80. Setelah badai

1602 Kata
Deema teridam, ia ingin mencerna kejadian yang baru saja terjadi. Pertemuan Aiden dan Irene yang cukup janggal di mata Deema.  Ia hanya bisa menatap kosong ke arah gelas minumannya. Didalam hatinya tidak ada niat ingin bertanya kepada Aiden, karena masalah ini cukup sulit untuk ia pahami.  Aiden merasa sedikit bersalah kepada Deema karena telah melakukan hal ini, tapi ini hal yang terbaik untuk mereka. Aiden berani membawa Deema untuk menolak tentang perjodohan ini.   Beberapa hari yang lalu, Kaila sempat bilang jika tidak ada salahnya Aiden membawa Deema bertemu dengan perempuan yang akan di jodohkan dengannya. Aiden pun setuju dengan usulan itu, sebab membawa Deema bertemu dengan perempuan lain, membuat hati Aiden terasa tenang dan tidak ada yang di tutup-tutupi olehnya.  Ia ingin terbuka dengan Deema, tentang masalah apapun itu. Tapi, hari ini, setelah bertemu dengan Irene, mimik wajah Deema sedikit berbeda.  Aiden berpindah duduk menjadi di hadapan Deema. ''You, okay?'' tanya Aiden.  Deema melirik sebentar ke arah Aiden, dan kembali menatap kosong ke arah gelasnya.  ''Kamu baik-baik aja?'' tanya Aiden. ''Mas, aku pulang duluan ya.'' ucap Deema yang sekarang sudah memakai tasnya lalu pergi begitu saja.  Aiden yang tidak ingin ditinggalkan oleh Deema, ia pun menyusul Deema dan berlari. Untung saja, Aiden berhasil meraih tangan Deema.  ''Sebentar, saya bisa jelaskan.'' ''Mas, lepas ... Diliatin orang.'' ucap Deema yang berusaha tenang.  ''Oke, kita ngobrol di mobil.'' ajak Aiden yang sekarang menarik Deema untuk masuk ke dalam mobil.  Sampai di dalam mobil, Deema menyandarkan tubuhnya, ia mencoba untuk tenang dan tidak banyak berbicara. Ia sudah sangat lelah berdebat dengan Aiden.  ''Sayang ....'' ''Mas, bisa antar aku pulang?''  ''No, kamu harus dengerin penjelasan saya terlebih dahulu.'' Deema melihat ke arah Aiden. Ia harus sadar jika ia berpacaran dengan orang yang lebih dewasa darinya, jika sedang begini, Deema tidak bisa membalas dengan ego lagi, karena itu terlihat seperti kekanak-kanakan.  ''Ya, silahkan jelaskan.'' Aiden mengangguk, ia menghadap ke arah Deema dan berbicara dengan mimik wajah yang cukup serius. ''Kamu harus percaya dengan semua yang saya bicarakan.'' ''Ayah menjodohkan saya.'' Benar, semua dugaan Deema benar. Ia tidak semata-mata mengira tentang hal 'perjodohan' antara Aiden dan orang lain. Tapi ini nyata, benar-benar nyata, Deema baru saja mendengarnya dari Aiden.  Pikiran Deema sudah bercampur aduk saat ini, ia tidak bisa jika harus melanjutkan hubungannya, jika Aiden sendiri sudah di jodohkan.  ''Jadi? Buat apa kamu mertahanin hubungan kita?''  ''Sebentar ... Dengarkan dulu semuanya.'' Deema diam, sambil menutup matanya.  ''Saya sempat cekcok dengan ayah saya, karena perjodohan ini. Bunda dan Kaila tidak setuju dengan usulan ayah .....'' ''Maaf, saya tidak bercerita kepada kamu sebelumnya. Tapi, asal kamu tau, sayang ... Saya masih mempertahankan kamu, karena saya sudah terlanjur sayang dengan kamu.'' ''Dua kali saya berdebat dengan ayah saya. Dan akhirnya ayah saya menyerah, dan menyuruh saya untuk bertemu dengan ... Wanita tadi, sekali saja.'' ''Mas udah kenal Irene?'' Aiden menggelengkan kepalanya. ''Tidak. Saya belum pernah bertemu sama sekali. Hanya hari ini.'' ''Kamu marah?'' tanya Aiden.  ''Ya marahlah, Mas ....'' ''Saya sudah jujur, sayang ... Bahkan saya ajak kamu buat bertemu dengan perempuan itu. Dan kamu tau sendiri, ternyata dia juga punya pacar di negara asalnya.'' ''Terus, kalau dia gak punya pacar, kamu mau pacaran sama dia? Dia kaya model loh, cantik, seksi, berkelas juga.'' ''Emmm ... Gimana ya ....'' 'Buk!' Deema memukul Aiden menggunakan botol plastik kosong yang ada di hadapannya. ''Kok mikir sih! Kamu niat, gitu, Mas?'' ''E--enggak gitu, sayang ... Hahaha bercanda, Deema ....'' Deema melipat tangannya di da-da. ''Tau, ah. Mas Aiden gak asik.'' Aiden meraih tangan Deema. ''Lepas, Mas ... Gak usah pegang-pegang. Pacaran aja sana sama Irene.'' ''Bener nih? Saya boleh pacaran sama Irene?'' tanya Aiden, sedikit untuk menggoda Deema.  ''Aish ... Mas ....'' rengek Deema.  Aiden sudah tertawa terbahak-bahak. Deema terus memukul Aiden dengan botol kosong itu, namun dengan cepat Aiden meraihnya, dan memeluk tubuh Deema. ''Jangan gitu, sayang ... Ampun, maaf ya ... Saya cuma bercanda.'' ''Hiks ... Kamu gak asik bercandanya ....'' ''Kok ... Kok nangis?'' tanya Aiden yang langsung mengusap air mata Deema.  ''Jangan nangis ... Maaf, sayang ... saya bercanda.'' ''Hiks ... Kamu sih, akukan takut kalau kamu beneran pergi gimana ....'' Aiden tersenyum, dan kembali memeluk Deema. ''Enggak, sayang ... Saya masih di sini. Buktinya, saya masih ada di samping kamu, peluk kamu. Ya?'' Deema mengangguk. ''Mas jangan pergi.'' ''Enggak, sayang ....''  Deema sibuk mengusap air matanya, sampai-sampai ia lupa karena sedang memakai maskara, jadilah wajahnya penuh dengan maskara yang luntur.  ''Sayang, mata kamu kok item-item?'' tanya Aiden yang terkejut.  Deema langsung berkaca. ''Aish ... Maskara aku luntur, kamu sih, Mas ... Aku jadi nangis aja ....'' ''Mas madep sana dulu, aku malu.''  ''Enggak apa-apa. Muka kamu jadi lucu.'' ''Ish ... Kamu nyebelin banget sih ....'' Deema harus menghapus semua make up-nya dan kembali memakai make up-nya. Agar ia terlihat lebih fresh.  ''Mau jalan-jalan?'' tanya Aiden. Mereka berdiam di dalam mobil yang masih berada di area parkir hotel selama kurang lebih setengah jam.  ''Malam minggu, Mas ...'' ingat Deema.  ''Ah, sebentar lagi malam. Mau ke masjid dulu? Habis itu kita belanja ke mall. Okey?''  Deema pun mengangguk dengan antusias. Akhirnya ia bisa berjalan-jalan, di malam minggu bersama Aiden, untuk pertama kalinya.  ... Deema baru saja selesai melaksanan shalat maghrib, saat ini ia tengah berdiri di samping mobil Aiden yang terparkir di depan masjid. Belum ada tanda-tanda Aiden akan menghampirinya, sepertinya Aiden masih shalat.  ''Mas Aiden lama banget sih ...'' gumam Deema.  Ia tidak menyangka dengan hari ini, hari yang cukup panjang. Ya, hari yang sangat panjang untuk Deema. Bernyanyi di depan banyak orang untuk pertama kalinya, bertemu dengan ibu Aiden, dan bertemu dengan wanita yang akan dijodohkan kepada Aiden, hingga sampai saat ini, Aiden akan mengajaknya bermalam minggu.  Part yang paling mengejutkan di hari ini adalah, bertemu dengan Irene. Tapi, walaupun seperti itu, ia sudah sangat bersyukur karena Aiden masih memilih dan menghargai dirinya, bahkan Aiden saat ini sudah terbuka kepadanya.  ''Ngelamun terus, cepat ubanan nanti.'' ''Ya Allah, Mas ... Bikin kaget aja.'' ucap Deema yang sangat terkejut.  ''Kamu kaget?'' tanya Aiden.  Deema mengangguk sambil tersenyum, ia melihat ke arah wajah Aiden yang sangat tampan setelah berwudhu. Apalagi saat ini Aiden makai peci berwarna hitam. ''Masyaallah, ganteng banget ....'' Aiden tersenyum dengan percaya diri. ''Ganteng? Iya dong, saya ganteng.'' ''Mas ... Kalau lagi di puji itu bilang terimakasih, bukan malah narsis.'' ''Kenyataan, sayang. Hahaha ... Yasudah, ayo masuk ke mobil.'' ajak Aiden.  Mereka pun masuk ke dalam mobil. Tujuan mereka malam ini adalah pergi menuju mall untuk bermalam minggu.  ''Mas, kita mau ngapain ke mall?'' tanya Deema.  ''Kamu mau apa? Belanja baju? Make up? Sepatu? Buku?''  Deema menahan senyumnya. Jika ia cewek matre, mungkin akan mengiyakan semua tawaran Aiden itu. Tapi ... Kalau Aiden yang menyuruh, ia pun tidak akan menolak. Xixixi  ''Ah ... Mending kita makan aja.'' ''Makan? Sushi? Steak? ''  ''Street food korea gitu loh, Mas ... Aku mau coba.''  ''Korban iklan. Yasudah, kita cari di sana ya.'' ''Yes ... Makasih, Mas ....'' ''Sama-sama sayang ....'' Hanya butuh waktu 20 menit, untuk mereka bisa sampai di dalam mall. Tangan Deema tidak henti-hentinya menggandeng tangan Aiden. Ia hanya takut, jika kekasihnya itu diambil oleh orang.  ''Mas, liat depan. Jangan lirik kanan kiri, oke?''  Aiden yang tahu arti dari ucapan Deema pun mengangguk. ''Nanti saya nabrak dong, yang.'' ''Ih, yang-yang-yang. Geli tau, Mas. Hahah ...'' Aiden pun sama-sama tertawa. ''Saya denger temennya Avyan waktu lagi telponan sama pacarnya ngomong yang-yang gitu.'' Deema menggeleng. ''Kalau aku, jangan ya. Aku geli banget dengernya.'' ''Cuma nyoba aja.''  Mereka berjalan-jalan dari lantai satu sampai lantai tiga. Sesampainya di lantai tiga, Aiden mengajak Deema untuk masuk kesebuah tempat yang dari luar pun sudah terlihat ada banyak sekali jas-jas mahal yang terpajang di sana.  Ketika masuk, mereka sudah diantarkan oleh beberapa orang untuk melihat koleksi terbaru mereka.  ''Silahkan Pak Aiden, ini koleksi terbaru kita,'' ucapnya. Bahkan Deema sedikit terkejut karena mereka sudah mengenal Aiden.  Sedari tadi, gandengan tangan Deema belum juga terlepas, karena Aiden yang menyuruhnya untuk terus menggandeng tangannya.  ''Deem, bagus?'' tanya Deema ketika Aiden menunjukkan stelan jas berwarna merah tua. Dengan kameja di dalamnya yang berwarna putih tulang.  ''Kalau yang pakai kamu, bagus, Mas ...'' ucap Deema.  ''Ini bagus, Pak. Ini hanya ada tiga di Indonesia.'' ''Oke, saya coba dulu.''  ''Sebentar ya, sayang.'' Aiden masuk ke dalam ruangan kecil untuk mencoba jasnya. ''Miss ... Silahkan duduk,'' ucap pelayan itu yang mempersilahkan Deema untuk duduk.  ''A--ah iya, terimakasih.'' kata Deema yang saat ini sudah duduk dan menunggu Aiden mencoba bajunya.  Tak lama Aiden keluar dari ruangan itu, terlihat Aiden sangat tampan sekali menggunakan jas berwarna merah itu. ''Gimana?'' Deema mengacungkan jempolnya. ''Bagus, Mas ....'' Mata Deema tak bisa beralih dari Aiden yang tengah bercermin itu.  ''Sebentar, sayang. Saya ganti baju dulu,'' ucapnya yang masuk kembali.  Deema menunggu Aiden sambil melihat-lihat tempat ini. Tokonya saja sudah mewah, apalagi harga bajunya di sini.  Aiden pun keluar dan ia berbicara sesuatu kepada pegawai di sana, lalu mengajak Deema untuk keluar dari tempat ini.  ''Loh, Mas ... Kok gak dibawa?''  ''Nanti akan di antar ke rumah. Sudah saya bayar pakai kartu perusahaan. '' ''A-- gitu ...'' ucap Deema padahal ia tidak tahu.  ''Mau kemana lagi, sayang?''  Deema bingung ia ingin pergi kemana. ''Ayo, saya ajak kamu ke tempat kesukaan Kaila.''  Aiden memegang tangan Deema untuk berjalan, katanya sih ketempat yang paling disukai oleh Kak Kaila. Kemana ya kira-kira? Deema sangat penasaran.  Hanya beberapa langkah dari tempat tadi, saat ini Aiden mengajak Deema masuk ke dalam toko kecantikan. Ah, ini sih Deema sangat suka.  ''Kok kesini, Mas?'' Aiden mengangguk. Ia mengambilkan Deema keranjang belanjaan. ''Ini tempat kesukaan Kaila.'' ''Ah, ternyata ini.'' ''Iya. Beli make up yang bagus, jangan sampai luntur kaya tadi.'' Deema pun tertawa. ''Hahaha ... Siap, Pak Bos ....''
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN