Secepat itu pagi sudah kembali menyambut. Deema bangun dari tidurnya dan melihat Kinanti tengah melaksanan shalat subuh. Tenyata jam masih menunjukkan pukul 5 pagi.
Teringat akan 24 jam yang lalu? Dimana pukul 5 pagi ada seorang laki-laki yang menelponnya. Dan setelah saat itu ... Berakhirlah ia mendapat kabar duka.
Deema menggelengkan kepalanya, ia tidak ingin lagi mengingat akan hal itu. Untuk hari ini, Deema akan memulai hidup baru, yaitu hidup tanpa seorang ayah. Ia akan bekerja keras untuk bisa menghidupkan ibu dan adiknya.
Ia lihat, Ratu masih tertidur dengan nyaman. Deema tidak berani membangunkan adiknya itu karena ia tahu Ratu juga butuh istirahat. Deema bisa melihat jika Ratu yang paling merasa kehilangan di sini. Karena Deema tahu, Ratu sangat sayang sekali dengan ayahnya. Setelah ini, Deema janji akan menyenangkan Ratu untuk kedepannya.
Deema bangun dan berjalan ke arah toilet untuk berwudhu dan shalat, semoga ayahnya bisa dilapangkan di dalam kubur.
Selesai melaksanan shalat subuh, Deema duduk di sofa dan mengambil ponselnya. Ada pesan w******p dari grup kelasnya dan Aiden.
Di dalam grup kelasnya mereka sedang membicarakan jika hari ini hanyalah agenda merapihkan kelas untuk acara hari sabtu nanti. Dan teman kelasnya itu tengah membuat rencana untuk mendekor kelas mereka seheboh mungkin karena nanti akan ada hadiah.
''Kenapa secepet ini sih? Padahalkan hari sabtu masih lama ...'' gumam Deema.
Keluar dari grup kelas, Deema pun membuka pesan Aiden yang mengabarkan jika hari ini ia tidak perlu sekolah, karena jam 10 nanti Deema, Kinanti dan Ratu akan menuju kantor polisi untuk dimintai keterangan.
Deema juga meminta agar Aiden ikut serta untuk pergi ke kantor polisi. Dan ... Akhirnya atas bujuk rayu Deema, Aiden mau mengantar Deema dan menjemputnya di lobby hotel pada pukul 09:30 nanti.
''Deema ...'' panggil Kinanti yang sekarang duduk bersama Deema.
''Kamu bisa ketemu Aiden dari mana sih? Ibu iri banget sama kamu yang bisa dapatin laki-laki seperti Aiden ....''
Deema tersenyum mendengar itu. ''Deema juga gak tau, Bu. Kenapa Mas Aiden bisa suka sama aku. Padahal ... Aku ya ... Kaya gini adanya.''
''Kamu baik, cantik, pintar juga, makanya orang suka sama kamu.''
''Ah Ibu, Ibu bisa aja. Aku cantik ya karena Ibu juga cantik.''
Mereka pun tersenyum bersama. Kinanti menegang tangan Deema. ''Maafin ayah kamu ya kalau dia punya banyak banget salah sama kamu. Ikhlasin ayah kamu biar tenang di sana, insyaallah ... Ibu akan menggantikan sosok ayah buat kamu sama Ratu. Kamu harus kuat ya, kuatin juga adik kamu satu-satunya. Ibu janji, bakal ngasih kehidupan lebih baik buat kamu dan adik kamu kedepannya. ''
Mendengar ucapan itu dari ibunya, dengan sekuat tenaga Deema menahan tangisnya yang akan keluar. ''Kamu harus kuat ... Jangan benci ayah kamu, maaf kalau perilaku ayah kamu kemarin bikin kamu sakit hati, jengkel dan kesal. Umur enggak ada yang tahu, Nak ... Semuanya rahasia ilahi.''
Deema mengangguk. Ia membalas memegang tangan ibunya dengan lembut. ''Iya, Bu ... Deema sudah memaafkan semua kesalahan ayah.''
''Aku juga punya perasaan menyesal karena udah benci ayah semasa hidupnya. Aku sudah minta maaf sama ayah, dan juga mendoakan semoga ayah selalu baik-baik saja di sana dan semoga tenang.''
