Saat ini, Deema, Aiden dan Zaffran masih berada di ruangan yang akan diisi oleh Kinanti, ibu dari Deema. Aiden menyiapkan ruangan ini khusus untuk Kinanti, agar Kinanti bisa kembali bekerja dan menikmati hidupnya kembali.
Pertemuan antara Aiden dan Kinanti baru satu kali, tapi Aiden sudah merasa serasi berbincang dengan Kinanti. Ia melihat, Kinanti adalah seorang ibu yang sangat tulus, Kinanti pun merelakan semua keinginannya hanya demi mementingkan kedua anaknya. Dan karena Aiden sudah melihat sisi itu dari Kinanti, tidak ada salahnya Aiden memberikan hadiah untuk Kinanti. Sebagai rasa terimakasih juga, karena telah melahirkan dan merawat Deema hingga sampai saat ini.
Sampai sini, semua orang pasti tahu, sebesar apa rasa sayang dan cinta Aiden kepada Deema dan keluarganya.
''Coba duduk di sini,'' ucap Aiden menyuruh Deema untuk duduk di kursi yang akan di pakai ibunya nanti.
Deema tidak menolak, ia langsung duduk di kursi yang terlihat sangat mahal itu. Ah, betapa nyamannya berada di sini. Ia tidak sabar ingin pulang, ingin menceritakan hal membahagiakan ini ke ibunya.
''Nyaman?'' tanya Aiden.
''Nyaman banget, Mas. Ibu pasti suka, suka, sukaaaa ... Banget .....''
Zaffran yang melihat itu pun tersenyum, tak lama senyumnya itu terhenti ketika Aiden dengan sengaja menyenggol lengannya. ''Apa Lo liat-liat?'' tanya Aiden, yang membuat nyali Zaffran ciut.
''Liat dikit, Bos. Sensi banget sih.'' kesal Zaffran yang memilih duduk di sofa.
''Sudah? Mau coba roti enak?'' tawar Aiden.
''Roti? Perutku masih kenyang.''
''Di lantai bawah ada toko roti dan minumnya juga. Rotinya enak-enak, kalau di tawarin ke sana harus mau, jangan nolak,'' belum sempat Aiden menjawab, Zaffran sudah terlebih dahulu berbicara, seperti seorang SPG yang tengah mempromosikan dagangannya.
''Tukang promosi,'' jawab Aiden.
''Biarin kali, toko-toko Gue.''
''Kalau Gue tutup gimana?''
''Eh ... Jangan dong, Bos ... Ayo, ayo untuk hari ini gratis buat Bos dan Deema ...'' ucapnya yang ingin mencari aman.
Deema yang mendengar kata gratis itu pun senang, tapi ia butuh informasi yang akurat, benar atau tidak jika toko roti itu adalah toko punya Zaffran.
''Mau? Zaffran yang punya.''
''A? Yaudah, Mas. Aku mau coba.'' jawab Deema.
Aiden pun mengangguk dan mengajak Deema untuk turun ke lantai satu, karena di sana toko itu berada. Deema terheran dengan konsep perusahaan Aiden. Bagaimana bisa di dalam perusahaan ada sebuah toko? Ah biarlah, Aidenkan bosnya.
''Turun pakai lift aja ya, kalau lewat tangga saya gak bisa menjamin.''
''Iya, Pak, lewat tangga saja,'' jawab Deema.
Seketika langkah Zaffran terhenti mendengar ucapan dari Deema. Deema pun bisa mendengar jika Aiden menahan tawanya yang akan keluar.
''Gue dipanggil, Pak, Bos ...'' ucap Zaffran yang merasa sedih.
''A--eng ... Aku harus panggil apa dong, Mas?'' tanya Deema kepada Aiden. Ia ingin meminta pendapat Aiden agar ia tidak salah kembali.
''Tidak apa-apa, panggil Bapak saja.'' Jawab Aiden yang membuat Zaffran kesal dan memilih berjalan terlebih dahulu ke dalam lift.
Deema hanya bisa tersenyum canggung, meruntuki kebodohannya.
Mereka sampai di lantai satu, semua mata memandang ke arah mereka bertiga. Saat ini posisi mereka seperti sedang mengawal seorang selebriti. Bagaimana tidak? Aiden dengan gagahnya berjalan di depan Deema, dan begitupun dengan Zaffran yang berjalan gagah di belakang Deema.
Semua wanita yang melihat itu sangat iri kepada Deema, bagaimana bisa Deema dikawal oleh dua laki-laki yang sangat tampan.
Zaffran dan Aiden membiarkan para karyawannya itu melihat ke arah mereka tanpa menegurnya. Sampai mereka masuk ke dalam toko pun, tatapan mereka tidak lepas.
Sesampainya masuk ke dalam toko yang sepi pengunjung, Deema memilih langsung duduk dan mengatur napasnya. ''Kenapa?'' tanya Aiden.
''Kamu gak tau? Dari awal aku masuk ke perusahaan kamu tadi siang, kalau lagi jalan aku selalu tahan napas.''
Aiden duduk di hadapan Deema. ''Kenapa tahan napas?''
''A--aku malu banget, Mas ... Ya ampun ... Mana tatapan mereka itu kaya galak-galak semua ....''
Aiden sedikit tertawa. ''Lagian kenapa perusahaan ini isinya cewek semua sih,'' kesal Deema.
''Kenapa? Kamu mau ganti perusahaan ini isinya jadi cowok semua?''
''Enggak gitu juga, Mas ... Tapi aku kesel aja. Lain kali kalau mau liat karyawan kamu kerja, pakai topeng atau pakai masker. Ngerti, Mas?''
Aiden mencubit hidung Deema dengan gemas. ''Mereka gak berani macem-macem, sayang ....''
''Kata siapa? Aku liat kok semua karyawan kamu ceweknya cantik-cantik semua, seksi semua lagi. Aish .....''
Aiden kembali tertawa karena melihat Deema yang sedang kesal itu sangatlah lucu. ''Iya, sayang ....''
''Jangan iya-iya aja ... Aku kesel nih ....''
''Jangan kesel-kesel, nanti cantiknya ilang.''
Deema sedikit tersenyum malu-malu. ''Dasar tukang gombal.''
Tak lama Zaffran yang tadi menghilang, kini datang dengan satu nampan yang berisi penuh dengan roti dan dua gelas minuman.
''Sikahkan di nikmati, Bu Bos dan Pak Bos ....''
''Terimakasih ...'' ucap Deema.
Zaffran pun mengangguk. ''Ini, ada cappucino. Dan rotinya, ada roti original best seller di kita, dan juga roti sobek dengan rasa slai kopi alpukat. Belum pernah makankan? Silahkan di coba, ini pasti enak.''
''Hati-hati ... Dia pecinta roti,'' bisik Aiden membuat Zaffran sedikit terkejut.
''Ah ... enggak kok, aku cuma sebatas suka aja.'' ucap Deema yang mendengar bisikan dari Aiden.
''Baiklah kalau begitu, semoga Bu Bos dan Pak Bos suka. Saya permisi ke belakang dulu, mau itung uang. Bye ....''
Aiden hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Zaffran yang selalu saja di luar nalar.
''Emm ... Kayanya ini enak deh, Mas. Kamu udah pernah coba?'' tanya Deema, ia masih belum memakan roti itu.
''Saya baru coba yang roti originalnya aja, itu enak.''
''Aa ... Oke-oke, aku coba ya ....''
Tanpa menggunakan garpu atau apapun itu, Deema langsung mengambil roti original dan memakannya. ''Wah ... Enak banget sih ini, luarnya bisa crispy gitu ya? Di luarnya asin tapi dalemnya ada manis-manisnya gitu ... Aku suka banget deh
... Padahal ini baru gigitan pertama.''
Aiden yang melihat itu tersenyum, ia mengambil tissue dan mengusap pinggiran bibir Deema yang penuh dengan bubuk-bubuk dari roti. ''Enak?'' tanya Aiden.
''Emm ... Enak banget. Kamu coba deh ....''
Lain halnya dengan Deema, Aiden menggunakan garpu dan pisau untuk memakan rotinya itu. ''Iya, enak.''
''Ah ... Aku harus bisa bikin roti kaya gini,'' kata Deema yang menyemangati dirinya agar bisa membuat roti sendiri.
''Kalau saya ajakin kamu kursus satu minggu untuk buat roti mau?''
Deema terkejut mendengar itu. ''Hah? serius, Mas?''
''Iya. Kalau kamu ada waktu, bilang saja, nanti saya cari tempat buat kamu belajar membuat kue atau roti.''
''Aku mau banget, tapi minggu depan aku udah ngadepin banyak ujian.''
Aiden mengusap rambut Deema. ''Yasudah ... Nanti selesai ujian, saya carikan tempat ya.''
Deema pun mengangguk. ''Siap, Mas ....''
....
''Terimakasih untuk hari ini ...'' ucap Deema yang hendak turun dari mobil.
Saat ini jam sudah menunjukan pukul 8 malam, Aiden mengantarkan Deema sampai ke depan rumahnya.
''Makasih terus ... Bosen saya dengernya.''
''Aish ... Aku cuma bisa bilang makasih tau ... Gak bisa balas budi buat kamu.''
Aiden mendekatkan dirinya ke arah Deema, lalu membisikan sesuatu di sana. ''Gak perlu balas budi, cukup jadi diri kamu saja. Dan selalu ada di sisi saya, itu sudah lebih dari cukup.''
Selesai mendengarkan Aiden berbicara, Deema langsung menjauhkan dirinya. Seluruh tubuhnya merinding karena Aiden yang berbisik di dekat telinganya. ''Mas, kebiasaan deh suka bisik-bisik gitu ....''
Aiden tersenyum. ''Yaudah sana turun, jangan lupa di bawa makanannya. Ganti baju langsung tidur, okey?''
''Em ... Aku mau ganti baju dulu, terus cerita sama ibu. Bolehkan? Belum terlalu malam ini, Mas ....''
Aiden mengangguk dan mengusap kepala Deema. ''Iya, kamu masuk saja. Sampai jumpa besok. Selamat malam ....''
Deema mengangguk, sebelum turun ia terlebih dahulu mencium tangan Aiden. ''Selamat malam, Mas ... I love you ...'' ucap Deema yang langsung berlari terburu-buru keluar dari mobil.
Aiden yang melihat itu tertawa. Entah mengapa ia gampang sekali tersenyum dan tertawa jika berada dekat dengan Deema. Selesai memastikan Deema masuk ke dalam rumahnya, Aiden pun pergi untuk pulang ke rumah.
Deema yang sudah masuk ke dalam rumah, ia pun membuka sepatunya. ''Bu ... Ibu?'' panggil Deema.
''Iya, Nak. Ibu di kamar kamu,'' jawab Kinanti.
Deema rasa ibunya itu pasti sedang menemani Ratu mengerjakan tugas sekolah. ''Assalamualaikum, Bu ...'' ucap Deema yang langsung mencium tangannya.
''Habis dari mana? Bukannya kamu libur kerja kalau hari senin?''
''Ah ... Aku mau cerita. Aku itu tadi habis di ajak Mas Aiden ke perusahaannya.''
''Oh ya? Kok Ibu gak tau.''
''Deema lupa ngasih tau. Hehehe ....''
''Oh iya, tadi itu waktu aku ke sana perusahaan Mas Aiden itu besarrrrr banget. Aku nungguin dia meeting, Bu. Dan Ibu tau?''
''Apa tuh?'' tanya Kinanti.
''Mas Aiden udah nyiapin ruangan khusus buat Ibu. Itu bagus banget Bu. Ya ampun ... Ibu pasti suka. Nih, Deema foto.''
Deema bercerita sangat excited, sampai-sampai Ratu dan Kinanti pun ikut tersenyum ketika Deema sedang bercerita itu. Deema memberi ponselnya yang menunjukan gambar ruangan yang akan Kinanti gunakan nantinya.
''Masyaallah ... Bagus banget ....''
''Baguskan? Ibu suka?''
Kinanti mengangguk. ''Ibu suka banget. Dulu ruangan Ibu gak semewah ini,'' ucapnya yang terharu.
Deema pun memberikan Kinanti sebuah tas berukuran cukup besar. ''Ini, Mas Aiden ngasih Ibu buku buat Ibu baca-baca. ''
Kinanti pun menerima buku itu. ''Ini buku mahal dan pasti dalemnya bagus banget. Ibu akan pelajari, Nak. Sampaikan terimakasih untuk Aiden ya ....''
Deema mengangguk. ''Bu, aku punya rezeki buat Ibu. Besok ... Sepulang sekolah Ratu, Ibu pergi ke Mall ya. Ibu beli make up, beli tas, sepatu atau apapun yang Ibu butuhkan buat kerja nanti. ''
Deema mengambil amplop yang cukup tebal, lalu ia berikan kepada Kinanti. ''Ibu beli saja Make up, sepatu dan tas. Kalau urusan pakaian, kata Mas Aiden itu dari perusahaan. ''
''Ini, Bu. Buat Ibu.'' Deema memberikan amplop itu untuk ibunya. Uang yang tadinya ia kumpulkan untuk membayar sekolah, kini lebih baik ia berikan kepada ibunya.
Deema dan Ratu bisa melihat Kinanti menangis meneteskan air matanya. ''Ratu juga, kalau mau beli sesuatu beli aja. Kalau mau beli handphone, maaf ya, Gue belum bisa beliin. Tapi kalau bulan depan Gue ada rezeki insyaallah Gue beliin Lo Handphone.''
Ratu menggeleng. ''Aku gak perlu pegang handphone, Kak.''
Deema tersenyum. ''Gue tau, semua temen-teman Lo udah pegang handphone. Gue juga mau Lo punya benda kaya gitu. Gue usahain bulan depan Gue beliin buat Lo, ya?''
''Makasih, Kak ....''
''Terimakasih ya, Nak ...'' ucap Kinanti sambil mengusap Deema.
''Sama-sama, Ibu ... Ratu, besok temenin Ibu ya? Hati-hati bawa uangnya, Bu.''
''Ini, aku tadi makan roti di toko roti yang ada di perusahaan Mas Aiden. Yang punya toko rotinya itu, sekertaris dari Mas Aiden. Ini, dia bungkusin buat di bawa pulang ke rumah.''
''Ibu udah makan? Ratu udah makan?''
''Ibu belum mau makan, katanya mau nungguin kamu, Kak.''
''Yasudah. Makan malam pakai roti aja ya. Ini enak banget, Bu. Cobain deh ....''
Deema memberikan satu bungkus roti kepada Ratu, dan ia pun membukakan bungkus roti untuk ibunya. ''Sebentar, aku ambil gelas dulu buat nuangin su-sunya. Itu di makan pakai su-su enak loh ....''
Deema bejalan ke dapur untuk mengambil dua buah gelas. Ia pun menuangkan s**u di sana. ''Di minum, Rat, Bu. Gimana, rotinya enak?''
''Enak banget, Kak. Makanan yang kamu bawa selalu enak.''
''Orang bisa ya membuat makanan seenak ini?'' tanya Ibunya.
Deema tersenyum melihat adik dan Ibunya bahagia. Saat ini Deema sudah merasakan perubahan yang drastis di dalam hidupnya. Ternyata tuhan baik, sangat-sangat baik.