Rehan menarik kursi untuk Rania, lalu meletakkan jaketnya di pundak Rania. "Kenapa nekat banget sih, nggak bawa jaket, udah tahu udaranya dingin." Rania tak menanggapi ocehan Rehan, memilih diam dan sibuk merangkai kata untuk memulai pembicaraan serius menyangkut ucapan Rehan tadi. Tapi sepanjang perjalanan menuju kantin, sampai kini ia sudah duduk manis di salah satu kursi dekat jendela, tak satu pun kalimat yang berhasil ia susun untuk menjadi kalimat pembuka. Hingga waktu rasanya terbuang sia-sia. Betapa lemotnya otak ini, woy, mikir! Rania hanya bisa meneriaki diri sendiri. Kembali sibuk memaksa otak yang seperti tak mampu lagi berpikir. Terlalu banyak beban pikiran Rania untuk saat ini, lalu kenapa Rehan pakai segala menambah beban pikirannya makin berat dengan rencana nikah dadaka