''Aku kasian sama Ratu,'' ucap Deema sambil melihat ke arah Ratu yang masih tertidur. ''Dia yang paling kehilangan ayah di sini. Aku tau Ratu sayang banget sama ayah, dia enggak pernah benci sama ayah, makanya dari kemarin dia belum ngomong apapun sama aku.''
Kinanti mengangguk. ''Biar Ibu yang ngomong sama Ratu. Ratu sudah besar, dia juga pasti ngerti tentang apa yang sudah terjadi.''
Deema tersenyum sambil meneteskan air matanya, ia pun menggenggam tangan Kinanti dengan erat. ''Ayo, Bu ... Kita berjuang sama-sama buat kehidupan kita yang lebih baik kedepannya. Aku bakal terus dukung Ibu, dan aku bakal terus bantu Ibu semampu yang aku bisa ....''
Kinanti memeluk Deema ke dalam pelukannya. ''Kamu yang kuat ya ... Ibu kuat, kamu harus lebih kuat.''
Deema mengangguk di dalam pelukan sang ibu. ''Iya, Bu ... Ibu juga harus kuat.''
''Kamu sekarang gak sekolah?'' tanya Kinanti.
Deema menggeleng. ''Mas Aiden bilang jangan dulu sekolah, lagipun jam sepuluh nanti kita bakalan pergi ke kantor polisi. Di kelas aku, enggak ada pelajaran, Bu ....''
''Oh ya? Kamu bebas?''
''Bukan bebas sih, lagi ada dekorasi kelas buat acara pentas seni hari sabtu. Ibu tau gak?''
''Tau apa?'' tanya Kinanti.
''Aku vokalis utama loh, nanti ....''
Kinanti tersenyum, ia sudah tau bakat yang dimiliki oleh anaknya itu. ''Wah ... Anak Ibu hebat banget. Semangat ya nyanyinya ... Jangan lupa minum banyak air putih.''
Deema mengangguk. ''Iya, dulu juga nenek bilang, kalau sebelum nanyi aku wajib minum air satu liter waktu malamnya.''
''Hati-hati nanti pengen pipis terus ....''
''Iya, bener, Bu ... Dulu aku juga pengen pipis terus. Tapi bener kata nenek, besoknya aku nyanyi lancar, enggak ada batuk-batuk atau lainnya.''
''Pinter banget ... Sukses selalu ya, Nak ....''
''Oh iya,'' ucap Kinanti yang teringat akan sesuatu. ''Aiden sudah bilang kamu?''
''Bilang apa, Bu?''
''Besok kita pindah ke rumah baru,'' ucap Kinanti dengan sedikit ragu.
''Ru--rumah baru? Mas Aiden bilang gitu?''
Kinanti mengangguk. ''Kemarin Aiden bilang ke Ibu, dia udah nyiapin rumah buat kita. Di perumahan pusat kota, jarak antara rumah dan perusahaan juga cukup dekat.''
''Se--serius, Bu?'' tanya Deema yang masih tidak percaya.
''Iya, sayang ... Mas Aiden yang bilang ....''
''Ya Allah ... Dia menang bener-bener malaikat.''
Kinanti mengangguk. ''Makanya itu, Ibu bilang kok kamu bisa nemuin orang seperti Aiden. Di jaga baik-baik ya, Nak ... Kita juga harus balas budi sama dia.''
''Iya, Bu ... Deema akan selalu baik sama Mas Aiden.''
....
Beberapa menit yang lalu Deema sudah memesan sarapan untuk di bawa ke dalam kamar hotelnya atau Aiden bilang jika ingin memesan makanan telpon saja nomer room service menu.
Tak lama, menu yang Deema pesan sudah datang. Dan saat ini ia tengah sarapan bersama ibu dan adiknya.
''Ratu makan ya, jangan enggak. Itu udah Gue pesenin bubur ayam enak banget loh ... Ini bubur ayam mahal, Dek ...'' ucap Deema untuk menghibur Ratu yang sedari tadi diam tak berbicara.
Ratu menggelengkan kepalanya. ''Enggak, Kak ... Aku enggak lapar ....''
''Lo laper ... Gue tau, tapi Lo gak nafsu. Gue suapin ya?''
Ratu kembali menggeleng. ''Makan dong ... Tiga suap aja. Mubazir loh ... Jangan sedih terus, ayah udah tenang kok di sana.''
''Iya, Nak ... diisi dulu perutnya. Nanti boleh tidur lagi.''
''Ratu gak mau makan ....''
''Satu suap aja. Cobain dulu, nanti kalau gak enak ganti yang baru.''
Deema memberikan suapan kecil untuk adiknya. Ia sudah mengganjal perutnya tadi, dan sekarang ia harus mengurusi adiknya terlebih dahulu.
''Aaaa ... Enak ini ...''
Ratu pun menerima suapan dari kakaknya. ''Enak? Dari kemarin Lo belum makan. Sekarang makan dulu ya. Mau di suapin lagi? Atau mau ganti menu? Atau mau ganti sama nasi goreng Gue?''
Ratu mengambil alih mangkuk bubur yang Deema pegang. ''Aku aja, Kak ....''
''Nah gitu ... Makan ya. Nanti Gue beliin sesuatu buat Lo.''
''Mau wafelnya? Ini buat lo yang rasa coklat. Ibu mau?''
''Ibu mau nyicip aja. Ibu udah sering makan kaya gitu.''
''Itukan dulu ... Udah beda pasti rasanya, Bu ...'' ucap Deema.
Kinanti tersenyum. ''Kalian aja yang makan. Ibu juga ini lagi makan,'' katanya yang menunjukan nasi gorengnya.
''Enak, Dek?'' tanya Deema.
Ratu menggeleng. ''Pahit, Kak ....''
Deema memegang kening Ratu yang ternyata tengah demam. ''Ya Allah ... Dibilang kemarin makan dulu sebelum tidur. Jadi panaskan?''
''Aku enggak apa-apa kok, Kak ... Aku baik-baik aja.''
''Ratu panas? Sebentar Ibu cari paracetamol. Semalam Ibu lihat ada kotak P3K di dekat dapur.''
''Habisin buburnya. Biar cepet sembuh. Ayah pasti sedih kalau liat Lo kaya gini.''
Ratu pun hanya bisa mengangguk. Deema terus mengobrol dengan Ratu agar Ratu terhibur. Dan mereka bisa ceria lagi.
Saat ini jam sudah menunjukan pukul 9 lebih. Deema, Kinanti dan Ratu sudah bersiap-siap untuk pergi ke kantor polisi dan memberikan keterangan.
''Sudah, Bu? Rat?'' tanya Deema.
''Sudah, Nak ...'' Deema mengangguk. Ia menggandeng Ratu untuk mengajaknya pergi keluar kamar dan turun menuju lantai satu. Mereka akan menunggu Aiden untuk menjemputnya.
Tak lama, mereka sudah sampai di lobby, dan sudah melihat Aiden yang duduk di sebuah sofa. Sepertinya Aiden tengah bertelepon.
Deema melambaikan tangannya untuk memberitahu Aiden jika ada dirinya di sana. Aiden tersenyum melihat Deema dan berjalan mendekat, lalu menyimpan ponselnya di saku celananya.
''Selamat pagi ...'' sapa Aiden.
Kinanti mengangguk. ''Pagi, Nak ....''
''Pagi, Mas ... Kamu sudah nunggu dari tadi?'' tanya Deema.
''Baru saja saya duduk. Ayo berangkat sekarang. Tim investigasi sudah menunggu. Kantornya pun cukup jauh dari sini.''
Seperti biasa Aiden membukakan pintu untuk Kinanti dan Ratu, begitupun dengan Deema yang duduk di sebelah Aiden. Kali ini Aiden yang menyetir mobil, tanpa supir.
''Mas, kamu ikut jugakan?'' tanya Deema.
''Saya antar sampai di kantor. Saya tidak ikut ke dalam ruangannya.''
''Ibu, nanti proses wawancaranya di pisah ya. Satu ruangan-satu ruangan. Jangan tegang ... Jawab saja seadanya, insyaallah semuanya lancar.''
''Iya, Nak ... Kamu tidak ada kerjaan?''
''Semua kerjaan sudah ada yang mengurus. Saya lebih mementingkan urusan yang harus disegerakan.''
''Mas ... Mas ikut ya ke dalem. Aku bisa grogi loh kalau di tanya ...'' ucap Deema yang sudah grogi duluan.
''Enggak, Deema ... Di dalamnya pun pasti ada polisi wanita yang bakal nemenin kamu.''
Deema pun akhirnya mengangguk. Ia mencoba untuk memberanikan dirinya, agar semuanya bisa terungkap dengan jelas.