78. Bertemu bunda Yara

1504 Kata
Pukul 13:00 tepat, pentas seni di SMA Cahaya mulai selesai. Karena acara inti hanya di laksanakan pagi hari sampai jam 12 siang tadi. Sudah banyak orang yang pulang ke rumah mereka masing-masing. Lagipun, hujan saat ini sudah turun. ''Kamu ke mobil duluan, saya pamit ke ruang guru terlebih dahulu,'' ucap Aiden yang memberikan Deema kunci mobilnya. Deema hanya diam mematung karena Aiden memberikan kunci mobil itu, tanpa memberitahu cara memakai kunci itu. ''Kenapa diam? Saya mau kunci ruangannya.'' ''Btw, Mas ... Ini gimana pencetnya?'' tanya Deema sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. ''Ini,'' kata Aiden sambil menunjuk salah satu tombol di sana. ''Ah ... Iya siap-siap ....'' Deema membawa tasnya, dan berjalan menuju parkiran guru. Ia memencet tombol yang Aiden tunjukan tadi, salah satu mobil berwarna putih pun menyala, dan Deema masuk ke dalamnya. ''Alhamdullah ... Akhirnya selesai juga.'' Untung saja, hari ini Deema membawa tas make up-nya. Ia sudah tidak betah menggunakan bulu mata yang menghalangi matanya untuk melihat. ''Tas ... Tas make up mana ya?'' tanya Deema sendiri. Ia merasa menyimpan tas make up-nya di dalam tas, tapi tidak ada. ''Ah ... Jangan-jangan di tas tadi yang di bawa Mas Aiden ....'' Dari arah depan, Aiden berjalan ke mobil membawa dua tas. Satu tas milik Aiden, dan satu tas milik Deema yang berisi box heels dan sepertinya makeup-nya berada di sana juga. ''Mas ... Tas aku, maaf,'' ucap Deema yang meminta tasnya. Buru-buru Deema membuka heels yang sejak pagi ia gunakan, dan menyimpan di boxnya kembali. Lalu mengambil tas kecil yang ada di dalamnya yang berisi peralatan make up Deema. ''Kenapa?'' tanya Aiden. ''Ini mau ngehapus make up, muka aku gatel banget ....'' ''Kenapa di hapus?'' Deema yang hendak mencopot bulu mata palsunya itu terhenti. ''Memangnya kenapa, Mas?'' ''Kita sekalian ke KUA aja.'' Deema mengeluarkan laser dari matanya di saat mendengar Aiden mengucapkan kata seperti itu. ''Hahaha ... Bercanda, sayang ....'' ''Mas, ini kita kemana?'' ''Ke rumah sayakan?'' ''Aish ... Aku mau pulang dulu, mau keramas, inu rambut aku keras banget ...'' kata Deema yang tidak PD karena ia akan bertemu dengan Yara nanti. ''Rumah saya juga banyak shampo, air, juga ada.'' ''B--bukan gitu, Mas ...'' Aiden terus saja mengajak Deema berbicara, sampai Deema tidak fokus untuk membersihkan wajahnya. ''Keramas di sana aja, okey?'' ''Iya, Mas ...'' kata Deema. Ia membersihkan wajahnya menggunakan make up removal, dan menyimpan kapas bekas membersihkan wajahnya di dashboard mobil Aiden. ''Kamu,'' ingat Aiden. ''Ya ampun, sebentar Mas ... Itu bekas make up kok ....'' ''Kenapa coklat banget gitu?'' tanya Aiden yang merasa geli. ''Namanya juga pake make up, pake alas bedak ya kaya gini Mas ....'' ''Ah iya, saya juga pernah waktu seminar dipakaikan seperti itu. Rasanya gatal-gatal banget.'' Deema menjadi tertawa mendengar Aiden berbucara seperti itu. ''Itu apa? Bulu mata kamu copot? Kok gitu?'' tanya Aiden yang melihat sepasang bulu mata palsu ada di sana juga. Deema sudah tidak bisa menahan tawanya lagi. ''Hahaha ... Ya Allah, Mas ... Itu bulu mata palsu. Masa aku lepas bulu mata aku sendiri?'' ''Oh ... Saya kira copot.'' ''Mas udah deh ... Aku gak fokus nih ....'' Aiden pun mengangguk. Ia kembali fokus menyetir, dan Deema kembali fokus menghapus make up-nya. ''Mas, kamu gak kerja hari ini?'' ''Hari sabtu, libur.'' ''Ah iya. Aku baru inget. Makanya kamu ajak aku ke rumah?'' ''Iya, bunda bawel banget.'' Deema tersenyum mendengar itu. Keluarga Aiden sangat-sangat baik. ''Nanti sore kamu ikut saya pergi ya.'' ''Kemana, Mas?'' ''Ke sebuah tempat, bertemu dengan orang.'' ''Orang? Orang siapa, Mas?'' tanya Deema yang masih belum mengerti. ''Emm ... Rekan kerja.'' ''Aku? Ikut? Memangnya enggak apa-apa?'' tanya Deema. ''Saya yang ajak. Berarti?'' ''Iya, Mas. Aku ikut aja.'' Aiden mengangguk. Hari ini, hari sabtu, seperti yang ayahnya kemarin bilang, Aiden harus menemui seseorang yang harus ia temui. Dan kali ini, Aiden akan membawa Deema turut serta hadir ke sana, untuk menemui wanita itu. Juga mengenalkan Deema sebagai kekasihnya. Aiden melakukan itu, agar tidak ada lagi salah sangka dan kebohongan diantara mereka. ... Sesampainya mereka dipekarangan rumah Aiden, Deema menahan Aiden untuk tidak turun dari mobil terlebih dahulu. Karena ia belum memakai bedak dan lipstik. ''Kenapa?'' tanya Aiden. ''Sebentar, Mas ... Aku mau belum pakai lipstik,'' ucap Deema yang langsung buru-buru mencari lipstiknya. Aiden tersenyum melihat Deema yang sibuk dengan kacanya itu. ''Udah cantik, gak perlu dandan lagi.'' ''Enggak bisa, Mas ... Muka aku pucet kalau gak pakai lipstik.'' Aiden mengangguk, ia menuruti Deema untuk menunggunya. ''Sudah, Mas ...'' ucap Deema. ''Ayo,'' ajak Aiden. Mereka pun berjalan masuk ke dalam rumah. ''Mbak, Bunda dimana?'' tanya Aiden. ''Ada di dapur, Mas ....'' ''Bunda di dapur terus, Mas?'' tanya Deema. Aiden mengangguk. ''Bunda bikin makanan terus,'' ucap Aiden. ''Bunda,'' panggil Aiden. ''Ya ampun ... Cantik Bunda akhirnya sampai juga.'' Deema tersenyum di saat Yara berjalan menghampirinya sambil merentangkan tangannya untuk memeluk Deema. Deema membalas pelukan Yara. ''Bunda sehat?'' tanya Deema. ''Sehat, Nak.'' ''Alhamdulilah ....'' ''Kamu cantik banget sih,'' ucap Yara yang tak berhenti memuji Deema. ''Bunda juga cantik. Hehehe ....'' ''Kamu pasti capekkan? Sini-sini, duduk ...'' Yara membawa Deema untuk duduk di pantry. Sedangkan Aiden hanya bisa terdiam, bagaimana bisa Yara menyambut Deema terlebih dahulu dibanding dirinya. Padahal tadi, Aiden terlebih dahulu yang menyapa Yara. ''Bunda, Mas Aiden marah tuh,'' kata Deema yang memberitahu. ''Ah ... Bunda lupa, sini anak Bunda yang paling ganteng ....'' Yara kembali menghampiri Aiden dan menggandeng anaknya itu. ''Capek, Nak?'' tanya Yara. Aiden mengangguk. ''Capek banget, Bund. Gak bisa duduk.'' ''Duduk di sebelah Deema kalau gitu. Bunda buatkan minuman buat kalian. '' ''Bunda, enggak usah. Nanti Bunda sakit lagi, sini Deema bantu.'' Deema berjalan menghampiri Yara dan membantu Yara untuk membuatkan minuman. ''Hanya menuangkan jus, Deema. Bunda masih bisa.'' ''Biar Deema saja, Bunda ....'' Yara pun mengalah dan membiarkan Deema membuat minumannya sendiri. ''Kamu gak capek?''tanya Yara. ''Enggak, Bunda. Aku sudah banyak beristirahat tadi.'' ''Bagus kalau begitu.'' Deema membawakan minuman untuk Aiden. ''Ini, Mas ....'' ''Terimakasih ....'' Aiden langsung meneguk habis jusnya, Deema pun melakukan hal yang sama. ''Mau keramas? Deema katanya gak betah karena rambutnya kering, Bund.'' ''Ah iya, pakai air hangat keramasnya, pakai shampo yang banyak. Di toilet Bunda aja.'' ''Aku tadinya mau pulang dulu, Bunda. Tapi kata Mas Aiden enggak usah.'' ''Iya dong, enggak usah. Di sini aja keramasnya ya?'' ''Ayo,'' ajak Aiden. ''Kemana, Mas?''tanya Deema. ''Bunda, Aiden ajak Deema ke kamar ya. Pintunya Aiden buka kok,'' ucap Aiden seperti anak SMA yang membawa pacarnya ke rumah. ''Mau mandi di toilet Aiden aja? Yasudah nanti Bunda bawakan peralatannya. '' ''A--enggak usah, Mas--'' ''Saya enggak ngigit.'' Deema melihat ke arah Yara karena merasa tidak enak. ''Iya tidak apa-apa. Tapi ingat jangan aneh-aneh ....'' ''Iya, Bunda ....'' Aiden berjalan terlebih dahulu, dan diikuti oleh Deema. Ini kali pertamanya Deema akan masuk ke dalam kamar Aiden. ''Mas, pintunya di buka ya ...'' ingat Deema. ''Di buka dikit aja.'' ''Mas ...'' ingat Deema. ''Hahaha ... Iya, sayang ... Takut banget.'' Aiden membukakan pintu kamarnya yang terlihat sangat besar itu. Dan Deema pun masuk ke dalam kamar Aiden. Sama seperti warna di kantornya, warna kamar Aiden pun di d******i oleh hitam, abu dan putih. ''Waw ... Kamar kamu mewah banget.'' ''Saya malah gak suka kamar ini, karena arsiteknya ngedesain terlalu mewah untuk saya.'' ''Tapi aku suka banget, ini cocok sama kepribadian kamu yang rapi dan bersih.'' Kasur Aiden berukuran sangat besar, dengan seprai berwarna biru tua. Ada dua lampu tidur di sisi kasurnya, dan terdapat lukisan bunga berwarna hitam putih di atas kasur Aiden. Juga ada gorden besar yang menutup pintu kaca untuk menuju balkon. ''Mas, mau liat wardrobe kamu,'' bisik Deema. ''Mau liat?'' tanya Aiden. ''Tapi kamu jangan komen.'' ''Iya-iya, Mas ....'' Aiden pun mengajak Deema masuk ke dalam wardrobenya. Tempat ini juga, berhubungan langsung dengan toilet yang tak kalah mewah. ''Waw ... Mas, aku yakin ini harganya di atas dua digit ke atas ...'' ucap Deema yang melihat jas-jas dan kameja-kameja mahal Aiden tergantung di atas sana. Juga ada sebuah tempat yang berisi jam tangan, kacamata, dasi, dan ikat pinggang yang memiliki tempatnya sendiri. Deema merasa takjum melihat kamar Aiden yang seperti berada di dalam film-film. Kamar Aiden persis seperti kamar seorang bos-bos besar dan kaya raya. Eh, Deema lupa, Aiden pun sama, ia adalah bos besar dan kaya raya. ''Dari semuanya ini, Mas suka jam yang mana?'' tanya Deema. ''Jam yang paling di suka?'' tanya Aiden. ''Em ... Ini,'' tunjuknya ke arah sebuah jam yang sangat terlihat mewah, jam itu berwarna hitam. ''Pasti harganya mahal ya, Mas?'' ''Jam ini tidak mahal, tapi jam ini pemberian almarhum kakek saya, waktu saya masih kuliah.'' ''Bagus banget ya, sayang banget kakek gak bisa liat muka kamu yang sekarang.'' ''Memangnya kenapa?'' Deema menahan ucapannya agar Aiden sedikit penasaran. ''Em ... Lebih tampan. Heheh ....'' Aiden ikut tersenyum, lalu mencubit hidung Deema. ''Sudah lihatnya?'' tanya Aiden. ''Sudah, Mas.'' ''Yasudah, Bibi kayanya udah siapin shampo buat kamu, kamu masuk dulu saja ke dalam toilet, nanti saya kasih shamponya.'' ''Ha? Nanti Mas ngintip dong.'' ''Kamukan mau keramas, bukan mau mandi, Deema ....'' ''Ah iya, Mas. Aku lupa.'' Aiden berjalan keluar, dan Deema berjalan lebih ke dalam lagi untuk masuk ke dalam toilet.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN