73. Rumah baru

1572 Kata
Pagi hari di rumah baru, dengan suasana baru. Hujan turun semalam, menjadikan pagi ini terasa sangat dingin. Deema turun dari kasurnya, menyisir rambutnya lalu mengikatnya menjadi satu. Deema melihat jam masih menunjukkan pukul 04:55 masih terlalu pagi ternyata. Tapi ia sudah terbiasa bangun pada saat jam seperti ini. Deema memilih untuk mandi terlebih dahulu. Di toiletnya yang baru, Aiden menyiapkan aturan suhu untuk air di toiletnya. Jadi, mulai hari ini, Deema bisa mandi air hangat setiap paginya. Ia tidak perlu lagi merebus air sebelum mandi. Butuh waktu 15 menit, Deema selesai menyelesaikan mandinya, dan saat ini ia sedang memasukan cucian bajunya ke keranjang baju yang sudah di sediakan. ''Ini tempat cucinya gak salah ada di lantai satu dekat dapur,'' ucapnya yang teringat akan ucapan Aiden. Semalam Deema belum sempat membereskan baju-bajunya ke dalam lemari di kamarnya. Semua baju-bajunya masih menumpuk di sudut kamar. Kinanti menyuruh tak perlu membawa semua barang-barangnya yang ada di rumahnya terdahulu, ia hanya butuh baju dan peralatan lainnya yang masih cukup bagus. Dan barang-barang lainnya yang tidak berguna, Kinanti menyuruh untuk membuang atau memberikannya secara cuma-cuma ke pengangkut barang loak. Deema turun sambil membawa keranjang pakaian kotornya. Ia pergi ke ruang tempat mencuci yang terhubung langsung ke pintu belakang di mana ada tempat untuk menjemur pakaian. Setelah mengisi air, dan memutar mesin cuci, Deema pun meninggalkan cuciannya itu untuk membuatkan sarapan ibu dan adiknya. Sepertinya Kinanti sedang melaksanan shalat subuh, karena lamu kamarnya sudah menyala. ''Mas Aiden ... Makasih ya udah ngasih dapur yang lengkap banget kaya gini. Aku suka banget, aku harus ngucapin terimakasih lagi sama Mas Aiden,'' gumam Deema. Ia sangat senang melihat peralatan dapur yang diberikan oleh Aiden sangatlah lengkap. Aiden juga menyiapkan semua barang-barang untuk membuat kue atau roti yang sudah dia sediakan di tempatnya masing-masing. Bahkan dua lemari es sudah terisi penuh dengan semua makanan yang ada. Deema semakin semangat untuk membuat sarapan hari ini. Rencananya ia akan memasak nasi goreng, karena nasi yang Kinanti masak semalam masih tersisa sangat banyak. Sepertinya ia harus mengolah nasi itu agar kembali menjadi enak. Deema mengeluarkan bahan-bahan yang ada di dalam lemari es seperti sosis, telur dan bahan-bahan yang ia perlukan. Tak lama, Ratu turun dari lantai dua sambil mengusap-usap matanya. ''Liat jalan, kepeleset nanti jatuh.'' Ratu tersenyum dan duduk di kursi pantry untuk melihat Deema memasak. Ratu salah satu orang yang ada di rumah mereka, yang tidak pandai memasak. Ratu lebih jago melukis dibanding memasak. Lukisan dan hasil gambar Ratu sangat-sangatlah cantik. Sedangkan memasak, Ratu tidak bisa. ''Udah shalat?'' tanya Deema. Ratu mengangguk. ''Sudah, Kak ....'' ''Libur sekolahnya hari ini?'' ''Kakak kok tau?'' tanya Ratu, padahal ia belum bercerita jika di hari jumat ini libur sekolah. ''Tau dong, hari ini sebagian guru dari berbagai jenjang sekabupaten lagi ada pelatihan.'' ''Oh ya? Kalau di sekolah aku, katanya semua guru, Kak.'' ''Oh gitu ... Lo bisa bantu Gue goreng sosis?'' Ditanya seperti itu, Ratu hanya tersenyum. ''Aku takut nanti minyaknya ciprat-ciprat ke tangan aku, aku gak mau. Hehehe ....'' ''Ya ampun, Ratu ... Enggak akan seperti itu. Kapan mau bisa masak dong?'' tanya Deema sambil melihat ke arah Ratu. ''Emmm ... Aku gak mau masak, aku cuma mau makan masakan Ibu sama Kakak. Enak banget habisnya, gak ada tandingannya. '' ''Bisa aja alesannya.'' Ratu pun sedikit tertawa. ''Kamu gak perlu takut buat masak ya? Kalau enggak bisa yang berat, dimulai yang kecil-kecil dulu. Kaya buat sayur bayam, atau tempe goreng. Biasakan?'' ''Emm ... Aku bisa kok masak mie instan, masak air, aku masih bisa.'' ''Bayi baru lahir aja bisa, Ratu ...'' ucap Deema dengan sabar. ''Ada apa? Pagi-pagi udah ngerumpi?'' tanya Kinanti yang datang. Saat ini ia sudah bergabung untuk membantu Deema memasak. ''Ini, Bu. Ratu gak mau di suruh goreng sosis,'' ucap Deema. Dan Ratu hanya cengengesan di sana. Kinanti pun tersenyum. ''Ratu memang gak mau diajarin masak dari dulu. Dia hobinya cuma gambar aja, gak mau kalau di suruh pegang pisau.'' ''Iya, aku ngerti. Setiap orang punya keahliannya masing-masing.'' ucap Deema. ''Ratu, weekend nanti mau pergi ke toko untuk beli alat-alat gambar?'' tanya Deema yang membuat mata Ratu berbinar. ''Serius, Kak? Ya Allah aku udah mau lama kaya gitu. Aku pengen beli kanvas, koas, cat dan masih banyak lagi ... Tapi harganya mahal banget, Kak .....'' Deema tersenyum mendengar itu. ''Gue beliin, nanti hari minggu Gue pulang siang, kita pergi ya.'' ''Yes! Makasih, Kak Deema ....'' Deema mengangguk. ''Yang rajin gambar sama ngelukisnya. Biar jadi seniman terkenal.'' Ratu langsung tersenyum dengan bahagia. Cita-citanya dari dua tahun yang lalu, ingin melukis di atas kanvas akhirnya akan terwujud juga. ''Nih, nasi gorengnya udah jadi, bantu beresin piring di meja makan, bisa Ratu?'' tanya Deema. Ratu mengangguk. ''Sebentar aku bereskan, Kak ....'' Ratu pun berjalan ke depan untuk pergi ke meja makan, ia menyusun piring-piring yang ada di sana dengan rapi. Sedangkan Kinanti sedang menyiapkan su-su untuk anak-anaknya. ''Ibu, sini makan,'' ajak Deema. Mereka pun duduk di kursi meja makan untuk makan bersama. Pagi yang baik untuk memulai kehidupan baru tanpa ayah mereka di rumah baru. Cukup asik, namun hati mereka merasa sedikit kosong. Kinanti menuangkan nasi goreng buatan Deema untuk anak-anaknya. ''Masakan Deema, enggak akan salah.'' Deema tersenyum. ''Ibu bisa aja. Ayo kita sarapan ....'' Mereka pun sarapan bersama sambil mengobrol. ''Enak nasi gorengnya, Dek?'' tanya Deema. Ratu mengangguk dengan antusias. ''Enak banget, Kak ... Aku suka. Mau nambah lagi ini.'' ''Hahha ... Makan-makan yang banyak, biar badan aku cepet besar ya.'' ''Iya, Kak ....'' Kinanti tersenyum melihat kerukunan antara Deema dan Ratu. Perubahan hidup mereka membuat keluarganya semakin rukun. Semoga mereka bisa terus seperti ini, walaupun tanpa sosok ayah di hidup mereka. ''Ibu sudah siap kerja?'' tanya deema. Kinanti mengangguk. ''Insyaallah Ibu sudah siap, mungkin nanti Ibu bilang sama Aiden.'' ''Nanti Deema coba kasih tau Mas Aiden, hari apa yang tepat buat Ibu mulai bekerja.'' ''Aiden juga menyiapkan beberapa stelan pakaian kerja untuk Ibu.'' ''Oh ya? Kok aku baru tau?'' tanya Deema. ''Kemarin anak buahnya bawa ke sini. Juga ada beberapa jilbabnya loh ....'' ''Ibu mau pakai jilbab sekarang?'' tanya Ratu. Kinanti mengangguk. ''Ibu sudah semakin tua, sebaginya lebih menjaga.'' Deema dan Ratu mengangguk. ''Ibu semangat ya kerjanya, Mas Aiden enggak akan ngasih pekerjaan yang berat kok buat Ibu.'' ''Iya, Ibu harus semangat. Makasih ya, Nak ...'' ucap Kinanti sambil melihat ke dua anaknya. ... Pagi di pukul 07:00 Deema berjalan menuju halte untuk menaiki angkutan umum. Aiden memberikan SMS untuknya, jika hari ini Aiden tidak bisa menjemput karena ikut pelatihan bersama guru-guru lainnya. Deema pun memaklumi itu, dan membalas pesan Aiden jika ia baik-baik saja berangkat sendiri ke sekolah. Hari ini sekolah bebas. Dan mereka hanya harus menyiapkan persiapan untuk pentas seni besok. Dan Deema harus kembali latihan di ruangan musik untuk acara esok nanti. Ia juga harus membantu pekerjaan teman-temannya di kelas. Deema menaiki angkot untuk bisa sampai di sekolahnya. Ia memilih menaiki angkot karena harganya sangat terjangkau. Tak butuh waktu lama, Deema sudah sampai di dekat sekolahnya. Ia masih harus berjalan sedikit ke dalam untuk bisa sampai di sekolahnya. Ketika ia memasuki gerbang sekolah, Deema bisa melihat jika Lola baru saja turun dari motornya. Deema melambaikan tangannya ke arah Lola. ''Hei ... Deema tunggu ...'' panggil Lola dan sekarang berlari ke arah Deema. ''Pagi, Deema ...'' sapa Lola dengan ceria. ''Pagi ... Ceria banget. Padahal mendung loh ....'' ''Pagi-pagi itu harus semangat Lo tau.'' Deema tersenyum, Lola saat inu merangkul bahunya. ''Tumben Lo bawa motor,'' ucap Deema. Lola mengangguk. ''Iya, biar cepet sampe.'' ''Memangnya boleh bawa motor sama Mami Lo?'' ''Hehehe ... Sebenernya enggak sih. Tapi Gue kabur.'' ''Dasar Lo ya, bandel banget. Hati-hati Lo kualat.'' ''Eh jangan gitu dong, Gue jadi takut.'' Deema pun tertawa karena melihat ekspresi wajah Lola yang ketakutan. ''Btw kok Lo gak bareng sama Pak ganteng?'' ''Guru-guru lagi pelatihan kali. Lo kemana aja.'' ''Eh iya, ya ... Pelatihan apaan sih? Kok pelatihan terus perasaan.'' Deema mengangkat bahunya. ''Entah, Gue juga gak tau.'' Ketika mereka hendak masuk ke dalam kelas, nama Deema dipanggil oleh Avyan. ''Deema ...'' panggil Avyan. ''Tuh, dipanggil Avyan, samperin dulu aja. Gue masuk duluan ya,'' ucap Lola yang sekarang masuk ke dalam kelas. Deema mengangguk. Ia menghentikan langkahnya karena Avyan sedang berlari ke arahnya. ''Kenapa?''tanya Deema sambil melipat tangannya. ''Gak apa-apa. Santai aja kali, Gue gak akan nembak Lo lagi kok. Hahaha ....'' Deema memutar bola matanya malas. ''Garing Lo.'' ''Btw jam delapan di tunggu di ruang musik ya. Kita mau nyoba di atas panggung.'' ''Ih, ogah Gue. Panggungnya kena hujan becek.'' ''Kan dibersihin dulu, cantik ....'' Deema melotot ke arah Avyan. ''Mata Lo cantik, Gue colok.'' ''Hahaha ... Santai aja kali.'' ''Hm ... Gue masuk dulu ke kelas.'' ''Okey. Gue tunggu ya. Gak pake lama.'' Deema mengangguk dan berjalan ke dalam kelasnya. Ketika masuk, ia melihat di dalam kelasnya sedang di hias menggunakan kertas-kertas warna-warni yang di pasang di depan kelasnya. Deema ingin tertawa melihat pajangan yang ada. Ia pun segera menghampiri ketiga temannya yang sedang duduk di belakang. ''Hahaha ... Itu ide siapa? Stress kali ya, disangka ini taman kanak-kanak. '' Aya pun tertawa seperti Deema. ''Entahlah ... Gue cuma ngikutin anak-anak aneh itu aja. Hahaha ....'' Sungguh sangat aneh melihat pajangan seperti itu. ''Ini sih, kelas bukan dapet kelas ternyaman dan terbersih. Tapi kelas terkocak juara satu nih.'' Semua orang yang mendengar ucapan Lola pun tertawa. Deema yang paling kencang tertawa di sini. Pagi-pagi sekali ia sudah di suguhkan oleh pemandangan yang menggelikan. Ah .. Beberapa bulan lagi, ia akan rindu masa-masa seperti ini. Masuk ke dalam kelas dan tertawa bersama teman-temannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN