Setelah menghadapi kesulitan yang ia alami tadi sore, dan berakhir ia mendapat kejutan yang berisi mobil mewah oleh Aiden. Kini, malam harinya Aiden mengajak Deema makan malam disebuah restoran mewah.
Tidak hanya ada dirinya dan Aiden di sini, tapi ada Zaffran dan Kaila yang ikut makan malam kali ini.
''Pantes ya, Bu, Pak Aiden suka sama Deema ...'' bisik Zaffran di dekat Kaila.
Kaila mengangguk. ''Aku juga suka sama Deema, Aiden enggak pernah salah pilih.''
Mereka terus bergosip karena melihat kedua sejoli itu sangat romantis. Apalagi saat ini, Deema tengah memilih kacang-kacangan yang ada di dalam makanan Aiden untuk dipisahkan, karena Aiden tidak suka.
''Mas, kacangnya udah aku ambil semua. Tinggal makan,'' kata Deema memberikan piring itu lagi.
''Em? Terimakasih, '' kata Aiden.
Deema mengangguk, namun ada yang janggal, Deema melihat Kaila dan Zaffran yang tengah berbisik sambil mengintip kearahnya dan Aiden, juga mereka sepertinya tengah menahan tawanya.
''K--kak? Ada yang salah?'' tanya Deema ragu-ragu.
Kaila langsung menggeleng. ''No, enggak ada, Deema. Hati aku ikut meleleh ngeliat sikap kamu sama Aiden,'' ucap Kaila.
''Saya serasa nyamuk di sini.''
''Aku belalang di sini,'' ucap Kaila yang menambakan dan mereka berdua pun tertawa.
Deema tersenyum canggung, sedangkan Aiden menatap datar kearah keduanya. ''Sirik aja jadi orang,'' jawab Aiden.
''Yeu ... Giliran gak ada Deema minta tolongnya sama siapa?'' tanya Kaila.
''Bunda,'' jawab Aiden yang tidak ingin kalah.
''Bohong. Dia ada apa-apa nyuruhnya aku. Potong daging suruh aku, ambil buah suruh aku.'' kata Kaila yang mengadu.
Aiden memutar bola matanya malas. ''Minta tolong itu namanya, bukan nyuruh.''
''Sama aja. Kamu suka nyuruh ....''
''Jangan dengerin Kaila. Dia ngarang,'' kata Aiden kepada Deema.
''Heh ... Gara-gara kamu nyuruh aku bohong ke Deema, aku jadi merasa bersalah ya ....'' kata Kaila yang ingat kejadian tadi siang. Ia menyuruh Deema untuk pergi ke sebuah ruko dan mengambil barangnya, padahal itu hanyalah tipuan agar Deema bisa pergi ke sana. Dan semua ide itu datang dari Aiden.
Sampai-sampai, Kaila tidak menjawab telpon Deema yang datang berkali-kali dan membuat hatinya sedikit takut. Takut jika Deema kenapa-kenapa.
''Aku hampir mau nangis loh, gak jawab telpon kamu yang berkali-kali. Aku takut kamu kenapa-kenapa, tapi ... Gara-gara dia, aku harus nahan gak jawab telpon kamu.'' kata Kaila.
Deema tersenyum sambil mendengar cerita dari Kaila. ''Maaf ya ...'' ucap Kaila.
''Enggak apa-apa, Kak. Makasih ya ....''
''Aku ngerasa udah ngerjain kamu tau gak? Gara-gara anak itu.'' kata Kaila lagi.
''Kok nyalahin?'' tanya Aiden.
''Iyalah. Kamu yang suruh aku. Ya aku nurutlah, orang kamu ngancam.''
Deema melihat ke arah Aiden, untuk memberikan penjelasan tentang kejadian tadi sore. sepertinya banyak sekali korban 'pengancaman' dibalik pemberian hadiahnya sore tadi.
''Bohong, saya gak bilang apa-apa.''
''Tapi dia bilang, kalau aku gak mau nurut buat suruh kamu ke sana tadi sore, katanya dia gak mau makan kue aku sampai ma-ti nanti. Gitu ... Nyebelin bangetkan, Aiden?''
Aiden yang teringat akan janji itu, ia pun tertawa. ''Hahaha ... Bercanda, Kaila ....''
Kaila memukul lengan Aiden dengan pelan. ''Kaila-kaila, gak sopan!'' ingat Kaila kepada adiknya.
Deema dan Zaffran menahan tawa mereka karena lucu melihat Aiden dimarahi oleh kakaknya sendiri. Aiden yang terlihat berwibawa itu hancur di mata Deema dan Zaffran.
''Memangnya, siapa yang buat rencana itu semua?'' tanya Deema.
Kaila dan Zaffran pun menunjuk Aiden yang tengah meminum minumannya. ''Saya?'' tanya Aiden sambil menunjuk dirinya sendiri.
''Iya. Pak Aiden yang ngerencanain itu semua. Sampai-sampai dia menyewa ruko itu seharga motor,'' jawab Zaffran.
''Oh ya? Serius?'' tanya Deema yang sedikit tidak percaya? Bisa-bisanya Aiden menyewa tempat itu hanya beberapa jam dengan harga belasan juta?
''Iya. Aku udah usul buat ngasih aja ke kamu. Tapi, dia pengen ada kejutannya.'' kata Kaila yang menambahkan.
''Aku kira dia mau lamar kamu. Ternyata cuma mau kasih mobil. Aiden memang lemah orangnya,'' lanjut Kaila.
Aiden membuang mukanya, ia merasa dipermalukan berada di sini. Deema tidak marah mendengar itu, ia menjadi merasa tidak enak dengan Aiden. Ia pun mengusap lengan Aiden dengan pelan. ''Makasih ya, Mas. Padahal aku yakin kamu lagi sibuk banget, tapi kenapa harus nyiapin hal seperti itu?''
Aiden yang mendapat dukungan dari Deema, ia pun mengelus tangan Deema. ''Tidak apa-apa, saya suka memberi kamu hadiah. Karena ... Efek kebahagiaannya, menular.''
Kaila sudah berekspresi tiba-tiba ingin muntah di sana, dan Zaffran yang tidak bisa melihat keromantisan Aiden dan Deema, ia memilih untuk meminum airnya.
''Iri? Jangan banyak-banyakin iri. Cari pasangan sana,'' kata Aiden yang ingin membalikan situasi.
''Awas ya kamu, kalau minta tolong, enggak akan aku turutin lagi.''
Aiden mengangguk dengan santai. ''Oke. Jangan lupa kartu kredit--''
''Eh, ralat. Kalau kamu butuh bantuan, aku siap tolongin kamu, oke? Adek tersayang?'' ucap Kaila sambil terburu-buru.
Semua orang yang ada di sana pun tertawa karena melihat kelucuan adik kakak yang selalu ribut ini.
Malam sudah semakin larut, mereka kembali menikmati makan malam mereka sambil mengobrol ringan. Tidak ada lagi keributan dan perdebatan yang mereka buat. Untunt saja, Kaila dan Aiden kembali rukun saat ini.
Beberapa menit setelahnya, Aiden memutuskan untuk mengantarkan Deema pulang menggunakan mobil baru. Dan Aiden menyuruh Zaffran untuk mengantarkan Kaila pulang, lalu nanti kembali menjemputnya menggunakan mobil Aiden.
....
Di jalan menuju pulang, rintik gerimis turun. Deema sedikit merasa kecewa karena hujan baru saja turun beberapa hari ini. Andai saja, siang kemarin hujan turun, Deema pasti akan senang. Tapi ... Sepertinya untuk membenci hujan saat ini, ia tidak pantas.
Mungkin, turunnya hujan, menandakan jika hujan pun turut bahagia dengan bahagianya Deema hari ini.
Deema tersenyum disaat melihat hujan turun dan membasahi kaca mobil barunya pemberian dari Aiden ini. ''Seneng hujan turun?'' tanya Aiden.
Deema mengangguk. ''Seneng banget, Mas ....''
Deema menuliskan sesuatu di kaca mobil yang berembun, sebuah love yang sangat cantik. ''Love?''tanya Aiden.
''Ya ... Love buat Mas Aiden. Hahaha ....''
Aiden ikut tertawa. ''Happy?'' tanyanya.
''Tentu, aku happy banget, Mas. Terimakasih ....''
''Kamu tau gak, perjuangan saya dapetin mobil ini.''
Deema mendekat ke arah Aiden. ''Gimana, Mas? Pasti ribet banget ya? Ini keliatan mobil impor sih.''
''Iya. Ini mobil dari USA.''
Deema cukup terkejut. Tak heran jika mobil ini sangat-sangat keren, interior di dalam mobilnya pun tak kalah keren. ''Memangnya bisa, Mas dapet mobil impor hanya satu hari? Aku baru bilang kemarin loh ....''
''Saya bilang kemarin kalau besok bakal ajak kamu pergi cari mobil. Tapi, tidak jadi. Saya berubah pikiran dan lebih memilih untuk mencarikan kamu mobil, dan memilih mobil ini.''
''Ta--tapi waktunya benar semalam?''
Aiden mengangguk. ''Saya sudah jauh-jauh hari pesan mobil ini, tadinya, buat saya sendiri. Tapi ... Saya sudah tidak niat membeli mobil ini. Dan sudah terlanjur saya pesan.''
''Mas ... Ini mobil mahal loh, kamu kok kaya lagi beli sepatu ya? Kalau gak suka bisa beli yang baru.''
Aiden tersenyum. ''Saya suka mobil ini, tapi ada mobil lain yang curi hati saya.''
''Mas Aiden ada-ada aja.''
''Pajaknya di tanggung kamu jugakan?'' tanya Deema yang memikirkan tentang pajak. ''Lagipun, aku gak bisa bawa mobil ....''
''Pajak ditanggung pemenang.''
''Memangnya ini acara kuis, Mas ....''
''Iya, sayang. Pajaknya biar saya yang bayar. Surat-surat mobil ini masih atas nama saya, karena kemarin saya beli mobil ini pakai nama saya.''
''Iya. Lagipun, kamu yang pakai.''
''Kamu gak tau, kalau Ibu kamu bisa bawa mobil.''
Deema terdiam sebentar. ''O--oh ya?''
''Anaknya sendiri tidak tahu?''
Deema menggeleng kepalanya. Ia tidak tahu jika ibunya bisa mengendarai mobil. ''Tanya saja nanti dengan Ibu kamu.''
Deema pun mengangguk sedikit ragu.
Tak lama, mereka sampai di depan rumah Deema. Deema turun dari mobil terlebih dahulu untuk membukakan gerbang. Akhirnya, garasinya saat ini terisi oleh mobil.
Aiden turun dan mematikan mesin mobil, lalu memberikan kunci mobil itu kepada Deema. ''Se--serius, Mas? Kamu yang pegang aja deh ....''
Aiden mengambil tangan Deema, dan memberikan kunci itu kedalam genggaman tangan Deema. ''Masuk, sudah malam. Jangan takut mobilnya hilang, mobil ini hanya ada dua di negara ini.''
Deema selalu tidak bisa berkata apa-apa ketika Aiden sudah berbicara seperti itu. ''Mas gak mau masuk dulu?''
Aiden menggeleng. ''Sudah malam. Besok kamu ke sekolah?'' tanya Aiden.
''Besok hari minggu, Mas ....''
Aiden menepuk jidatnya. ''Saya terlalu fokus sama kamu. Sampai lupa hari.''
Deema tersenyum malu-malu. ''Mas Aiden mulai ada kemajuan ya ... Gombalnya ....''
''Sudah ... Sudah ... Kayanya itu Zaffran sudah jemput saya. Masuk duluan, saya mau pulang. ''
''Mas Aiden masuk mobil, baru aku masuk ke rumah.''
Deema menggandeng Aiden untuk keluar gerbang dan masuk ke dalam mobil. Ia pun melambaikan tangannya. ''Bye, Mas ... Hati-hati, Pak Zaffran.'' kata Deema.
Mobil yang dikendarai Zaffran pun pergi. Deema kembali masuk, mengunci gerbangnya dengan teliti, dan masuk ke dalam ke rumahnya.
Ketika ia masuk ke dalam rumah, Deema melihat Kinanti yang sedang duduk sambil mengerjakan sesuatu. ''Ibu, kok belum tidur?''
''Ibu nunggu kamu.'' jawab Kinanti.
Deema mengangguk-anggukan kepalanya. Ia teringat akan sesuatu yang ia pegang ditangannya. Ia pun memperlihatkannya ke arah Kinanti. ''Bu ....''
''Kenapa? Kunci mobil?'' tanya Kinanti yang melihat sesuatu yang ada ditangan Deema itu.
Deema mengangguk sambil tersenyum. ''Mas Aiden ngasih aku mobil.''
Kinanti teridam. ''Aiden? Mobil?''
''Iya, Bu ...'' Deema mengajak Kinanti untuk keluar rumah, dan melihat mobil yang terparkir cantik di depan rumah mereka.
Kinanti menutup mulutnya. ''I--ini serius, Nak?'' tanya Kinanti.
''Iya ... Bu ....''
''Masyaallah ....''
Kinanti langsung memeluk Deema. ''Aiden baik banget ....''
Deema mengangguk membenarkan akan hal itu. ''Ibu, kok Mas Aiden bilang Ibu bisa stir mobil. Memangnya benar?''
Kinanti tanpa ragu mengangguk. ''Iya. Dulu Ibu juga sempat bawa mobil pemberian dari nenek kamu. Tapi, karena sudah beberapa tahun tidak menyetir, sepertinya Ibu harus belajar kembali.''
''Besok kita belajar ya, Bu.''
Kinanti mengangguk. ''Ratu juga pasti seneng banget.''
''Ratu sudah tidur?''
''Sepertinya ... Tadi dia sudah makan malam. Kamu sudah makan malam?''
''Sudah, Bu.''
Mereka masuk kembali kedalam rumah sambil mengobrol tentang keseharian mereka hari ini. Banyak sekali hal yang sudah mereka lakukan. Seperti Kinanti yang dihari sabtu ini harus masuk bekerja karena ada beberapa hal yang perlu ia pelajari. Begitipun dengan Deema, di hari sabtu ini ia mendapatkan hadiah istimewa dari kekasihnya.
Hidup memang penuh dengan banyak sekali kejutan. Dan yang Deema pahami sekarang, Deema hanya perlu menjalani hidupnya. Tentang susah, senangnya, itu sudah menjadi bagian alur hidup.