Rania terbangun saat mendengar suara rintihan mengusik. Suara pilu penuh getir ketakutan, paraunya sampai menusuk-nusuk gendang telinga. Suara itu terdengar begitu dekat, seolah seperti bisikan di depan telinga yang memaksanya seketika membuka mata lebar-lebar. Napas Rania terengah-engah, matanya menatap lurus langit-langit kamar bernuansa abu-abu gelap. Seberkas cahaya mencoba masuk lewat celah-celah gorden, menandakan matahari mulai menunjukkan eksistensinya. Rania mengembuskan napas panjang, mengatur napasnya kembali normal. Hingga suara rintihan di samping kembali mengusik dan menarik eksistensi sepenuhnya. "Jangan pergi. Kumohon, dengarkan aku dulu." Rania mengernyit, mendapati Rehan tertidur di dekatnya. Kepala laki-laki itu berada tepat di samping lengannya, sementara tubuhnya te