76. Maaf Aiden

1366 Kata
Aiden kembali berjalan mencari keberadaan Deema yang tak kunjung juga bertemu. Ia kembali masuk ke dalam toko, tapi tidak ada Deema di sana. Aiden berjalan menuju lantai dua, hanya ada Nomi di sini. Aiden melihat Nomi seperti ingin memberitahu sesuatu kepadanya, ia pun bertanya kepada Nomi. ''Ada apa, Mbak?'' tanya Aiden. ''I--itu, sepertinya Deema ada di rooftop.'' Mendengar hal itu, tanpa basa-basi, Aiden langsung berlari menuju tangga kecil untuk sampai ke rooftop. Benar saja, dari sini, Aiden bisa melihat Deema yang tengah menangis tersedu-sedu. Sambil memeluk kakinya, Deema menangis sejadi-jadinya di sana. Tapi tidak ada suara tangis Deema yang sangat kencang, hanya ada suara tangis yang terdengar sangat pilu. Aiden perlahan-lahan menghampiri Deema, dan duduk di hadapan Deema. Hatinya terasa hancur melihat Deema yang menangis seperti ini, merasa gagal menjadi seorang laki-laki. Aiden memegang tangan Deema dengan lembut. ''Maaf, sayang ...'' ucap Aiden sambil mengelus tangan kecil yang sangat rapuh itu. Sungguh, Aiden tidak tahu akan seperti ini kejadiannya. Ia berbohong karena memang ada sesuatu yang mendesak, dan perlu ia selesaikan. Andai saja ia tahu kejadiannya akan seperti ini, Aiden tidak akan berbohong kepada Deema tadi pagi. ''Saya salah, saya minta maaf ....'' Deema mencoba melepaskan tangannya dari Aiden, namun Aiden menggenggamnya dengan dengan sangat erat. Dalam genggaman itu, seperti berbicara, jika Aiden tidak akan melepas Deema sampai kapan pun. ''Kamu tarik kata-kata kamu tadi ya ... Saya gak bisa harus ngelepas kamu.'' ''Hiks ... Hiks ....'' Tangisan pilu itu, terdengar sangat menyakitkan. Aiden bisa merasakan sesesak apa Deema menahan tangisannya. Aiden merasa, sikapnya tidak bisa dimaafkan kali ini. Ia tidak tahu bagaimana caranya menenangkan Deema kali ini. ''Sayang ... Maaf .....'' Tanpa aba-aba, Deema langsung memeluk tubuh Aiden. Deema pun merasa ia tidak bisa hidup tanpa Aiden. Kata-katanya tadi, adalah sebuah bentuk kekesalan, karena sikap Aiden terhadapnya. Deema sangat-sangat mencintai laki-laki ini, ia tidak ingin melepas Aiden sampai kapan pun. Ketika Deema memeluk tubuh Aiden, Aiden tersenyum dan membalas pelukan Deema dengan erat. ''Maaf, sayang ... Saya enggak akan lagi berbohong sama kamu.'' ''Hiks ... M--mas jangan tinggalin aku ....'' Aiden menggeleng. ''Saya enggak akan tinggalin kamu. Saya sayang sama kamu.'' ''Hiks ... Hiks ... Aku gak mau kamu pergi,'' ucap Deema yang masih juga menangis. ''Iya ... Saya tidak akan pergi. Saya minta maaf. Udah ya ... Jangan nangis, saya sayang kamu ....'' Deema mulai menghentikan tangisnya. Aiden membantu Deema untuk mengusap air mata Deema yang terjatuh begitu saja. ''Cantiknya jadi hilang kalau kamu nangis.'' ''Hiks ... Hiks ....'' Deema kesal, air matanya masih terus turun tanpa henti. Ia tidak bisa bekerja seperti ini, jika matanya terus mengeluarkan air matanya. Apalagi wajah dan matanya sudah memerah. ''Minta maaf?'' Aiden memberikan jari kelingkingnya, dan tangis Deema akhirnya berhenti. Deema pun mengaitkan jari kelingkingnya kepada Aiden. ''Mas janji gak akan tinggalin aku?'' Aiden menatap wajah Deema dengan sendu, ia sangat mencintai wanita ini, tapi masih ada satu masalah yang harus ia hadapi esok hari. Ia takut jika Deema kembali kecewa kepadanya. ''Iya, saya janji enggak akan ninggalin kamu.'' Deema kembali memeluk tubuh Aiden yang sangat nyaman ia peluk itu. Wangi tubuh Aiden membuat dirinya sangat nyaman. Deema tidak sangup, jika harus kehilangan wangi tubuh ini. ''Di peluk terus, saya bukan boneka.'' kata Aiden sambil mengusap rambut Deema. ''Biarin .....'' ''Iya-iya ... Peluk aja.'' Deema memeluk Aiden semakin kencang. Aiden menjadi tertawa melihat kelakuan Deema yang satu ini. ''Maaf saya sudah bohong hari ini.'' ''Mas kenapa bohongin aku? Mas-kan bisa jujur sama aku, kalau kamu punya masalah atau hal lain.'' Deema saat ini sudah melepaskan pelukannya, dan duduk bersandar untuk menetralkan wajahnya agar ia bisa kembali bekerja. ''Saya ada keperluan mendadak, dan saya sudah terlanjur bilang sama kamu, kalau saya sedang ikut pelatihan,'' ucap Aiden yang melihat wajah Deema dengan serius. ''Terus, kalau Mas memang ada hal yang mendesak, kenapa harus datang ke toko?'' tanya Deema. ''Karena saya harus mengobrol dengan Kaila.'' Deema yang ingin bertanya, jadi sedikit ragu. Ia tidak akan mengungkit tentang suatu hal yang ia dengar dari pembicaraan Aiden dan Kaila. Akan ia lupakan semampu yang ia bisa, ia tidak ingin merusak hubungannya karena hal yang belum tentu benar. ''Hal penting? Sampai semua karyawan turun, karena kamu membicarakan hal penting dengan Kak Kaila?'' Aiden sedikit ragu menjawab pertanyaan Deema. Ia sedikit takut jika pertanyaan Deema ini menjebak dirinya. ''Tidak, saya ataupun Kaila tidak menyuruh karyawan untuk pergi.'' ''Ah ... Okey. Tapi masalah kamu sudah selesai?'' tanya Deema yang ingin lebih tahu. Aiden mengangguk. ''Sudah ....'' ''Perlu aku bantu? Kamu gak lupakan? Kalau aku pacar kamu?'' ''Enggak, sayang ... Kamu memang pacar saya.'' Deema tersenyum, untuk meyakinkan Aiden. ''Mas, aku tau, aku masih kecil, dan gak pantes buat tau urusan orang dewasa. Tapi seenggaknya, diumur aku yang sekarang, aku tuh udah dewasa, hanya saja orang-orang termasuk kamu ... Masih anggap aku anak kecil yang gak perlu tahu apa-apa. '' ''Aku pacar kamu, Mas ... Seenggaknya aku tahu satu rahasia yang kamu simpan di dalam hidup kamu.'' ''Kalau memang kamu ngerasa aku gak pantes buat tau semua masalah kamu. Ya, oke ... Aku enggak akan ikut campur urusan kamu.'' ''Bukan seperti itu, Deema ... Saya rasa, semua masalah saya tidak penting, pa--'' ''Justru masalah tidak penting itu, kalau kamu cerita sama aku, aku ngerasa spesial karena kamu cerita.'' Aiden meraih kedua tangan Deema. ''Maaf karena saya masih belum memahami kamu. Saya akan mencoba sebaik mungkin menjaga hubungan ini.'' ''Dan ... Saya tidak menganggap kamu anak kecil. Ingat itu.'' ''Mau peluk lagi?'' tawar Aiden. Deema mengangguk dan kembali memeluk Aiden. ''Sebisa mungkin, saya tidak akan menyakiti kamu lagi. Tegur saya jika saya salah.'' ''Mas, gak pernah bilang cinta sama aku.'' Aiden merasa bingung harus menjawab apa, bukan karena ia tak kamu, hanya saja ... Hal seperti itu sedikit menggelikan. ''I love you, Deema ....'' ''Love you too, Mas ....'' .... Beberapa jam berlalu, saat ini Deema hendak bersiap-siap untuk pulang karena waktunya untuk bekerja telah selesai. Aiden sudah kembali kekantor setelah menenangkan Deema yang menangis. Saat ini, ia sedang menunggu Kaila untuk memberikan gajinya dua minggu ini. Akhirnya ia bisa memiliki rezeki untuk membelikan Ratu alat lukis. ''Deema ...'' panggil Kaila yang berada di dalam ruangannya. ''Iya, Kak.'' Deema pun masuk ke dalam ruangan Kaila dan duduk di kursi depan meja Kaila. ''Sudah baikan?'' tanya Kaila dengan senyumnya seperti biasa. ''Alhamdullah, sudah, Kak ... Kak Kaila, aku minta maaf atas kejadian tadi, aku sudah merecoki pekerjaan di toko ini.'' ''Ah, tidak apa-apa, Deema ... Tidak perlu mengganggap aku orang lain. Anggap saja aku sebagai kakak kamu sendiri.'' Deema tersenyum. ''Terimakasih, Kak Kaila.'' ''Iya, ini gaji kamu dua minggu ini,'' Kaila memberikan amplop berwarna putih kepada Deema. Deema terima dengan senang hati, dan ia masukan amplop itu ke dalam tasnya. ''Terimakasih ya, Kak Kaila.'' ''Oh ya, Aiden bilang kamu sampai hari kamis enggak bisa kerja dulu ya?'' ''A--ah iya, Kak ... Aduh, maaf ya ... Jadi Mas Aiden yang bilang lagi. Harusnya aku bilang ke Kak Kaila sekarang.'' ''Hahaha ... Tidak apa-apa Deema, aku tau kamu mau nyanyi ya besok. Ya ampun, aku gak tau kalau kamu jago nyanyi.'' Sungguh, Aiden menceritakan apa saja ke Kaila, sampai Kaila tahu tentang dirinya sedetail ini. ''Kamu kalau punya suara bagus harusnya bilang sama aku. Nanti selesai kamu ujian nasional, kita karoke ya?'' ''Boleh, Kak ... Kita karoke bareng.'' ''Kamu mau ujian nasional-kan hari senin?'' ''Iya, Kak. Aku mau ujian nasional hari senin. Tolong doakan ya, semoga semuanya lancar.'' ''Pasti, aku pasti doakan kamu selalu.'' ''Semangat ya untuk besok. Kalau ada kesempatan, aku mau ke sekolah kamu. Semangat juga untuk ujian nasionalnya, semoga kamu mendapat nilai yang terbaik.'' ''Amin Kak Kaila ... Terimakasih banyak atas semua doa-doanya ....'' Kaila berdiri dan Deema pun sama, Kaila memeluk Deema dengan singkat. ''Andai aku punya adik perempuan seperti kamu, ah ... Aku bahagia banget. Makanya kamu jadi adik ipar aku ya, biar aku bahagia.'' ''Ya ampun, Kak Kaila bisa aja.'' mereka pun tertawa. ''Maafkan atas semua sikap Aiden terhadap kamu ya. Aiden memang kaku anaknya, kamu yang harus lebih banyak bersabar di sini. Siap, Deema?'' Deema mengangguk. Ia sangat-sangat siap untuk melakukan hal itu. Deema sudah siap berjuang untuk Aiden. Ia tidak akan menyia-nyiakan laki-laki seperti Aiden ini. Bukan, Deema bukan mengejar harta Aiden. Tapi, Deema sudah melihat ketulusan Aiden yang sangat luar biasa. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN