''Halo? Siapa?'' Baru saja Deema bangun dari tidurnya, karena ada sebuah nomer telpon tanpa nama terus menghubunginya.
''Ini anak Lo?''
Deema mengerutkan dahinya. Ia bingung dengan suara yang baru saja ia dengar. Suara itu seperti berasal dari seorang laki-laki yang memakai pengubah suara di ponselnya. Suaranya besar dan berdengung.
''Halo? Ini siapa?'' tanya Deema sekali lagi.
Suara yang ia dengar di telpon saat ini sangatlah hening.
''Anak Lo cewek? Boleh juga buat Gue ....''
''Hey ... Anda jangan asal bicara ya.'' Deema kembali mendengar suara aneh itu mengucapkan kata yang jelas ia dengar di telinganya.
Anak? Anak siapa maksudnya? Siapa yang menghubungi dirinya pagi hari seperti ini dan bertelepon tidak jelas.
Tak lama Deema langsung mendengar suara bising dan orang meminta ampun, telpon pun langsung di tutup secara sepihak.
''Halo ... Hey ... Halo ....''
Mendengar ucapan penelpon tadi, hanya ada satu hal yang ia ingat saat ini adalah ibu dan ... Ayahnya, Yoseph. Deema buru-buru turun dari kasurnya dan menyalakan lampu, untuk memastikan ibunya masih ada di kamar tidurnya dengan keadaan baik-baik saja.
''Ya Allah ... Alhamdullah ...'' ucapnya ketika melihat sang ibu masih tertidur dengan lelap.
Lalu yang tadi menelponnya itu siapa? Siapa yang berani menelponnya dan berkata tidak jelas?
Ada rasa tidak enak dihatinya menyangkut ayahnya yang belum pulang selama berminggu-minggu. Ketika mendengar orang berbicara tadi, dan menyebut dirinya sebagai seorang anak, Deema sangat yakin sekali jika ini semua ada hubungannya dengan Yoseph.
Meskipun ia tidak suka dengan ayahnya, tapi mau bagaimana pun Yoseph tetaplah ayahnya. Deema kembali menelpon ke nomer yang sudah menelponnya tadi, namun nomer itu malah tidak aktif.
''Aish ... Ayah kenapa ya? Kok Gue jadi panik gini ...'' gumamnya sambil berjalan bolak-balik di depan kamarnya.
Deema melihat jam saat ini masih menunjukan pukul 5 pagi. Ya, aneh sekali ada orang yang menelponnya pagi-pagi seperti ini.
Firasat Deema tentang ayahnya tidak baik-baik saja. Rasa paniknya menjadi-jadi ketika ia mendengar suara gaduh dan orang meminta ampun.
Deema tak sadar jika air matanya menetes begitu saja.
''Ayah ...''
Tanpa sadar, Deema memanggil ayahnya sambil meneteskan air mata.
''Deema?''
Deema terkejut dengan kehadiran Kinanti yang baru saja bangun dari tidurnya. Melihat itu Deema memilih untuk berjalan masuk ke kamar tidurnya dan mengusap air matanya dengan cepat.
''Sudah bangun? Kok langsung masuk?''
''Ha? Iya, Bu aku lagi ambil handuk.'' ucap Deema sambil mengambil handuknya untuk mengusap air matanya yang kembali menetes. Untung saja suaranya tidak bergetar.
''Ibu mau ke toilet? Duluan saja,'' ucap Deema yang masih ingin menyembunyikan wajahnya yang berlinang air mata.
''Iya, sebentar ya ....''
Deema menghembuskan napasnya. Ia kembali menahan air matanya yang akan turun. Ia tahan sampai benar-benar tidak ada lagi air mata yang akan menetes di matanya.
''Gak ... Gak boleh over thinking ... Ayah baik-baik aja, Ya ... Ayah baik-baik aja ....''
Deema yang tidak ingin memikirkan hal yang tidak pasti itu, lebih baik menyiapkan seragam sekolahnya yang akan ia pakai hari ini. Hari ini pun ada pelajaran olahraga tentunya Aiden yang mengajar. Deema juga menyiapkan pakaian untuk kerjanya nanti siang.
''Ibu sudah, Nak ...'' Deema bisa mendengar suara itu dari ibunya.
''Iya, Bu.''
Deema berjalan ke arah toiletnya, ia harus menenangkan dirinya dengan menyiramkan air dari atas kepala hingga ujing kakinya, agar semua pikiran-pikiran negatif yang ia punya terbuang oleh air itu.
Tak butuh waktu lama untuk Deema membersihkan tubuhnya, ia pun sudah selesai dengan kegiatan membersihkan dirinya, dan pergi untuk memakai pakaian.
Biasanya, Deema belum langsung memakai seragam sekolahnya, ia memilih untuk memakai baju biasa terlebih dahulu karena Deema suka membantu Kinanti memasak di pagi hari.
Benar saja, setelah berganti baju Kinanti kini sudah berada di dapur untuk melakukan rutinitasnya.
Melihat ibunya yang terlihat ceria itu, membuat Deema tak tega untuk memberitahu tentang telpon yang ia terima tadi. Lebih baik Deema selesaikan masalah ini sendiri.
''Ibu, Ibu masak apa hari ini?'' Kinanti setiap harinya rajin memasak karena Deema memberi uang untuk keperluan Kinanti memasak.
''Ibu mau bikin telur dadar, sambal goreng kentant, dan bakwan.''
''Banyak banget, Bu. Deema bantu ya ....''
''Iya, tentunya harus Deema bantu.''
Sambil bercerita dengan ibunya, Deema membantu Kinanti untuk mengupas kulit kentang, wortel dan bahan-bahan masakan lainnya. Semua bahan-bahan mentah itu Deema handle, dan nanti biar Kinanti yang memasaknya.
''Katanya, Aiden suka sama perkedel buatan kamu ya?'' tanya Kinanti.
''Loh, kok Ibu tau?''
''Tau dong, Aidenkan cerita sama Ibu.''
''Oalah ... Aku baru tau ....''
''Kamu itu turunan nenek kamu banget. Jago masak, jago buat kue, jago nyanyi. Ah ... Ibu seneng banget punya anak kaya kamu.''
''Ibu, bisa aja ....'' kata Deema yang tidak ingin banyak di puji.
Teringat akan Ratu yang belum bangun dari tidurnya, Deema memanggil Ratu dari dapur. Suaranya pasti terdengar sampai kamar karena jarak dari dapur dan kamarnya tidaklah jauh.
''Ratu? Bangun Rat, sudah siang ...'' kata Deema.
Tak lama Ratu berjalan sambil membawa handuknya dengan mata yang setengah tertutup. ''Dibuka dulu matanya, baru mandi, Ratu ...''ingat Kinanti.
''Iya, Ibu ...'' ucapnya yang langsung masuk ke dalam toilet.
''Ibu mau ke Mall jam berapa?'' tanya Deema.
''Emmm ... Mungkin jam dua siang, Ibu tunggu Ratu aja.''
''Iya, Ibu harus tunggu Ratu. Jangan sendiri. Oh iya, Ibu jangan lupa beli vitamin juga, biar makin keliatan awet muda.'' ucap Deema sambil tersenyum.
Deema dapat melihat perubahan drastis dari Kinanti yang saat ini makin terlihat awet muda karena terua tersenyum sepanjang hari, mungkin ia merasa sedikit-demi sedikit beban di dalam hidupnya pudar begitu saja.
''Iya, Deema. Ibu pasti ingat.''
....
Waktunya berangkat sekolah, Deema yang sudah siap dengan semuanya, saat ini tengah menunggu Aiden di depan rumahnya. Seperti biasa, Aiden pasti datang tepat waktu dan Deema pun langsung menaiki mobil Aiden dan menyapa kekasihnya itu.
''Hai ... Selamat pagi,'' sapa Deema sambil tersenyum.
''Pagi, Deema ... Happy?'' tanya Aiden.
''Selalu happy,'' jawab Deema.
Aiden yang percaya pun mengangguk dan mulai melajukan mobilnya. ''Ratu gak bareng?'' tanya Aiden.
''Ratu mau pergi bareng sama Ibu,'' ucap Deema.
''Oh ya? Mau kemana Ibu berangkat pagi-pagi? ''
''Aku kurang tau, bilangnya mau ke pasar beli sayuran terus ada apa gitu kata dia, aku lupa, Mas ....''
Di sini Deema mulai kehilangan selera untuk berbicara karena teringat tentang kejadian tadi pagi. Ia tidak berani bercerita kepada siapapun karena ... Ia tidak berani.
''Hari ini tidak ada simulasi, pelajaran saya di tuker jamnya setelah istirahat. ''
Deema mengangguk. ''Iya, aku sudah baca di grup.''
Aiden mengangguk. Keadaan diantara mereka menjadi hening tanpa suara. Biasanya Deema yang terus bertanya dan cerewet jika pagi-pagi seperti ini, tapi ... Aiden lihat wajah Deema seperti sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
''Yakin kamu happy?'' tanya Aiden kembali.
''A? Kamu bilang apa, Mas?'' tanya Deema yang tidak mendengar Aiden berbicara apa.
Mendengar Deema bertanya, membuat Aiden semakin yakin jika Deema sedang memiliki masalah. ''Ada masalah apa? Cerita saja,'' ucap Aiden.
''Eng--engak kok, Mas ... Aku gak ada masalah ....''
''Yakin?''
''Iya, Mas Aiden ... Ngomong-ngomong, kamu sudah makan?'' tanya Deema.
Aiden menggeleng. ''Pasti minum kopi?'' tebak Deema, dan Aiden mengangguk.
''Mas ya ... Kalau di bilangin susah banget kaya anak TK.''
''Biarin,'' jawab Aiden.
''Kok gitu jawabnya? Aku bawa makan buat kamu. Ada sambal goreng kentang, telur dadar sama bakwan. Kamu makan ya sebelum ngajar nanti.''
''Kamu masak sebanyak itu?'' tanya Aiden.
''Aku dan Ibu.''
''Aku juga tau, Mas ... Kalau kamu jarang mau makan masakan di sekolah.''
Aiden mengangguk membenarkan hal itu. ''Makanan di sekolah hambar-hambar, enggak seperti masakan kamu.''
Deema tersenyum mendengat itu. ''Yaudah ... Dimakan ya.'' Deema menyimpan tas kecil yang berisi kotak makan itu di belakang jok mobil Aiden.
''Bunda apa kabar, Mas? Udah lama aku gak ketemu.''
''Bunda asam uratnya suka kambuh akhir-akhir ini. Dia nanyaij kamu waktu kemarin, saya bilang kamu lagi sibuk ujian.''
''Ya Allah ... Tapi sudah diobati?''
Aiden mengangguk. ''Sudah, Bunda orangnya gak suka minum obat. Jadi susah banget kalau mau minum obat, harus di bujuk.''
''Oh ya? Kasian banget, Bunda ... Salam ya buat Bunda. Aku gak bisa berkunjung karena aku gak tau gimana cara membagi waktu aku.''
''Tidak apa-apa, Bunda mengerti ....''
Tak lama, akhirnya mereka pun sampai di parkiran sekolah. Seperti biasa, sebelum turun dari mobil, Deema selalu mencium tangan Aiden. ''Aku turun duluan ya, Pak Guru ganteng ... Jangan lupa di makan. Bye-bye ....''
Deema pun turun dari mobil dan berlari untuk cepat sampai di kelasnya, karena ia ingin merebahkan tubuhnya yang sudah lelah di pagi hari seperti ini.