10. Dijemput Pak ganteng

1309 Kata
Jam 5 pagi, Deema sudah siap untuk pergi berangkat menuju toko kue Kaila yang ternya bernama The K. Semalam, katanya Aiden akan menjemputnya di tempat seperti biasa ia mengantarkan Deema jam setengah 6 pagi. Aiden biasanya menjemput Deema di dekat taman sebelum ke rumahnya. Dari rumah menuju taman, memerlukan waktu 15 menit untuk sampai di sana.  Deema membangunkan Ratu sang adik, untuk memberitahu jika ini sudah pagi. Moodnya hari ini membaik, ia ingin membangunkan adiknya untuk bersembahyang.  "Ratu, Rat, bangun ..." Kata Deema sambil menggoyang-goyangkan lengan Ratu.  Ia sangat iba dengan Ratu yang harus putus sekolah karena tidak pernah membayar biaya sekolah. Deema berjanji, jika ia sudah memiliki uang, Deema akan membuat Ratu kembali sekolah.  "Ratu ..." Panggil Deema satu kali lagi. "Hmm? Iya, Kak ...." "Bangun, sudah pagi. Solat dulu." Deema merasa tenang mengucapkan kata seperti itu.  Ratu membuka matanya, ia pun terbangun dan duduk. "Dengerin, sekarang kamu mandi, pakai seragam sekolah kamu. Ini ..." Deema membuka dompetnya berisi uang dua ratus ribu pemberian dari Kaila semalam ke dalam tangan Ratu. Ratu pun sedikit terkejut, melihat kakaknya yang berubah menjadi baik, suaranya lembut, dan pagi-pagi memberikan dirinya uang sebanyak ini.  "Dengerin Gue. Lo berangkat sekolah hari ini, ya. Lo bawa kartu bayaran Lo. Bilang, kalau Lo baru bisa bayar segini, oke?"  Nyawanya yang belum terkumpul, Ratu hanya bisa mengangguk. "Kak Deema mau kemana pagi-pagi sudah rapi?" Tanya Ratu.  "Gue sekarang udah punya pekerjaan. Jangan dulu kasih tau ibu sama ayah, oke?"  "Ratu enggak perlu sekolah lagi, Kak ...." Ratu mencoba untuk memberikan uang ini kembali pada Deema. "Hey, Lo gak sekolah mau jadi apa? Lo sekolah yang tinggi, biar bisa banggain Gue. Oke? Belajar yang pinter." "Kak ... Kak Deema?" "Apa lagi?" "Kamu gak sekolah, Kak?" "Hari ini libur, masuk Senin. Gue berangkat," kata Deema yang sekarang keluar dari kamar.  Ketika membuka gorden kamarnya, Deema melihat Yoseph yang tengah duduk termenung di kursi usang yang ada di rumahnya.  "Solat, Yah. Bukan mikirin hidup," ucap Deema yang sudah tidak tahan melihat orang tuanya yang selalu saja berleha-leha memikirkan hidup mereka tanpa berusaha.  Deema yang tidak ingin melihat Yoseph lebih lama itu, ia pun keluar, dan memakai sepatu flatshoes berwarna cokelat yang satu-satunya ia punya.  Deema berjalan untuk berjalan menuju taman. Lebih baik ia yang menunggu Aiden. Dari pada Aiden yang harus menunggunya, karena ia rasa itu tidak sopan.  Tentang semalam, Deema berpikir, menjadi orang baik ternyata seru. Berbanding terbalik jika ia selalu emosi, selalu marah, itu ternyata hanya membuat hatinya semakin kesal dan selalu ingin marah. Berbicara tentang semalam juga, Aiden berbicara kepadanya untuk merubah sikap Deema perlahan-lahan, tidak ada salahnya untuk mencoba kearah lebih baik, dan lebih sabar.  Deema menghirup udara pagi hari ini sebanyak-banyaknya. Ia harus bisa menjalani hari barunya menjadi seorang pegawai. Betapa bahagianya Deema hari ini, Deema sangat-sangat bahagia.  Sampailah Deema di dekat taman, ia melihat sudah ada mobil putih yang terparkir disana dengan lampu yang menyala. Mobil siapa itu? Deema rasa, mobil Aiden adalah berwarna hitam.  Sambil melihat langit, Deema rasa pagi ini awan tidak bergeser, atau memang mendung mengisi langit pagi ini? Namun begitu, semoga harinya lebih cerah.  Deema ragu jika berjalan mendekati mobil putih itu, Deema rasa itu bukanlah Aiden. Ia pun memilih untuk berdiri dan menunggu Aiden datang menghampirinya.  Belum lama ia membuang napasnya, klakson mobil putih pun menyala. Kepala Aiden yang memakai kopiah pun menyembul di sana.  "Pak Aiden?" Kata Deema dan langsung berlari kearah mobil itu.  "Maaf, Pak. Nunggu lama ya?" Tanya Deema sambil menunggu Aiden membukakan kunci pintu.  "Enggak, saya baru sampai." Deema ragu untuk duduk di samping Aiden, atau di belakang. Aiden yang mengerti kebingungan Deema, sambil tersenyum kecil ia pun membukakan pintu depan untuk Deema.  "Cepet masuk, Kak Kaila sudah nunggu." Deema mengangguk dan masuk kedalam mobil Aiden. Mobil pun melaju untuk bisa sampai ke toko kue The K. Kaila meminta Deema datang pagi-pagi karena banyak sekali pesanan mereka hari ini.  Pesanan kue ulang tahun pun liatnya menumpuk. Dan cake-cake lain yang biasa terjual di dalam etalase, sekarang tidak memiliki cadangan.  "Sudah shalat subuh?" Tanya Aiden yang membuka pembicaraan mereka.  Deema sedikit melirik Aiden yang tengah fokus menyetir itu. Deema pun mengangguk, dan menjawab jika ia sudah shalat subuh.  "Kenapa keluar pagi-pagi gak pakai jaket?" Tanya Aiden yang melihat Deema hanya memakai kaus panjang yang cukup tipis.  "Enggak, Pak. Saya lebih suka tidak pakai jaket." "Emm ... Pak Aiden habis dari masjid ya?" Deema bisa melihat jika Aiden mengetuk-ngetuk stir mobilnya. "Iya, habis dari masjid. Memangnya saya setua itu ya, dipanggil Bapak?" Tanyanya.  Deema mengerutkan keningnya. Ia tahu Aiden itu banyak berbicara, tapi ia sedikit tidak nyaman jika Aiden berbicara non formal seperti ini kepadanya. Bukan apa-apa, hanya saja hatinya sedikit berdetak lebih kencang jika Aiden bersikap seperti itu.  Deema mengangguk untuk menjawab pertanyaan Aiden. "Iya, Bapak-kan guru saya. Berarti saya harus panggil Bapak. Gitukan?" "Emm ... Senyaman kamu saja." Langit yang Deema prediksi akan hujan, ternyata benar. Hujan turun lagi ini mengawali harinya yang cukup baik. Deema membuka kaca mobil, dan mengeluarkan telapak tangannya untuk menyambut hujan yang turun.  Semua gerak gerik Deema tentu saja terlihat di mata Aiden. Deema, sama dengan hujan gerimis. Aiden tidak perlu menanyakan lagi mengapa Deema suka hujan, ia sudah peka dan sadar jika nama Deema memiliki arti hujan.  Aiden memberikan sweater berwarna maroon kepada Deema. "Pakai, kamu bisa masuk angin," kata Aiden.  Otak Deema dan gerak tubuhnya, perlahan membeku karena mencoba mencari arti apa maksud dan tujuan dari Aiden ini. "Pakai, atau saya tutup kaca mobilnya." Deema pun memakai sweater itu, hanya untuk bisa bermain dengan hujan. Setelah puas karena tangannya kedinginan, ia pun menyandarkan tubuhnya dengan nyaman untuk bisa mendengarkan suara hujan yang sangat menenangkan ini.  Aiden kembali melihat Deema yang tengah menutup matanya dengan tenang. Ia tidak tega jika harus menutup kaca mobil, karena Deema pasti akan marah. Aiden pun membiarkan hal itu, ia tidak ingin menghancurkan hari Deema yang sepertinya ia rasa sedang baik.  "Pak, kenapa baik kepada saya?" Aiden terkejut mendengar ucapan dari Deema.  "Hanya ingin berbuat baik. Lagipun kamu murid saya." Sebentar, Deema terhipnotis dengan ketampanan Aiden yang memakai kopiah hitam itu. Dengan kulit putih bersih, dan otot-otot tangan yang tengah mengendalikan stri mobil, membuat matanya terhipnotis.  "Saya udah tau kalau saya keren." Deema langsung mengubah ekspresinya. "Dih, kegeeran banget sih, Pak. Saya gak bilang ya kalau Bapak keren." "Lagian, kamu terus ngeliatin saya dari tadi." "Bapak bener-bener percaya diri banget ya jadi orang." Emosinya kini mulai terpancing karena berbicara dengan Aiden. Aiden selalu saja bisa membuat dirinya terombang-ambing.  Dan satu lagi, Deema terheran dengan Aiden yang selalu banyak berbicara, tetapi ekspresi wajahnya selalu saja datar. Deema hanya bisa melihat senyum Aiden satu atau dua kali. Itupun tak lama.  Jika di cerita-cerita novel yang selalu teman-temannya ceritakan kepada dirinya, laki-laki dengan wajah datar itu, pasti akan irit berbicara. Namu, sepertinya tidak berlaku kepada Aiden yang banyak sekali berbicara, bahkan terkesan bawel. Tapi, ekspresi wajahnya selalu saja datar.  "Jadi orang harus percaya diri. Biar gak gampang nyerah." "Ya tapi gak kepedean juga, Pak," ucap Deema yang tidak ingin kalah kali ini.  Aiden tertawa kecil, tapi Deema bisa melihat jika wajahnya masih saja datar. "Kenapa Bapak ketawa? Kalau mau ketawa-ketawa aja, gak usah ditahan kaya gitu. Jadinya kaya suara sapi kejepit." "Bawel kamu, cepetan turun udah sampai." Deema melihat sisi kirinya, ternyata ia sudah sampai di toko kue The K ini.  "Bapak gak ikut turun?" Tanya Deema.  "Enggak. Saya ada kerjaan." "J--jadi buat apa Bapak jemput sa--" "Turun, pakai payung ini." Aiden memberikan payung berwarna biru muda kepada Deema.  "Enggak usah, Pak. Saya lari saja." "Pakai, atau--" Sebelum Aiden melanjutkan ucapannya yang pastinya akan semakin aneh, ia pun mengambil payung itu dan turun dari mobil Aiden.  "Terimakasih ya, Pak. Semangat kerjanya," kata Deema dengan senyum manis yang ia punya.  Deema pun masuk kedalam toko yang baru buka setengah pintu. Setelah melihat Deema masuk kedalam toko, Aiden pun pergi dari tempat ini dengan senyum yang sangat lebar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN