Jam menunjukan pukul 20:25 Deema baru saja sampai di depan rumahnya. Ia turun dari motor sport Avyan. Sebentar-sebentar, ada yang janggal di mata Deema ketika ia sampai di depan rumahnya.
Mo--mobil Aiden? Mobil Aiden atau bukan ya? Deema salah fokus dengan mobil berwarna putih itu.
''Deem, helmnya. Mau Lo bawa masuk?'' tanya Avyan.
Deema pun baru teringat jika ia masih memakai helm Avyan. ''A--ah iya,'' ucap Deema sambil mencoba membuka helmnya, namun tidak bisa.
''Bisa gak, sini Gue bantu. Norak banget Lo,'' kata Avyan.
''I--iya helm murah susah banget bukanya.''
''Mata Lo helm murah. Helm yang Lo pake seharga mobil tau gak,'' kata Avyan yang berniat sombong.
''Ah, yauda buat Gue aja helmnya. Gue gadai buat beli mobil.''
''Gak perlu pake helm Gue buat gadai. Gue kasih mobil. Asal ....''
''Asal?'' tanya Deema.
''Asal Lo jadi istri Gue. Hahahaha ....''
Refleks, Deema memukul lengan Avyan. ''An-jir.''
''Serius Gue, Deem. Lo jadi istri Gue, mobil apapun yang Lo mau. Gue turutin.'' ucap Avyan masih dengan nada bercandanya.
''Hahaha ... Udahlah, ngomong Lo ngaco.''
''Hahaha ... Btw, ini rumah Lo? Bagus juga. Kapan-kapan, Gue bisa main dong,'' ucap Avyan.
Deema mengangguk. ''Boleh, sekalian ajak Vany juga ya. Gue udah janji mau bikinin dia kue.''
''Iya, Deem.''
''Lo hati-hati ya. Gue masuk duluan ke dalam,''ucap Deema buru-buru, karena ia bisa melihat bayangan Aiden yang ada di balik garasi. Sepertinya Aiden menguping ucapan mereka.
''Buru-buru amat, gak mau nyuruh Gue masuk gitu?''
''Aish ... Udah malem, gak baik juga nanti diomongin tetangga mau?'' tanya Deema.
''Enggak sih.''
''Yauda, Gue masuk duluan. Bye ....''
''Eh, ... Deema.'' panggil Avyan.
Deema yang hendak masuk ke dalam halaman rumah nya harus terhenti karena Avyan memanggil namanya. ''Kenapa lagi sih?''
''Jaket Gue, mau Lo bawa juga.''
Deema baru tersadar jika ia terus memegang jaket Avyan sedari tadi, jaket yang ia gunakan untuk menutupi kakinya.
Deema pun menepuk jidatnya. ''Aish ... Maaf ya, Gue lupa.''
Deema memberikan jaket itu kepada Avyan. Dan Avyan langsung memakainya. ''Yauda sana cepet pergi,'' kata Deema.
Avyan mengangguk, ia menyalakan mesin motornya. ''Gue balik ya, Deem. Bye ....''
Deema mengangguk. ''Bye, Vyan ....'' motor Avyan pun melaju dan menghilang di balik belokan.
Deema kembali ragu untuk masuk ke dalam rumahnya. Karena ia sudah melihat bayangan Aiden ada di balik pagar besinya.
Bukannya Deema tidak berani, hanya saja ia merasa bersalah karena pulang malam, apalagi datang bersama laki-laki lain.
Deema menarik napasnya, lalu membuangnya. Ia pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam halaman rumahnya. Baru saja dua langkah, benar saja, ada Aiden yang tengah berdiri sambil memasukan dua tangannya ke kantung celananya dan kepalanya menunduk dengan ekspresi yang sangat dingin.
Aiden saat ini, sudah mirip seperti gangster-gangster yang ingin memalak orang lewat. Mirip sekali. Deema yang hendak lewat menjadi mikir dua kali, lagipun jika ia tidak lewat sini, ia harus lewat mana lagi?
''Habis dari mana, malem-malem baru pulang? Dianter siapa itu? Avyan? Mantan? Teman SMA? Atau cinta lama bersemi kembali?''
Deema menahan tawanya sekuat tenaga. Ia tidak bisa tertawa di depan Aiden saat ini. Ia merasa gengsi, dan ia baru teringat jika tadi pagi, ia galau karena Aiden, dan Aiden sudah membuat masalah dengan dirinya tadi pagi.
Deema tidak menjawab, ia hanya diam sambil menatap ke arah depan tanpa ekspresi. Ia mencoba untuk bersikap lebih dingin kepada Aiden.
''Kenapa gak jawab? Naik motor boncengan sama cowok? Malam-malam?''
''Saya juga bisa beliin kamu seratus mobil sport kalau kamu mau. Gak perlu cowok lain yang nawarin kamu seperti itu.''
''Atau ... Kamu mau, jadi istri dia biar di beliin mobil. Gitu?''
Ternyata seperti ini jika Aiden cemburu dan marah. Ia akan berbicara tanpa henti.
''Apasi, gak jelas.'' kata Deema dan memberanikan diri untuk berjalan masuk ke dalam rumahnya.
Belum saja beberapa langkah, Deema sudah di tahan oleh Aiden, dan Aiden mencekal tangan Deema.
''Apasi? Peduli apa kamu sama aku? Aku ilang aja gak kamu cari.''
Aiden terdiam, ia menutup pintu gerbang, dan menyudutkan Deema ke sudut yang lebih gelap. Jantung Deema berdebar sangat kencang, karena Aiden tiba-tiba saja bersikap seperti itu.
''Kamu pikir saya gak cari kamu tadi?''
''Udah deh, Mas. Urusin aja guru konseling itu, aku gak peduli.'' kata Deema sambil berkata dengan penuh penekanan.
''Guru konseling?''
''Apa? Mau ngelak? Kamukan, terus deket-deket sama guru konseling yang cantik itu, iya?''
''Cemburu?''
''Ya terus? Kamu juga cemburu sama aku yang pulang sama cowok lain?''
''Ya jelas, saya cemburu!'' kata Aiden penuh dengan penekanan.
''Kamu mulai berani bentak-bentak aku, Mas? Bentak aja aku sepuas kamu.'' kata Deema, ia yang berusaha menahan air matanya, tapi ... Air matanya mengalir begitu saja.
Deema yang tidak ingin kalah dengan air matanya ia pun mengusap dengan cepat air matanya itu. ''Terserah kamu deh, Mas. Kamu gak pernah mau ngalah sama aku.''
Deema yang memiliki peluang besar untuk kabur, ia yang hendak pergi, namun buru-buru Aiden memeluk tubuh Deema. ''Maaf, saya bukan bentak-bentak kamu. Saya kesal karena melihat kamu berjalan dengan cowok lain.''
''Maaf ... Harusnya saya mengerti, harusnya saja kejar kamu tadi siang.''
''Maaf saya terus marah sama kamu.''
''Hiks ... Hiks ...''
Aiden memeluk Deema sambil berjalan masuk ke dalam rumah. Untung saja, Kinanti dan Ratu sedang berada di lantai dua.
''Masuk ya, kita ngobrol di dalam rumah. ''
Deema yang masih di peluk oleh Aiden itu, masuk ke dalam rumah, dan Aiden mengajak Deema untuk duduk di sofa.
Ia mengusap air mata Deema menggunakan tissue. ''Maaf, sayang ... Saya enggak akan deket-deket sama dia lagi.''
''Oh, jadi kamu deket sama guru itu selama ini?''
''Bukan itu, sayang ... Tadikan kamu marah gara-gara saya dekat dengan bu guru itu?''
''Iya! Dan kamu seneng?''
''Enggak ... Dia yang terus ngajak saya ngobrol.''
Deema mengusap air matanya. ''Lagian aku liatin, kamu nyebelin banget tadi di sekolah.''
Aiden tersenyum kecil. ''Kesel? Cemburu?''
''Hem ... semuanya campur aduk.''
''Maaf ya, tadi saya langsung pergi ke kantor, saya gak bisa ngejar kamu.''
Deema yang sudah mendengar Aiden meminta maaf pun mengangguk, ia memahami Aiden. Dan ... Tidak semestinya juga, Deema terus mengekang Aiden, karena Aiden sudah dewasa.
''Kamu jangan gitu lagi ya ... Aku gak suka.''
Bak anak kecil yang sedang di beri tahu, Aiden pun mengangguk. ''Iya, sayang ... Saya minta maaf.''
Deema mengangguk. ''Iya, Mas.''
''Kamu ganti baju dulu ke atas sana, saya tunggu di sini. Bentar lagi saya mau pulang.''
Deema yang merasa gerah dengan seragam sekolah yang belum ia ganti pun mengangguk. ''Iya, Mas. Aku ganti baju dulu.''
''Kamu masih punya satu hutang cerita kepada saya. Saya masih panas liat kamu tadi.''
Deema menahan tawanya. ''Hahaha iya, Mas ... Aku ke atas dulu ya ....''
....
Saat ini, Deema dan Aiden tengah berjalan-jalan malam, mereka berniat ingin mencari makan yang bisa mereka nikmati malam ini.
''Mas, pulang dari kantor langsung ke rumah?'' tanya Deema membuka obrolannya.
Aiden pun mengangguk. ''Iya, sambil antar calon mertua,'' katanya sambil tersenyum.
Deema pun menjadi tersenyum malu. ''Aish ... Apaan sih, Mas ....''
Deema menggandeng tangan Aiden, karena cuaca malam ini cukup dingin.
''Mas, makan dimsum di depan enak kayanya,'' kata Deema yang menunjuk kedai dimsum di depan mereka.
''Kamu mau? Ayo kita ke sana.''
Aiden menyebrang jalan untuk sampai di kedai dimsum itu. ''Mas, yang paling enak di sini. Dua porsi ya, makan di sini,'' kata Aiden.
Ia pun mengajak Deema untuk duduk di dalam kedainya. ''Gak mau cerita?'' tanya Aiden, ia sedari tadi menunggu Deema untuk cerita tentang bagaimana bisa Deema pulang bersama Avyan sampai larut.
''Ah, cerita tentang tadi.''
''Iya, kenapa bisa sama Avyan?'' tanya Aiden.
''Tadi, aku kan pulang dari kantor polisi itu langsung naik angkutan umum.''
Aiden mengangguk mendengarkan ucapan Deema. ''Lagian kamu so-soan pergi, disangka film India. Saya gak bisa kejar kamu juga.''
Deema memajukan bibirnya. ''Mau aku cerita atu enggak nih.''
''Iya-iya cerita.''
''Nah, setelah itu aku turun di sebuah taman gitu, aku kenal tempat yang aku turunin, dan bener aja aku pernah duduk di taman itu sebelumnya. ''
''Terus ... Kamu duduk berdua sama Avyan gitu?''
Deema menggeleng. ''No ... Lebih tepatnya kita duduk bertiga.''
''Dengan?''
''Sama ... Adiknya Avyan.''
''Avyan punya adik?''tanya Aiden.
Deema pun mengangguk. ''Terimakasih, Mas.'' jawabnya disaat dimsumnya sudah datang.
Sebelum melanjutkan ceritanya, Deema terlebih dahulu memakan dimsum itu. ''Emm ... Enak banget. Mas, kayanya aku pesen lagi deh.''
Aiden yang juga ikut makan itu mengangguk. ''Iya, enak. Kamu boleh pesen lagi.''
''Makasih, Mas.''
''Lanjut lagi ceritanya. Saya penasaran.''
Deema mengangguk. ''Aku duduk di sebuah ayunan kala itu.''
''Gak usah formal.''
''Hehehe ... Ini serius. Aku duduk di ayunan, terus gak lama ada seorang anak kecil perempuan pakai kursi roda samperin aku. Dia bilang, Kakak cantik kenapa sedih, kurang lebih seperti itu.''
''Anak kecilnya gak salah panggil kamu cantik?''
''Aish ... Gak salah dong, aku memang cantik, Mas ....''
''Iya, iya cantik banget lalu.''
''Aku ngobrol sama dia. Nama dia Vany ... Gak lama, ada yang cari Vany, ternyata itu adalah Avyan ....''
Aiden sedikit terkejut. ''Vany yang pakai kursi roda itu, adiknya Avyan.''
Deema mengangguk. ''Badannya kurussss ... Banget, Mas. Dia pakai kursi roda, dia baru pulang sekolah TK waktu tadi kita ketemu.''
''Setelah itu?''
''Vany itu anaknya gak percaya diri, dia terus bilang aku cantik. Aku ngerasa gak teha banget liat dia. Aku kasih dia aksesoris rambut, aku bilang dia cantik kalau pakai itu.''
Aiden tersenyum mendengar cerita Deema, sudah ia duga, jika kekasihnya itu benar-benar baik.
''Setelah itu, Vany pengen ajak aku ke rumahnya. Dan kamu tau, Mas. Dia kasian banget, udah ditinggal ibu kandungnya waktu dia umur tiga tahun. Dan dia gak boleh keluar sama mama tirinya. Jadi, dia tiap hari cuma andelin Avyan buat main sama dia.''
''Dan ... Gak ada salahnya juga buat aku main sama dia tadi.''
''Dia sakit apa?'' tanya Aiden.
Deema menggeleng. ''Aku gak tau, dan gak tanya juga. Yang pasti kakinya gak bisa gerak gitu. Kasian banget, Mas. Anaknya manis.''
''Lain kali kamu ajak main lagi.''
''Boleh? Nanti kamu marah lagi.''
''Kenapa marah? Kamu sama Avyan-kan temenan? ''
Deema mengangguk. ''Jangan sampai tergoda Avyan mau beliin kamu mobil. Saya juga bisa beliin kamu seratus mobil. Ingat itu.''
Deema menahan tawanya. ''Hahaha ... Aku gak sematre itu, Mas ....''
''Nanti akan saya belikan.''
''Aku bercanda, Mas ....''
''Saya beli besok. Jangan sampai kamu diambil orang.''
Deema tertawa terbahak-bahak. Ia salah berbicara dengan Aiden, karena Aiden sangat serius orangnya. ''Besok saya ajak kamu ke showroom. Tidak ada penolakan.''
''Aish ... Gak perlu, aku mau nambah dimsum aja,''bisik Deema.
Aiden mengangguk, ia pun memesan kembali dua porsi untuknya dan Deema. ''Gak takut kalori lagi, Mas?''
''Saya selalu olahraga.''
''Ahaha ... Iya, deh. Mas Aiden bebas.''