74. Awal kebohongan

1465 Kata
Saat ini Deema tengah berada di ruang musik berdua dengan Avyan. Avyan tengah mengiringi Deema menggunakan gitarnya untuk menyanyikan sebuah lagu. ''Ketinggian gak sih? Nada Gue rendah banget soalnya,'' ucap Deema yang merasa suaranya tidak cocok dengan nada yang diberikan oleh Avyan. Avyan mengangguk. ''Oke, Gue turunin.'' Deema kembali mencoba untuk menyanyikan lagu itu, sampai akhirnya ia berhasil menyanyikan lagunya tanpa ada kesalahan. Setelah ini, mereka akan gladi resik ke atas panggung. Deema sedikit gugup, namun karena ia memiliki rasa percaya diri yang tinggi, Deema sebisa mungkin akan menghilangkan kegugupannya itu. ''Clear? Kita ke atas panggung?'' tanya Avyan. Deema mengangguk. Ia membawa stand mic-nya untuk di atas panggung, namun dengan cepat Avyan mengambil alih stand mic itu. ''Biar Gue aja. Lo jalan duluan sana.'' Deema yang di tatap Avyan itu, sedikit gugup. Tanpa berbicara apapun lagi, Deema langsung pergi begitu saja. Ketika ia berjalan melewati kantor Aiden, ia masih belum melihat Aiden sampai siang hari ini. Dan gorden ruangannya pun masib tertutup. Sepertinya ... Aiden belum kembali dari pelatihan itu. Ada rasa sedikit kecewa di hati Deema ketika mengetahui jika Aiden tidak mengabarinya sejak pagi, selain Aiden memberikannya pesan jika ia tidak bisa menjemput Deema. ''Ah ... Mungkin Mas Aiden lagi sibuk banget di sana.'' Deema bernyanyi dengan gumamannya. Dari arah jauh, ia bisa melihat ke arah lapangan, jika lapangan besar di sekolahnya kini sudah ada panggung besar dan tenda-tenda kecil yang ada di sisinya. Juga lapangan itu sudah di hias secantik mungkin oleh para anggota osis. Jam masih menunjukkan pukul 9 pagi, Deema masih harus berlatih sampai ia bisa menyanyikan lagu itu dengan benar. Ia akan berduet dengan teman seangkatannya yang juga teman dari Avyan. Acara pentas seni sekolahnya, akan di buka untuk umum. Bahkan mereka pun mengundang SMA lain untuk melihat pertunjukan mereka. Mendengar hal seperti itu, Deema menjadi sedikit gugup. ''Kak Deema ... Test mic sini,'' ucap adik kelasnya yang merupakan anggota grup band sekolahnya. Deema mengangguk ia naik ke atas panggung untuk menyesuaikan suaranya di sana. ''Cek ... Cek ... Bass-nya tolong di kecilin,'' ucap Deema. Mereka mengikuti semua instruksi yang Deema berikan. ''Yang pegang drum siapa?'' tanya Deema. ''Gue, kenapa?'' teman dari Avyan bertanya, Deema kenal wajah orang ini, tapi ia tidak tahu siapa nama dari orang ini. ''Tolong ya, suara dari drumnya di atur. Jangan sampai suara drum yang terlalu mendominasi. Okey?'' Laki-laki itu mengangguk. ''Clear ...'' ucapnya. Tak lama, Avyan naik ke atas panggung. Ia menyiapkan stand mic untuk Deema bernyanyi. ''Mau coba satu lagu gak, Kak?'' tanya adik kelasnya yang sedang mengatur kegiatan di atas panggung. ''Gimana, Vyan?'' Avyan mengangguk. ''Boleh.'' ''Okey. Satu lagu inti kita ya ....'' Semuanya bersiap-siap di tempat masing-masing. Ada dua orang yang memainkan gitar, dan masing-masing satu orang yang memainkan drum, dan keyboard. Suara petikan gitar berbunyi, Deema menggenggam erat mic-nya untuk mencoba bernyanyi di atas panggung. ''Bismillah ...'' gumam Deema. Suara Deema pun masuk ke dalam nada musik. Ia bernyanyi dengan sepenuh hati dan menghayati lagu yang ia bawakan. Semua orang yang ada di sana mendengarkan suara Deema yang sangat merdu itu. Semua orang yang tengah bekerja menghias lapangan, saat ini malah berkumpul di tengah lapangan untuk melihat latiham dari grup band Avyan, dan Deema yang menjadi vokalis. Banyak orang yang bertepuk tangan di saat Deema mulai bernyanyi. Tak sedikit diantara mereka yang ikut bernyanyi bersama Deema. Bahkan sebagian orang yang ada di sana, cukup terkejut dengan suara Deema yang sangat merdu itu. Dulu, mereka hanya mengenal sosok Deema yang tidak sopan dan sangat jahat, saat ini mereka menjadi tahu jika Deema memiliki bakat bernyanyi. Sudah cantik, pintar memasak, dan suaranya sangat merdu. Orang berpikir, pantas saja Pak Aiden terus mendekati Deema. Ternyata ini, alasannya. Sampai di nada terakhir ia menyanyikan lagu, semua orang bertepuk tangan dan meminta Deema untuk kembali bernyanyi. ''Lagi ... Lagi ....'' ''Lagi ... Lagi ....'' ''Kak Deema nyanyi lagi dong ....'' Deema tersenyum melihat ke belakang. Atas kerja sama tim ini, mereka berhasil menarik perhatian orang lain. Avyan mengangkat jempolnya ke arah Deema. Dan mengucapkan. ''Good, Dear ....'' Deema memutar bola matanya malas, lalu tertawa. ''Oke ... Satu lagu lagi,'' ucap Deema memberi intrupsi. Musik kembali di bunyikan. Mereka yang menonton bertepuk tangan dengan sangat kencang. Bahkan para siswa yang berada di dalam kelas kini mencuri-curi pandang ke arah lapangan karena ingin melihat aksi panggung grup band itu. Tidak hanya pemain musiknya yang tampan-tampan, tapi juga ada vokalis nya yang juga sangat cantik. Deema kembali menyanyi untuk kedua kalinya. Setelah ini, ia akan langsung pergi bekerja dan ingin pulang di siang hari, agar ia dapat beristirahat dan esok ia bisa bernyanyi tanpa halangan apapun. Selesai dengan semua kegiatan pelatihannya, Deema pun turun dari panggung. Seperti biasa, ia memutuskan untuk langsung pulang terlebih dahulu, karena setelah ini tidak ada agenda apapun lagi. Tasnya sudah ia simpan di ruang musik, jadi Deema tidak perlu kembali ke kelas untuk mengambil tasnya. Deema membuka ponselnya yang ada di dalam tasnya. Ada satu panggilan tak terjawab dari Aiden. ''Mas Aiden telpon ada apa ya?'' Sebelum pulang, Deema memutuskan untuk melihat ke arah parkiran apa ada mobil Aiden di sana? Tapi, jika di lihat-lihat, tidak ada mobil di tempat parkiran saat ini. Sambil berjalan keluar gerbang, Deema memutuskan untuk menghubungi Aiden. Di saat panggilan pertama, Aiden tidak mengangkatnya. Mungkin Aiden sedang sibuk, pikir Deema. Melihat ada pak satpam yang berjaga sebaiknya ia bertanya. ''Pak, sudah liat Pak Aiden pulang?'' Pak satpam menggeleng. ''Saya belum melihat. Pak Aiden ikut pelatihan ya?'' Deema mengangguk. ''Iya, Pak. Belum ke sekolah ya?'' ''Iya, sepetinya. '' ''Okey. Terimakasih, Pak ....'' Deema pun memutuskan untuk menaiki angkutan umum. Ia harus mengerti keadaan Aiden, jika Aiden sedang sibuk, dan Aiden bukan sembarangan orang yang memiliki waktu senggang. Tapi, rasa penasaran di hati Deema masih ada. Ia ingin tahu dimana Aiden saat ini. Deema kembali menelpon Aiden, ia janji setelah Aiden tidak mengangkatnya telponnya kali ini, ia tidak akan menelpon Aiden kembali. Tak lama, ternyata telponnya diangkat oleh Aiden. ''Halo, Mas?'' ''Hmm ... Kenapa Deema?'' ''Ah ... Enggak apa-apa. Kamu belum selesai ya?'' ''Iya, belum. Kenapa?'' ''Enggak apa-apa, Mas. Kamu sudah makan?'' ''Sudah.'' ''A--emm ... Bagus deh kalau begitu. Yasudah ... Aku tutup ya telponnya.'' Deema langsung menutup telpon itu. Kenapa Aiden menjawab pertanyaannya seperti itu? Apa Aiden marah karena ia sudah menelponnya? Apa Aiden marah karena Deema sudah mengganggu waktunya. Deema mengangkat bahunya, biarlah ... Deema malas berdebat dengan pikirannya sendiri. .... Sesampainya di toko, Deema seperti melihat mobil Aiden yang terparkir di samping toko Kaila. Bukannya Aiden ikut pelatihan hari ini? Lalu ... Itu mobil siapa? Ah, atau mungkin itu mobil Kaila, karena kata Aiden kemarin, Kaila sering pakai mobilnya. Yasudahlah, Deema tidak perlu memikirkan hal seperti itu. Ketika ia membuka pintu toko, semua karyawan komplit berada di lantai bawah. ''Hai ...'' sapa Deema. Semuanya yang tengah berkumpul itu melambai ke arah Deema. ''Eh, Deema ... Sini-sini ...'' ucap Nomi sambil berbisik. Deema yang cukup terkejut pun, ia langsung mendekat ke arah Nomi. ''Kamu jangan dulu ke atas.'' ''Kenapa memangnya, Mbak?'' tanya Deema. ''Kak Kaila sama adiknya lagi cekcok,'' Jawab Riki. Deema terdiam mendengar itu. Baru saja beberapa menit yang lalu, Deema menelpon Aiden, jika Aiden sedang ada di tempat pelatihan saat ini. Tapi ... Mengapa Aiden ada di sini saat ini? ''Eh, tapi kalau kamu mau ke atas silahkan, aku lagi hias kue di atas, turun sendiri sih, karena gak enak denger percakapan mereka yang kayanya serius banget,'' ucap Nomi. Deema mengangguk. Dengan sisa keberaniannya, ia pergi ke atas, seperti yang sudah di lakukan kemarin, Deema akan berjalan pelan-pelan untuk sampai ke lantai dua, dan jika ada waktu yang pas, ia ingin menguping pembicaraan mereka. Dari sini, Deema sudah mendengar suara Kaila dan Aiden yang sudah berbeda pendapat. ''Harusnya kamu Kak yang pergi kesana gantiin aku.'' Deema mendengar itu suara Aiden. ''Enggak. Aku gak mau gantiin kamu ke sana. Ayah suruh kamu buat temuin dia. Ya kamu saja yang pergi temui dia.'' suara Kaila terdengar. Pikiran Deema sudah bercampur karena mendengar hal-hal yang aneh seperti ini. ''Aku gak mau. Dan aku minta tolong ke kamu buat samperin dia, besok please Kaila ....'' ''No, Aiden.'' ''Kak.'' ''Syut ... Kamu mau semua orang yang di bawah denger dan mereka ngaduin kamu ke Deema?'' Deema mendengar semua itu, Deema mendengar suara Kaila yang berbisik itu. Deema tersenyum miris. Ini kedua kalinya ia mendengar hal ini dari perdebatan mereka berdua, sepertinya ... 'Perjodohan' Aiden benar adanya. ''Aku gak bisa, Kak ... Jadi aku mau minta tolong sama kamu, buat luangin waktu kamu besok dan bilang, kalau aku gak bisa. Aku gak bisa, Kak ....'' ''Terserah. Itu urusan kamu.'' Deema merasa situasi sudah selesai. Ia pun mengubah ekspresinya seperti biasa, dan menginjakan kakinya di lantai dua. Betapa terkejutnya Aiden dan Kaila melihat Deema datang begitu saja. Deema tersenyum singkat ke arah keduanya, lalu mengambil baju gantinya dan berganti pakaian di dalam toilet.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN