88. Menyeramkan

1745 Kata
Akhir pekan tiba, saat ini Deema tengah berjaga di kasir toko The K. Ia baru saja masuk kembali bekerja tadi pagi. Hari ini jam 11 siang, ia sudah menyelesaikan semua pekerjaan menghias kuenya. Saat ini Deema tengah menjaga toko, berdua bersama Arin. ''Kak Deema, gimana kemarin ujian nasionalnya?'' tanya Arin yang sedang membersihan etalase. ''Alhamdullah berjalan lancar ... Tapi, urusan nilai aku pasrah. Hahaha ....'' Mendengar Deena tertawa, Arin pun tertawa. ''Dulu waktu aku SMP juga gitu, Kak. Hahah ....'' ''Kenapa kamu gak lanjut masuk SMA?'' Arin menggelengkan kepalanya. ''Aku harus cari uang. Untuk sekolah ... Aku udah enggak kepikiran apa-apa. '' Deema mengangguk. Mengerti kondisi Arin. ''Aku rasa ... Sekolah itu hanya formalitas. Yang penting kamu punya skill dan bakat. Buktinya, kamu jago banget ngomong di depan orang, ramah dengan semua orang, pinter pakai komputer. Iyakan?'' Arin mengangguk. ''Iya, Kak Deema. Aku sedikit nyesel juga sih gak sekolah ... Tapi, mau gak mau aku harus kerja.'' Deema menghampiri Arin dan menepuk pundak Arin. ''Hidup hanya perlu di jalani. Bener gak?'' Arin tersenyum. ''Bener banget, Kak.'' Mereka kembali melakukan pekerjaan masing-masing. Saat ini, Deema yang mengambil alih untuk membersihkan etalase dan membersihkan lantai, lalu Arin yang berdiam di depan komputer untuk menerima semua pesanan yang ada. Toko mereka saat ini sedang berkembang di penjualan online, sedangkan secara toko, hanya ada beberapa pengunjung saja yang datang ke toko. Mungkin karena toko The K terlalu kecil, dan membuat orang kurang nyaman untuk berdiam di dalamnya. Itu menjadi salah satu utama tempat ini. ''Deema, istirahat dulu saja, Kak Kaila beliin kita makanan ada di rooftop, gabung aja sama Riki,'' kata Nomi yang turun sambil merapihkan bajunya. ''Mbak Nomi sudah istirahat?'' tanya Deema. ''Sudah. Arin, kamu juga istirahat dulu saja.'' Deema dan Arin pun tidak menolak, mereka membuka celemek yang mereka pakai, lalu berjalan menuju lantai dua. ''Kita ke atas dulu ya, Mbak ...'' kata Arin. ''Iya, makan yang banyak selagi gratisan ya ....'' Mendengar itu, Deema dan Arin tertawa. Mereka kembali melanjutkan jalan mereka untuk sampai di rooftop. Sesampainya di sana, mereka sudah tidak melihat Riki atau siapapun di sini. Tapi, di atas meja masih tersedia banyak sekali makanan yang sepertinya untuk mereka. ''Wahh ... Ini kayanya buat kita deh,'' kata Deema yang saat ini duduk di sofa. Arin pun duduk di sebelah Deema. ''Wah ... Banyak banget ya, Kak ... Aku jadi bingung mau pilih yang mana.'' Mereka sangat bingung mau makan apa siang hari inu, karena banyak sekali makanan yang ada di atas meja. Tapi, ada satu hal yang menarik di mata Deema, panas-panas seperti ini, sangat cocok untuk memakan es buah segar. ''Kak Deem, kita makan satenya berdua yuk ... Aku belum pernah makan sate siang-siang,'' kata Arin sambil memakan sate ayam yang juga terdapat lontong di dalamnya. ''Iya, ini es buahnya makan berdua juga.'' ''Porsinya banyak banget ya, Kak ....'' ''Iya. Porsinya banyak banget.'' Mereka makan siang sambil mengobrol bersama. Tak lama, pintu rooftop terbuka, ada Kaila yang datang menghampiri mereka. ''Kak Kaila,'' sapa Arin sambil berdiri. ''Santai-santai ... Duduk aja,'' kata Kaila yang saat ini duduk di hadapan Deema dan Arin. ''Kak Kaila, makasih ya udah beliin makanan seenak ini. Banyak banget lagi.'' Kaila mengangguk. ''Di makan ya. Harusnya kita makan sama-sama, karena harus ada yang jaga toko, jadi ... Kita harus makan masing-masing.'' ''Iya, Kak. Kalau kaya gini seru untuk di makan sama-sama,'' jawab Arin. ''Gimana, enak semua jajanannya?'' tanya Kaila. Deema dan Arin mengangguk. ''Enak banget, Kak.'' ''Nih, aku makan nasi pecel. Enak banget tau, kamu harus coba,'' kata Kaila yang saat ini membuka satu makanan yang dibungkus oleh kertas nasi. ''Oh ya? Kak Kaila suka makan seperti itu?'' tanya Deema. ''Iya dong, ini enak banget. Kamu harus coba, gak mau tau.'' kata Kaila, dan saat ini ia membukakan bungkus makanan itu untuk Deema. ''Nih, porsinya banyak, kita makan bareng-bareng aja ya,'' kata Kaila. ''Iya, Kak siap ....'' Siang hari sambil makan, makanan berat seperti ini memang sangatlah cocok. Apalagi, berteduh di panasnya matahari, sambil menikmati semilir angin dan pemandangan kota di siang hari. ''Tema makanan hari ini sambal kacang,'' kata Kaila. ''Ah iya aku baru sadar. Kenapa Kak Kaila pilih semua makanan yang ada sambal kacangnya?'' tanya Deema. ''Aku juga baru sadar loh, Kak ....'' tambah Arin. Kaila tersenyum. ''Aku kesel banget kehabisan ketoprak yang waktu itu pernah aku beli loh ... Yang rekomedasi dari Riki.'' curhatnya. ''Oh ya? Siang-siang gini udah habis?'' tanya Deema. ''Iya, nyebelin bangetkan? Yauda aku suruh Riki buat beli makanan yang berbumbu sambal kacang hari ini.'' ''Oalah ... Nanti besok aku bikinin ketoprak buat Kak Kaila.'' Kalila menatap wajah Deema sambil berbinar. ''Serius?'' tanyanya. ''Serius dong, Kak. Besok aku bawa porsi yang besar-besar banget. Ditambah bakwannya juga. Okey ....'' ''Wah ... Enak banget pasti, Kak.'' kata Arin. ''Aaaa ... Aku suka banget masakan buatan Deema. Makasih ya, udah mau buatin aku ketoprak.'' ''Masakan Kak Deema pasti enak. Makanya Kak Kaila seneng banget.'' Kaila mengangguk sambil mengacungkan kedua jempol tangannya. ''Masakan Deema, the best banget. Anehnya ... Aku bisa buat kue, tapi kalau masak, aku kurang berbakat. Dan Deema ... Buat apapun itu enak banget.'' ''Ah, Kak Kaila bisa aja. Itu semua cuma hobi kok.'' ''Hobi dan bakat juga kayanya.'' Deema mengangguk. ''Mungkin, Kak. Dulu, nenek aku juga pinter banget masak dan membuat kue. Makanya aku bisa hias kue sekarang, karena dulu selalu bantu nenek buat hias kue.'' ''Oalah ... Nenek kamu penjual kue juga?'' ''Iya, hanya orang-orang terdekat saja yang pesan kedia. Dan nanti dia buatkan. Tidak sampai membuat toko seperti ini.'' Kaila tersenyum. ''Wah ... Andai nenek kamu masih ada, aku mau membuat kolaborasi yang spektakuler.'' Deema, Arin dan Kaila tertawa bersama. ''Tapi sayangnya ... Nenek udah gak ada.'' ''Aku juga udah gak punya nenek, Kak.'' kata Arin. ''Sama, aku juga ....'' kata Kaila. Saat ini mereka mengobrol seperti seorang sahabat, bukan bos dan karyawan. Kaila pandai sekali mengobrol dengan orang lain, Kaila juga sangat pandai membuat suasana menjadi asyik. Dan tidak membuat semua karyawannya terasa kaku di depan Kaila. ... ''Deema, bisa ke ruangan aku dulu?'' tanya Kaila yang menongol di depan pintu ruangannya. Deema yang tengah memakai tas, menengok ke arah Kaila. ''Iya, Kak sebentar, aku beres-beres dulu.'' ucap Deema. ''Oke. Aku tunggu ya.'' Saat ini jam sudah menunjukan pukul 16:50 waktunya pulang bekerja. Karena Deema sudah bekerja sejak pagi. Deema membereskan sampah-sampah kedalam tempat sampah, memasukan lap-lap kotor ke sebuah tempat untuk di kirim ke laundry. Juga Deema membereskan meja-meja, sebelum ia masuk ke dalam ruangan Kaila. Deema berpikir, untuk apa Kaila memanggilnya, padahal gajian baru saja di beri minggu lalu. Deema jadi sangat penasaran. Buru-buru ia menyelesaikan semuanya, dan masuk ke dalam ruangan Kaila. ''Ada apa, Kak?'' tanya Deema. ''Ah, sini duduk,''kata Kaila. Deema mengangguk dan duduk di depan Kaila. ''Deema, gini ... Aku boleh minta tolong gak?'' tanya Kaila dengan wajah sedikit ragu. ''Minta tolong? Boleh dong, Kak. Selagi aku sanggup.'' ''Emmm ...'' Kaila menggantungkan ucapannya, dan matanya fokus dengan ponsel yang ia lihat. ''Kenapa, Kak? Ada masalah?'' tanya Deema. ''Bukan, bukan masalah.'' jawab Kaila sambil tersenyum. ''Aku bakal kirim alamat buat kamu. Kamu datangin ke sana bisa?'' tanya Kaila. ''Ke--kesiapa, Kak? Teman Kak Kaila?'' tanya Deema, ia sedikit ragu karena ia harus pergi ke sebuah tempat yang akan Kaila berikan alamatnya. ''I--iya. Ke teman aku. Nomer ponsel kamu yang kemarin masih aktif kan? Aku kirim ya.'' Deema mengangguk. Ia membuka ponselnya menunggu Kaila mengirimkan alamat itu. ''Kamu dari sini naik taksi ya. Sudah aku pesankan. '' ''Taksi? A-- Mas Aiden mau jemput aku kayanya.'' ''Oh ya? Bukannya Aiden pulang kerja jam enam hari ini? Bisa gak kamu bantuin aku dulu, nanti baru aku suruh Aiden buat jemput kamu. Gimana?'' Deema yang merasa tidak enak hati jika menolak Kaila, mau tak mau ia pun mengangguk. ''Iya, Kak. Boleh.'' ''Lihat alamatnya sudah aku kirim ya.'' ''Iya, Kak. Aku harus gimana kalau udah ke tempatnya? '' ''Emm ... Kayanya sih, kamu harus ngikutin aturan yang ada di sana.'' ''Aturan? serem banget, Kak kedengarannya. '' ''Hahaha ... Bercanda, kamu masuk aja ke tempat itu nanti dia bakal ngasih sesuatu buat kamu.'' ''B--buat aku? Bukannya itu barang Kak Kaila?'' ''Ah iya, kamu ambil barang aku maksudnya. Bisa?'' Deema mengangguk. ''Bisa, Kak.'' ''Oke. Taksinya sudah aku bayar, kamu tinggal naik saja dan sebutin alamatnya okey.'' Deema bangun dari duduknya, ia pun berpamitan untuk membantu Kaila hari ini. Setidaknya, Deema bisa membantu Kaila meringankan bebannya dengan cara seperti ini. Deema berjalan turun ke bawah toko, ia pun tak lupa untuk berpamitan dengan teman-teman yang sedang bekerja di sana. ''Deema, mau pulang?'' ''Aku mau keluar dulu, disuruh Kak Kaila.'' ''Ah ... Okey, hati-hati ya ....'' Deema mengangguk. Ketika keluar toko, ia melihat ada sebuah taksi yang sepertinya itu pesanan dari Kaila. ''Pak, ke alamat ini ya.'' Supir taksi itu mengangguk dan membawa Deema menuju tempat yang sudah Deema sebutkan tadi. ''Pak, udah di bayar ya?''tanya Deema untuk memastikan. ''Sudah, Dek. Dengan bapak tadi.'' ''Ba--apak?'' tanya Deema. Bukannya, Kaila yang menyuruh? ''Iya tuan muda.'' jawabnya. Deema hanya bisa mengangguk. Ia pun merasa ragu dengan ucapan dari Kaila tadi, apalagi Kaila berbicara dengannya sambil memerhatikan ponselnya. Deema menjadi sangat bimbang kali ini. Ia menjadi sedikit takut. Sebelum sesuatu hal yang Deema tidak inginkan terjadi, ia pun mencoba menelpon Aiden. Tapi ... sampai tiga panggilan, Aiden tidak menjawab telponnya. Deema semakin terkejut disaat supir taksi itu berhenti di sebuah bangunan ruko yang cukup besar, tapi ... Ruko itu sepertinya sudah tutup. ''Di sini, Dek.'' ucap supir taksi tersebut. Bukannya menjawab, Deema kembali menyesuaikan nama tempat ini dengan alamat yang diberikan Kaila. Alamatnya sesuai, tapi ... Mengapa hampir tidak ada orang di sini? Deema turun dari taksi dan tak lupa mengucapkan terimakasih. ''Aish ... kenapa jadi serem kaya gini? Padahal Gue cuma mau ngambil barang yang disuruh Kak Kaila aja.'' Deema melangkahkan kakinya, untuk melewati pembatas besi yang memalang di ruko itu. ''Tempat apa sih, ini serem banget,'' gumam Deema. Deema mendekat ke arah tembok yang memiliki sebuah kertas dan tulisan di sana. ''Jika ingin bertemu dengan pemilik ruko ini. Ketuk pintu sembilan kali.'' ''Hah?''tanya Deema yang kembali membaca tulisan itu di dalam hatinya. ''Wah ... Gak beres ini.'' Sebelum melakukan perintah yang ada di kertas itu, Deema terlebih dahulu menelpon Kaila. ''Aduh ... Mana Kak Kaila enggak angkat telponnya. Terus ini harus gimana dong?'' tanya Deema yang bingung. Ia sangat takut sekali kali ini, karena hal yang sangat aneh ini. Jika ini benar-benar ruko, tentunya akan ada barang yang dijual terpampang jelas di depan toko ini. Tapi ... Di sini tidak ada siapa-siapa, dan ruko pun tertutup dengan rapat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN