Deema selesai mencuci rambutnya yang sudah terkena spray. Ia tidak suka memakai seperti itu karena membuat rambutnya gatal dan kering.
Sambil mengeringkan rambutnya, Deema berjalan ke luar toilet, ternyata sudah ada Aiden yang menunggunya sambil membawa hair dryer dan satu botol berwarna pink, Deema tidak tahu apa isi di dalamnya.
''Mas ....''
''Udah? Sini saya bantu keringin.''
Aiden membawa Deema untuk duduk di depan kaca. Ia menyalakan hair dryer dan mulai mengeringkan rambut Deema. Bak penata rambut profesional, Aiden mengeringkan rambut Deema menggunakan hair dryer dan sisir yang ia pegang di tangan kirinya.
Deema melihat itu sedikit tertawa, karena sepertinya Aiden kesusahan. ''Mas, dibiarin kering sendiri juga enggak apa-apa. Aku enggak pernah pakai seperti ini.''
''Udah diem. Waktu SMP saya sering main salon-salonan sama Kaila.''
''Hah! Serius, Mas?''
Aiden menghentikan kegiatannya, ia cukup terkejut dengan respon Deema yang terlalu berlebihan. ''Serius ....''
Deema pun tertawa terbahak-bahak, ia tidak bisa membayangkan bagaimana Aiden bermain salon-salonan dengan Kaila.
''Kok kamu mau aja, Mas? Gak mungkin kamu mau aja.''
Dari kaca, Deema bisa melihat jika Aiden mengangkat bahunya. ''Emm ... Waktu itu gak sengaja saya jatuhin parfum dia, hadiah dari ayah.''
''Terus, Mas?''
''Kaila marah sampai gak mau makan sehari. Ditanya sama bunda dia mau apa, katanya dia mau main salon-salonan sama saya. Karena dia bosen gak punya temen perempuan, bunda dulu sibuk nemenin ayah yang terus keluar kota.''
''Oh ya? Jadi kamu mau nurutin permintaan Kak Kaila?'' tanya Deema.
Aiden mengangguk. ''Iya, dia seneng banget. Dan setelah itu baru mau makan.''
''Sweet banget sih ... Aku jadi penasaran muka kamu keselnya kaya apa waktu itu.''
''Saya sedikit kesal, tapi ... Itu juga salah saya yang udah bikin barangnya rusak.''
''Mas baik banget sih ....''
''Jadi manusia harus baikkan?'' tanya Aiden, sambil menyemprotkan sesuatu di rambut Deema.
''Ini bunda bawain vitamin rambut katanya, kamu bawa pulang aja. Kaila banyak banget yang kaya gini,'' ucap Aiden.
Deema mengangguk. ''Mas, udah? Rambut aku udah kering kayanya.''
''Sudah ... Kamu turun ke bawah duluan, saya mau ganti baju dulu.''
''Gak mau aku tungguin, Mas?'' bisik Deema.
Aiden menelan ludahnya. ''Nakal ya kamu, turun duluan sana.''
''Hahaha ... Bercanda, Mas ....''
''Btw makasih ya, udah ngeringin rambut aku. Aku turun duluan ke bawah.''
Aiden mengangguk sambil tersenyum. Deema pun berjalan keluar kamar Aiden, tak lupa ia menutup pintu kamar Aiden.
Deema turun ke lantai bawah menggunakan tangga, ia melihat ada lift di ujung tempat sini. Tapi ... Lebih baik ia memakai tangga saja, sehat, walaupun sedikit jauh.
Dari kejauhan, Deema bisa melihat Yara yang masih berada di dapur. ''Bunda ...'' sapa Deema.
''Hai ... Sudah?''
''Sudah, Bunda ...'' ucap Deema dengan senyumnya.
''Bagus kalau begitu.''
''Bunda lagi buat apa?''
''Ini, bikin pasta, kamu suka?''
Deema mengangguk. ''Ah ... Aku suka, keliatannya pasta buatan Bunda enak banget deh ....''
Yara mengangguk dengan mantap. ''Katanya sih, enak, kamu cobain ya nanti.''
Deema mengangguk. ''Pasti aku cobain, Bunda. Aku bisa bantu?''
''No ... Jangan ... Bunda aja yang ngerjain sama Bibi. Lagian ini dikit kok, buat makan kamu sama Aiden.''
''Masyaallah, Bunda ... Aku jadi ngerasa ngerepotin. ''
''Enggak sama sekali, sayang ... Bunda seneng banget bisa ngobrol sama kamu.''
Deema tersenyum. Ia memerhatikan Yara dan seorang Bibi yang tengah memasak itu. ''Bunda enggak capek masak terus? Mas Aiden bilang, Bunda terus di dapur.''
''Bunda suka ada di dapur. Bikin makanan itu seru, Deema ....''
''Iya, Bund. Bikin makanan seru banget. Tapi, Bunda juga harus istirahat ya ... Jangan terus ada di dapur, nanti capek.''
''Oke, kalau kamu yang ingetin Bunda, besok Bunda mau istirahat dan duduk-duduk santai. Hahaha ....''
Deema ikut tertawa dengan Yara. ''Iya, Mbak, Ibu suka gak bisa diem. Nanti malem ngeluh, asam uratnya kambuh.'' ucap Bibi kepada Deema.
''Cuma sakit sedikit aja, Bi ... Enggak banyak kok.''
''Bunda kalau mau masak banyak, telpon aku aja, biar aku yang bantu dan Bunda duduk aja.''
''Ah ... Itu Bunda seneng banget. Nanti minggu depan kamu ke sini lagi ya, Bunda mau masak besar buat temen-teman arisan Bunda.''
''Bunda arisan terus kerjaannya,'' ucap Aiden yang baru datang dan berdiri di sebelah Deema.
''Biarin tau, arisan itu seru, sayang ...'' jawab Yara yang tidak ingin kalah.
''Bibi ... Liat deh, anakku cocok bangetkan? Aku udah gak sabar loh, Bi ...'' ucap Yara yang berbisik dengan asisten rumah tangganya.
''Iya, Bu ... Mereka cocok banget.''
Aiden dan Deema saling tatap, karena suasana diantara mereka terasa canggung.
''Aduh ... Bunda gak bisa harus nunggu, cepet-cepet halalin Deema ya ...'' bisik Yara sambil melewat ke sebelah Aiden.
Aiden sedikit tertawa dan Deema pun sama. ''Denger tuh, Bunda aja udah pengen buru-buru, '' bisik Aiden di sebelah Deema.
Deema mengedipkan matanya agar jangan membahas hal ini. ''Bunda ... Deema katanya besok mau Aiden nikahin.''
''Mas ... Apaan sih,'' kata Deema yang sedikit kesal, padahal ia tidak mengucapkan hal itu.
''Oh ya? Ayo dong, Bunda siapin sekarang juga.''
Deema tersenyum malu. ''Bercanda, Bunda ... Mas Aiden suka gitu bercandanya.''
''Hahaha ... Sudah-sudah ... Nikmati dulu saja kedekatan kalian. Ini, pastanya sudah selesai, mau dimakan dimana?'' tanya Yara.
''Bunda sekalian ikut makan juga ya ...'' ajak Deema.
''Kalian duluan saja makan, Bunda mau mandi dan shalat dulu. Ya ... Bibi, anterin ya makannya.'' sebelum pergi, Yara menepuk pundak Deema.
''Iya, Bunda ... Terimakasih pastanya.''
Aiden mengajak Deema untuk makan di sebuah pendopo yang ada di pinggir kolam renang.
Deema duduk sambil menikmati pemandangan yang ada. Taman buatan yang di rangkai oleh Yara, sangatlah cantik. ''Mas, ini Bunda yang buat?'' tanya Deema.
''Iya, Bunda yang nyusun semuanya.''
Deema belum memakan pastanya, ia malah memperhatikan Aiden yang sangat serius makan itu. Aiden yang merasa ada yang memerhatikan, ia pun melihat ke arah Deema.
''Dimakan, nunggu apa?''
''Kamu kalau lagi makan lucu banget, kaya anak kecil. Ini sampai belepotan,'' ucap Deema sambil mengusap bagian dagu Aiden yang terkena saus pasta menggunakan tissue.
''Sengaja, biar kamu yang lap.''
Deema tertawa. ''Mas lebay banget ternyata ya ....''
....
Saat ini, Deema dan Aiden sudah bersiap-siap untuk pergi bertemu dengan 'rekan kerja' Aiden yang katanya sudah menunggu di sebuah restoran hotel.
''Aku seriusan ikut, Mas?'' tanya Deema.
''Hem? Iya. Saya sudah ajak kamu.''
''T--tapi kenapa pakai pakaian yang enggak formal?''
Saat ini, Deema hanya memakai dress simple berwarna hitam, dan Aiden memakai kaos dan celana jeansnya. Aneh bukan?
''Pakaian, santai saja. Lagipun bertemunya diluar perusahaan.''
''Tapi ini masih urusan pekerjaan kamukan?''
Aiden mengangguk. ''Iya, sayang ....''
Deema pun mengangguk dan memilih untuk diam, tidak ingij berbicara lagi. Deema sedikit penasaran, dengan siapa Aiden akan bertemu kali ini.
Sampailah mereka di pelataran hotel itu, Aiden turun dari mobilnya dan memberikan kunci mobilnya untuk di parkirkan.
Ia mengajak Deema untuk masuk ke dalam restoran itu. Sebelumnya, Aiden belum tahu wajah perempuan itu, jadi Aiden harus melihatnya dari foto. Ia pun membuka ponselnya, dan mencocokan perempuan yang ada di foto itu dengan salah satu orang yang ada di restoran ini.
Ah, Aiden menemukannya, dia sedang duduk di ujung tempat ini, menggunakan dress berwarna biru. Wajahnya yang kental seperti bule.
Aiden menyuruh Deema untuk menggandengnya. ''Kenapa harus gandengan sih, Mas?'' tanya Deema.
''Gandeng aja.'' jawab Aiden.
Ia menghampiri perempuan itu yang cukup terkejut dengan kedatangan Aiden bersama seorang wanita.
''Hai, Aiden ...''ucapnya sambil berjabat tangan.
''Ah ... Hai, Irene ...'' ucapnya, yang juga mengenalkan diri dengan Deema.
Deema yang melihat Aiden bertemu dengan wanita cantik dan berkelas ini, ia sangat terkejut.
Deema menggandeng erat lengan Aiden. ''Silahkan duduk,'' ucap perempuan itu.
Aiden mempersilahkan Deema untuk duduk terlebih dahulu, dan ia pun duduk. ''Lama menunggu?'' tanya Aiden.
''No ... Aiden.''
''Sudah memesan?''
''Sudah, hanya minuman saja. Kalau kamu mau pesan, silahkan.''
Aiden memanggil pelayan, ia pun hanya memesan dua minuman untuknya dan Deema. Karena Aiden berniat tidak ingin lama-lama di sini.
''Well ... Ini ....'' tanya Irene yang menggantungkan ucapannya. Irene melihat kedekatan antara Aiden dan Deema yang tidak bisa dibilang seperti adik dan kakak.
''My girlfriend, '' ucap Aiden yang memperkenalkan Deema kepada Irene.
''A--ah ... Seperti itu. Nice to meet you, Deema,'' ucap Irene.
Deema yang tidak tahu harus menjawab apa, ia pun hanya mengangguk sambil tersenyum.
Deema merasa tersaingi oleh perempuan yang terlihat dewasa dan berkelas di hadapannya, jika di lihat-lihat, Irene ini sepertinya sepantaran dengan Aiden. Sedangkan dirinya kini? Hanya bocah yang masih berumur 18 tahun, bersanding dengan Aiden yang sudah berumur 26 tahun.
''Kapan kamu pulang ke Jerman? ''
''Lusa ... I wanna meet with my boyfriend. ''
''Okey ... Tidak perlu memaksa hubungan yang tidak di inginkan.''
Irene mengangguk. ''Sure. I hope, kamu happy dengan pasangan kamu. Dia cantik dan lucu.''
''Ah ... Aku harus mengurus sesuatu untuk keberangkatan nanti. Sampai di sini saja Aiden, senang bertemu kalian. ''
Aiden bangun dari duduknya untuk bersalaman dengan Irene, begitupun dengan Deema.
''Semoga kita bisa menjelaskan kepada orang tau kita masing-masing,'' ucap Irene. ''Okey ... Sampai jumpa lagi, Aiden, Deema ....''
Irene pun pergi, Deema bisa melihat tubuh Irene bak model kelas internasional. Wajahnya yang seperti bule, juga tinggi badannya yang setara dengan Aiden, dan ... Barang-barang mewah yang dipakai oleh Irene, membuat Deema insecure.
Deema tidak berani berbicara saat ini, ia masih mengolah percakapan antara Aiden dan Irene yang baru saja selesai. Ia tidak mengerti ini pertemuan apa, yang pasti, jika ini adalah pertemuan kerja sama, mereka pasti mengeluarkan berkas-berkas mereka masing-masing. Tapi ... Tidak ada, mereka malah berbicara dengan perkataan yang Deema tidak mengerti sama sekali.