat keberanianny dirumah meski saat ini tidak ada satupun orang yang melihat kami. Salah... Ada Ocean Dia ternganga dan memutar tubuhnya langsung saat melihat kami berciuman, aku langsung mendorong tubuh kak Biyan agar menjauh dariku. "Ocean!" aku berusaha mengejarnya, Ocean menutup matanya dan seketika aku panik, Ocean ini makhluk paling ember yang aku dengar. "Aku nggak lihat kok kak... bener aku nggak lihat!" katanya, aku melirik kak Biyan yang terlihat panik. "Ocean..." aku bingung memulai darimana untuk memintanya tutup mulut. "Aku nggak lihat kak... aku nggak lihat, jadi kakak jangan takut... aku tau kok kalian pacaran." Deg Jantungku berdetak tak karuan, tau? Sejak kapan! Tapi itu tidak penting, yang terpenting Ocean bisa menjaga mulutnya saat ini. "Please, kakak nggak mau kehilangan kak Biyan... kamu jugakan? Tolong rahasiakan ini dari Daddy dan Mommy," mintaku dengan sangat, Ocean lalu mengangguk dan tersenyum sambil melihat kearahku dan kak Biyan secara bergantian. "Tapi nggak ada yang gratis didunia ini kak, hehehe." beuh aku kira anak ini tulus tapi ujung-ujungnya ada sesuatu hal yang diincarnya. "Apa?" "Makanan yang buanyakkkk tapi Mommy nggak boleh tau," bisiknya, aku langsung mengacak rambutnya yang seperti Dora. "Iya iya... awas gendut lohhh!" aku melihat kak Biyan menghela nafas, aku memberi kode agar kami melanjutkan pembicaraan di gudang saja. **** Aku menatap nanar undangan yang diserahkan kak Biyan saat kami berada di gudang untuk melepas rindu tapi terhalang keberadaan Ocean yang tanpa sengaja melihat kami berciuman, untungnya anak itu bisa diajak kompromi walau aku harus memenuhi semua keinginannya, gudang yang menjadi satu-satunya kawasan di rumah ini yang luput dari perhatian Daddy tapi juga menjadi tempat dimana aku merasakan untuk pertama kalinya dihantam batu yang beratnya berton-ton, undangan pesta pertunangan bertuliskan nama kak Biyan dengan wanita yang bukan diriku, emosiku langsung meledak dan aku langsung mencabik undangan itu hingga tak berbentuk lalu melemparkan kewajah kak Biyan, mana janjinya untuk melamarku! mana janjinya untuk setia sampai ajal menjemput kami, dasar pembohong! "Oh ini toh yang membuat kakak sibuk beberapa hari ini! Ternyata... ternyata kakak menduakan aku!" teriakku, kak Biyan menundukkan wajahnya. "Maafin kakak," balasnya. "Bukan maaf yang aku minta kak, tapi ketegasan kakak... tolak pertunangan itu kalo kakak memang mencintai aku," teriakku dengan berlinang airmata, kak Biyan menghela nafas. Melihat kak Biyan diam dan tidak memberikan jawaban apapun membuatku semakin terluka, dengan tangan bergetar aku menghapus airmatanya "Oke, jadilah boneka Daddy sampai akhir hayat kakak... tapi jangan lupa jika aku adalah Aisha Putri Dinata, wanita yang akan menjaga miliknya sampai kapanpun... kakak pikir aku akan biarkan wanita itu merebut kakak dariku, tidak... aku akan melakukan apapun agar pernikahan itu gagal, yang boleh menjadi istri kakak hanya aku, aku!" aku meninggalkan kak Biyan dengan hati terluka. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN