Hari itu, Rania terbangun dari mimpi buruknya. Bagaimana tidak, jika ia menyaksikan jasad kedua orangtuanya terbujur kaku di rumah duka. Orang yang berjanji akan menemani hari-harinya sampai ia dewasa justru berujung tertidur pulas di dalam gundukan tanah basah. Tak peduli sebanyak dan sederas apa air mata yang tumpah, tetap saja tak akan bisa mengembalikan mereka. Namun kenyataan datang dengan cepat, menghantam dirinya sampai terpental oleh fakta yang lebih mengerikan dari sekedar mimpi buruk. Ini bukan mimpi, ia tidak sedang bermimpi, semua yang ia saksikan hari itu nyata. Semuanya nyata! Orangtuanya benar-benar meninggalkan Rania selama-lamanya, mengingkari semua janji-janji yang pernah terucap bersama. Kini janji-janji itu hanyalah tinggal kenangan, menjadi harapan semu yang mustahil