81. Aiden dan kalori

1534 Kata
Hari minggu pagi, saat ini Deema dan Ratu tengah berolahraga di sekitaran komplek mereka. Karena saat ini mereka tinggal di kawasan perumahan yang cukup elit, membuat Deema dan Ratu bersemangat untuk joging di pagi hari ini. Deema rasa tetangga di sini hidupnya individual, mereka hidup sendiri-sendiri. Mungkin juga mereka sibuk bekerja, tinggal beberapa hari di sini, Deema belum pernah menyapa tetangganya, karena ia tidak pernah melihat tetangga di rumah sebelahnya. ''Kak, mau liat ke taman komplek nya gak? Aku waktu lewat kemarin sama Ibu, banyak pedagang kaki lima loh ....'' ''Ratu, kita mau olahraga, membakar lemak, bukan menambah lemak.'' ''Tapi ... Gak ada salahnya juga, Kak ... Kita beli sarapan di sana.'' Mendengar itu, Deema tersenyum. ''Ah ... Ide yang bagus. Ayo kita cari sarapan di sana.'' ''Tadi nolak, Kak ....'' ''Itu pengecualian, Ratu ....'' Mereka kini mengubah kecepatan jalan mereka menjadi sedikit berlari, agar cepat sampai di tempat yang akan mereka tuju. Dari arah jauh, mereka sudah melihat banyak sekali orang-orang yang mengunjungi tempat ini. Bahkan, taman ini sangatlah luas. Sepertinya mereka yang berkunjung, juga ada yang berasal dari luar komplek ini. ''Kita muterin trek ini dua kali, baru kita cari sarapan, oke?'' ajak Deema. ''Oke, Kak. Siap.'' Deema dan Ratu kini sedang berlari bersama, untuk menghilangkan lemak-lemak yang ada di badan mereka. Ketika mereka telah sampai dua kali berputar, mereka pun merasa lelah, karena jalanan ini cukup panjang. ''Huft ... Huft .... Capek banget, Kak ....'' ''Ah ... Iya capek banget.'' ''K--kakak sih, nyuruh lari dua puteran.'' ''Huft ... Huft ... Lagian kamu juga kenapa nurut aja.'' Untung saja, Ratu membawa satu botol minum di tempat minumnya. Ia pun meminum air yang sudah ia bawa dari rumah. ''Nih, Kak ... Minum dulu.'' Deema pun menerima air minum yang diberikan oleh Ratu. ''Huft ... Lega ....'' Deema merasakan ada sebuah getaran yang berasal dari kantong celananya. Ia pun mengambil ponselnya, sepertinya ada sebuah telpon yang masuk. ''Mas Aiden,'' gumam Deema, ia pun langsung mengangkat telpon itu. ''Selamat pagi, Mas ...'' sapa Deema. ''Pagi. Kamu dimana, kok rame?'' ''Aku lagi di taman komplek lagi olahraga. '' ''Yakin olahraga? Bukannya memburu jajanan?'' ''Hehehe ... Dua-duanya sih. Ada apa, Mas?'' ''Saya kira kamu di rumah.'' ''Kenapa memangnya?'' ''Baru saya mau ajak kamu ke alun-alun. Yasudah, tunggu di sana, saya menyusul.'' ''E--emangnya .... Yah keburu dimatiin,'' ucap Deema yang melihat telponnya sudah dimatikan oleh Aiden. Memangnya Aiden tahu dimana tempatnya? Oh ... Mungkin Aiden sudah tahu, karena rumah inikan yang memilih Aiden. Tentunya Aiden pasti tahu tempat ini. ''Kenapa, Kak?'' tanya Ratu. ''Mas Aiden mau kesini katanya. Kita tunggu dimana ya, biar dia ngeliat kita?'' tanya Deema. ''Ah ... Nunggu di situ aja, Kak, pintu masuk sebelum parkiran.'' Deema mengangguk dan mengajak Ratu untuk duduk di sana dan menunggu Aiden datang, dan berolahraga bersama mereka. ''Hari ini mau jadi beli peralatan lukis?'' tanya Deema, karena ia sudah berjanji kepada Ratu untuk membelikan adiknya itu alat-alat untuk melukis. ''Ini seriusan, Kak?'' tanyanya satu kali lagi. Deema mengangguk. ''Seriusan, dong. Kalau Lo udah pinter ngelukis ... Lo bisa tuh jualan online, kaya gambar di atas baju, tas, jaket dan lainnya. Biasakan?'' ''Ah ... Aku pernah gambar burung diatas tas, pakai spidol. Hasilnya bagus banget.'' ''Nah, nanti Lo belajar dulu diatas kanvas, sesudah itu baru aplikasikan di benda-benda lainnya. Itu juga bisa jadi ide jualan.'' Ratu mengangguk dengan antusias. ''Akhirnya ... Makasih, Kak ....'' ''Memangnya Lo tau dimana tempat beli kaya gitu? Gue sih gak tau.'' ''Di mall ada, Kak. Ada juga yang paling lengkap di sebuah toko, yang deket sama universitas di jalan negara itu. Tapi kalau dari sini kita naik angkutan umum sekitar empat puluh menit.'' ''Lo mau kesitu, atau ke mall aja? Tapi kayanya di mall gak lengkap ya?'' ''Iya, kalau di tokonya itu lengkap banget, dan harganya lebih murah.'' ''Mau kesana? Ayo, nanti sekitar jam sebelas siang, kita pergi ke sana ya ....'' ''Wah ... Seru banget pasti. Aku juga punya tabungan, Kak. Jadi bisa tambah-tambah untuk beli alat yang aku mau.'' ''Tabungannya disimpen aja, biar Gue yang beliin semuanya. Ah, itu Mas Aiden. Mas ... Mas ...'' panggil Deema sambil melambaikan tangannya. Deema dan Ratu pun berdiri lalu menghampiri Aiden dari belakang, karena Aiden tidak melihat keberadaan mereka. ''Dar! Hahaha ... Kaget ya ....'' Deema dan Ratu tertawa karena sudah mengerjai Aiden. Sampai-sampai ekspresi wajah Aiden sangat terkejut dan mengusap dadanya. ''Deema, bikin kaget aja.'' ''Hehehe ... Lagian kamu dipanggil-panggil gak denger. Makanya di buka earphonenya, b***k baru tau rasa,'' ucap Deema yang melihat ada sesuatu benda kecil berwarna hitam yang menempel di telinga Aiden. ''Ha?'' ''Tuhkan udah b***k,'' jawab Deema. Ratu tak henti-hentinya tertawa karena melihat kelucuan kakak dan calon kakak iparnya itu. Deema mengambil pelan-pelan earphone yang menutupi kedua telinga Aiden. ''Mas, kalau ditempat umum, jangan pakai kaya gini, ya ... Gak baik,'' kata Deema. ''Iya, lagian saya mau olahraga kok.'' ''Yakin mau olahraga, gak mau ikut kita sarapan bubur?'' ajak Deema. Deema dan Ratu bisa melihat kegoyahan di hati Aiden yang mendengar ajakan mereka. ''Kalori bubur dikit, Mas. Kalau gak pakai kacang dan kerupuk. Tapi ... Justru itu part paling enaknya sih. Hahaha ....'' ''Badan Kakak udah bagus, gak bakal berubah kalau makan bubur,'' ucap Ratu sambil mengacungkan jempolnya. Deema menahan tawanya mendengar Ratu memangil Aiden dengan sebutan kakak. ''Kenapa, ketawa? '' tanya Ratu. ''Panggil dia, Om. Gak cocok dipanggil kakak,'' kata Deema. ''Bohong, panggil saja Kakak, sama seperti kamu memanggil Deema.'' ''Tuhkan. Dengerin, Kak,'' ucap Ratu. Deema sudah tidak ingin tertawa karena kelucuan ini, lebih baik ia mengisi perutnya yang sudah meronta, minta di isi. Deema mengajak keduanya untuk pergi ke salah satu penjual bubur yang di kunjungi banyak orang. Dan mereka akan makan bubur ini lesehan, di atas tikar yang terbentang di atas rumput. ''Dek, tempatin dulu aja tempatnya di sana tuh,'' ucap Deema. Ratu mengangguk. ''Bubur komplit ya, Kak ... Aku duduk di sana,'' ucap Ratu yang pergi untuk menempati tempat duduk mereka. ''Mas mau apa? Komplit? '' tanya Deema. Bukannya menjawab pertanyaan Deema, Aiden malah asik melihat cara pembuatan bubur itu. ''Mas, aku nanya loh ....'' ''Ah, tidak pakai kacang dan kerupuk. '' ''Yakin ... Gak enak loh kalau bubur gak pakai kerupuk, '' kata Deema bertujuan untuk menggoda Aiden. ''Iya. Pesan saja, saya tidak tergoda.'' Deema pun tersenyum. ''Ah, siap. Minumnya, Mas?'' ''Air mineral saja.'' ''Oke. Kamu tunggu aja di sana sama Ratu.'' Deema menulis pesanannya untuk dibawa ke meja, tepat berada di belakang gerobak bubur ini. Deema pun menghampiri Aiden dan Ratu yang tengah mengobrol berdua. Deema tidak tahu apa yang diobrolkan oleh Ratu dan Aiden, tetapi sepertinya itu hal yang asik, karena keduanya tertawa bersama. ''Ngomongin aku ya?'' tanya Deema yang saat ini duduk di sebelah Aiden, sedangkan Ratu duduk di sebrang Deema. ''Enggak, Kak. Tadi kita ngetawain bapak-bapak yang kepeleset waktu lompat,'' kata Ratu yang masih tertawa. ''Eh, kok diketawain, gak baik tau ... Mas lagi, malah ikut ketawa.'' ''Lucu, kalau kamu liat kamu juga pasti ikut ketawa,'' ucap Aiden. Tak lama, pesanan bubur mereka datang. Aiden cukup tergoda melihat Deema dan Ratu yang memakan buburnya menggunakan kerupuk, sambal dan kecap asin. ''Em ... Buburnya enak banget ya, Dek,'' kata Deema yang mencoba menggoda Aiden yang belum memakan buburnya sesuap pun. Karena bubur Aiden saat ini terlihat seperti, bubur pasien rumah sakit. ''Iya, Kak. Ini enak banget sih, makasih ya udah traktir aku,'' kata Ratu. ''Iya. Di coba pake sambel sama kecap asinnya di tambah, ini super mantap sih.'' Aiden terdiam melihat keduanya yang sangat lahap memakan bubur itu, namun ketika melihat mangkuk buburnya, ia merasa tidak berselera. ''Kenapa, Kak? Gak dimakan buburnya?'' tanya Ratu. ''Ah ... Iya, Mas dimakan dong, jangan diem aja.'' Deema ingin sekali tertawa kencang karena melihat ekspresi Aiden yang sangat lucu. ''Mas, Mas mau kerupuk? Atau ditambah kecap asin? Sambal?'' tanya Deema. Deema tahu, yang ada di kepala Aiden saat ini adalah berapa kalori yang akan ia nanti, ketika ia memakan bubur ini menggunakan kacang dan kerupuk? ''Mas ... Kalau mau makan, makan aja, masalah kalori, kamu kan bisa olahraga. Lagian kalau cuma makan dua biji kerupuk gak bakal langsung gendut kok ....'' Deema sangat tidak tega melihat Aiden yang kesusahan untuk memakan sesuatu. Karena Aiden selalu mempertimbangkan kalori yang ada di dalam makanannya. Aiden mengangguk dan mulai menambahkan kecap asin dan sambal kedalam buburnya, lalu ia aduk berbarengan dengan dua butir kerupuk. Aiden memakan buburnya sama seperti Deema memakan buburnya tadi. ''Emmm ... Gimana, Mas? Enak?'' tanya Deema. Aiden menganggukan kepalanya. ''Emmm ... Enak banget.'' Ratu tersenyum melihat keakraban antara kakaknya dengan Aiden. Ia pun berharap suatu hari nanti ia bisa mendapatkan laki-laki baik seperti pasangan kakaknya ini. ''Makanan itu dinikmati, Mas ... Bukan dipikirin.'' Aiden mengangguk. ''Saya boleh minta kerupuknya lagi?'' tanya Aiden yang izin meminta kerupuk yang ada di dalam mangkuk Deema. ''Ah, boleh-boleh ambil aja. Nanti aku pesan lagi.'' ''Oke, terimakasih, sayang ....'' Deema dan Ratu tertawa karena Aiden. Apalagi ketika Aiden meminta untuk Deema memesankan satu porsi lagi bubur untuknya. Sudah Deema bilang, Aiden ini pemakan segala, hanya saja ia masih memikirkan kalori di dalam makanan. Bagus juga sih, memikirkan hal seperti itu, dan bagus juga untuk kesehatan. Tapi ... Sepertinya hal seperti itu tidak berlaku untuk Deema. Jadilah, Aiden tertular dari Deema, yang tidak pernah memikirkan kalori yang ada di dalam makanan tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN