122. Sebuah fakta

1289 Kata

Ponselnya bergetar, Celline bangun dari duduknya, berjalan menjauh dari keramain untuk menerima panggilan dari ayahnya. “Iya, Pah.” “Serius, Pah? Ya ampun ….” “Iya, Pah. Iya-iya. Bye, Pah ….” Dengan wajah menahan tangis sambil tersenyum, Celline datang sambil memeluk Aya dan Lola yang terheran melihat ke arah Celline. “Kenapa, Lo? Kok gitu mukanya kaya mau nangis?” tanya Aya yang sedikit terheran. “Hiks … Deema udah selamat … hiks ….” Celline menjawab sambil menangis. “Serius!” tanya Lola dan Aya berbarengan. Celline menganggukan kepalanya. “Bener, bokap Gue baru ngabarin.” “Syukur deh kalau gitu. Deema baik-baik ajakan?” tanya Lola. “Sekarang dia ada dimana? Apa kita perlu ke rumahnya sekarang?” kini Aya yang berbicara. Celline menggeleng. “Deema tertembak semalam, dia

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN