08: After Kissing

2698 Kata
"Trus kamu mau gimana sekarang?" Tanya Bagas masih berusaha tenang. Dara berkedip-kedip, lagi mikir. "Eung ... putusin Riki dong Om, tapi kok kasian ya." Celetuk Dara dengan ekspresi polosnya. Bagas menghela napas pelan. "Lagian gimana ceritanya sih Dar kamu bisa pacaran sama Riki tapi gak suka." Herannya menatap Dara bingung. Dara seketika kicep, mampus nih kalau Om Bagas tau alasannya pacaran karena khilaf jadiin Riki tester ciuman. Sungguh Dara gak mau Om Bagas ilfil, ini mereka juga baru jadian dari sekian panjangnya purnama. "Kok diem?" Bagas mencubit pipi Dara, kalau diamati wajah gadis ini sangat manis. Kemana aja Bagas selama ini baru sadar sekarang. Dara menggeliatkan tubuhnya makin merapat kearah Bagas, dengan lembut Dara menaruh kepalanya ke ceruk leher Bagas. Bagas terdiam kaku. "Kalau saya cerita ... Om pasti marah." Bisik gadis itu beneran takut. Tapi lebih takut kalau harus berbohong. Dara jadi serba salah. Bagas mengernyit, "memangnya kenapa kok saya bisa sampai marah?" Selidiknya jadi was-was. Dara memejamkan matanya tegang, menarik napas dalam sebelum akhirnya jujur. "Saya dulu jadiin Riki percobaan ciuman saya soalnya mau ngetes udah move on belum dari Om, eh ternyata Riki beneran suka sama saya. Karena merasa sungkan saya terima deh pernyataan cinta Riki." Dara lalu mengeratkan pelukannya di tubuh Bagas. "Aaaa gak mau! Om gak boleh usir saya!!" Pekik Dara tau-tau histeris padahal mah Bagas gak ngapa-ngapain. "Heh! Ini saya bisa sesek napas kalau kamu peluknya seerat ini!" Ketus Bagas membuat Dara tersentak. Dengan tampang cengonya Dara perlahan menjauhkan tubuhnya dan menatap ke wajah Bagas. "Om gak marah sama saya?" Beo nya. Bagas langsung menjitak dahi Dara. "Saya sedang mikir, mau marah karena kebodohan kamu atau nggak." "Serius Om saya cuma khilaf, pacaran nya juga baru-baru ini. Saya gak bohong!" Tegas Dara. Bagas tersenyum geli sembari mengelus bekas jitakan nya tadi. "Saya percaya." "Om mau maafin saya?" "Gak ada yang perlu dimaafkan karena posisinya waktu itu saya juga bukan siapa-siapa kamu. Kalaupun mau minta maaf kamu harusnya minta maaf ke Riki." Terang Bagas. Dara tertegun. "Om benar, saya akan minta maaf sama Riki." Gumamnya sadar diri. Bagas tersenyum kalem. "Udah kan? Gak ada masalah lagi?" Dara menggeleng pelan. "Yaudah sini." Bagas membuka tangannya, mempersilakan Dara masuk ke dekapanya. Dengan ekspresi sok malu-malu gadis itu kembali masuk ke pelukan Bagas. Dara mah malu-malu tapi ngebet. Meskipun tubuh lelaki ini panas tapi Dara tidak merasa engap sedikitpun, malah rasanya seger banget. Kayak ada hawa kembang-kembang yang lagi bermekaran. Keheningan menyelimuti keduanya. "Dar ... " "Hm." "Kamu serius gak masalah berhubungan dengan saya?" Dara menyandarkan kepalanya ke d**a bidang Bagas, Dara tau kenapa lelaki ini selalu mengulang-ulang pertanyaan yang sama. Tapi sungguh Dara tidak peduli terhadap resiko kedepannya, karena yang ia pedulikan hanya kebahagian nya sendiri. "Sebenarnya Om tidak perlu sekhawatir itu, Om cukup percaya diri saja. Lagian meskipun duda Om masih ganteng, badan bagus, hot, udah gitu tajir juga. Ntar yang berani gibahin kita biar saya tendang congornya!" Bagas tak kuasa menahan tawanya. "Bisa-bisanya kamu ngelawak disaat begini Dar." Gelengnya tak habis pikir. "Saya cinta Om, gak peduli tanggapan orang lain." Dara mengelus wajah Bagas lembut. Bagas tertegun, seperti terpanah begitu saja. "Ini sebenarnya sangat aneh untuk dikatakan tapi ... " Bagas membelai wajah Dara. "Saya juga cinta kamu." Dara benar-benar bahagia, rasanya seumur hidup baru kali ini ia merasakan perasaan sebahagia ini. Kedua mata Dara sampai berkaca-kaca. "Sssh .. kok nangis?" "Saya terharu, perasaan saya 10 tahun akhirnya terbalaskan." Dara mengalihkan wajahnya karena tak mau kelihatan cengeng. Bagas pun aslinya masih tak menduga kalau jalan hidupnya akan semenarik ini, ia pikir setelah kematian almarhum istrinya ia tidak akan menaruh hati kepada perempuan manapun lagi. Tapi takdir sungguh sangat lucu, bisa-bisanya ia mencintai teman anaknya sendiri, gadis petakilan yang dulu selalu membuatnya kesal. Sekarang gadis itu berada di pelukannya dan sudah tumbuh cantik. Bagas entah sejak kapan sudah terpejam, sepertinya karena tubuhnya belum fit membuat stamina lelaki itu sangat kurang. Dan begitulah, Bagas tertidur lelap. *** Kelopak mata Bagas pelan-pelan terbuka, Bagas seketika menyipit saat panas terik matahari menyilaukan matanya. Bagas pelan-pelan duduk, memijit sejenak pelipis dan ujung hidungnya yangs sedikit berdenyut. Saat kesadarannya pulih sepenuhnya Bagas langsung mengedarkan kepalanya cepat, mendapati kamarnya kosong. Bagas terkekeh miris. "Bisa-bisanya mimpi itu terasa sangat nyata." Gumamnya tak habis pikir, lagian mana mungkin ia berciuman dengan Dara, sepertinya ia mulai halu karena sedang sakit. "Papah udah bangun ternyata." Bagas mendongak, tersenyum kecil melihat anaknya yang masuk dengan membawa semangkuk bubur. Sadar Gas, gak mungkin tadi Dara dan aku ekhem ... "Fina, kamu gak kuliah?" Fina mencebik. "Papah gak mendadak amnesia kan? Jelas-jelas aku tadi pagi kuliah, kan Papah juga tau." Dengusnya. Bagas mengerjap, spontan menatap arloji di tangannya. "Tadi Dara beneran jagain Papah?" Fina makin menatap aneh Bagas. "Papah kayaknya beneran amnesia gegara meriang, Dara jagain Papah, baru juga tuh anak balik soalnya mau kuliah." Bola mata Bagas membulat sempurna, tangannya secara reflek menyentuh bibir tipisnya. "Bibir Papah kenapa?" Heran Fina. Bagas menggeleng. "Itu Papah boleh minta nomor Dara?" Fina bukan lagi melotot, tapi bola matanya sudah hampir menggelinding dari tempatnya. "Hah? Apa Pah?!" Pekik Fina syok. Bagas berdehem kikuk, belagak mengedarkan pandangan agar tidak kelihatan lagi grogi. "Tadi Dara mau minta bantuan Papah buat tugas kampusnya, karena Papah belum punya nomor Dara jadi Papah minta kamu." Alibi Bagas begitu lancarnya. "Oooo." Bibir Fina membulat-bulat kayak donat. "Okey, nanti aku send lewat w******p ya." Bagas mengulum bibirnya berusaha menahan senyuman. "Iya." Fina mendekat kearah Bagas, menyerahkan mangkuk bubur yang sedang dipegangnya. "Papah makan dulu ya, habis itu minum obat." "Hm, makasih ya sayang." Bagas tersenyum lembut kearah anaknya. Fina cuma tersenyum sebagai balasan. "Oh ya panas Papah udah turun drastis loh, padahal tadi pagi masih panas banget. Kayaknya besok Papah udah sembuh." Jelas Fina membuat alis Bagas tertarik begitu saja. Iya, Bagas baru sadar kalau sudah tidak meriang lagi. Masa karena efek bahagia membuatnya jadi langsung sembuh(?) "Yaudah kalo gitu aku mau ke kamar dulu ya Pah, kalau perlu apa-apa Papah panggil aku aja." Bagas mengangguk, selanjutnya Fina sudah melenggang pergi dari kamarnya. Tak berselang lama HP Bagas berdenting menandakan pesan masuk, dan senyum nya langsung mengembang saat melihat Fina sudah mengirim nomor Dara. "Ck, ya ampun Gas-gas ... kamu kayak ABG aja!" Decak Bagas jadi geli sendiri. Perlahan Bagas menyimpan nomor Dara dan mengirimkan pesan. Me: Dar.. Tidak butuh waktu lama sampai pesan nya di baca oleh Dara. Dara: sapa lo nyet? Bagas mendelik, astaga sepertinya ia akan mendidik gadis itu agar tidak sleboran lagi. Bagas dengan cepat mengetik balasan. Me: ini saya Bagas, bukan monyet! Begitu pesannya terbaca cukup lama notif mengetik muncul tapi tak kunjung ada balasan. Bagas tebak pasti gadis itu lagi panik nulis balasan. Dara: eh Om, hehe ... Me: hm. Dara: maaf ya aku beneran gak tau :( Bagas terkekeh geli. Me: iya, tapi lain kali jangan suka ngomong kasar begitu ya. Kamu cewek Dar. Dara: aye-ayee^^ Lalu Bagas terdiam, udah? Gini aja? "Kenapa dia gak bahas masalah tadi pagi?" Decak Bagas terlihat bingung, dengan sedikit mengesampingkan ego dan gengsi ia akhirnya yang memberanikan diri memulai. Me: Dar, masalah tadi pagi kamu gak mau bahas? Bagas lalu melempar HP nya ke atas ranjang, berguling-guling gak jelas, sungguh kelakuan lelaki itu kayak anak remaja yang baru mengenal cinta saja. Cukup lama tak ada suara membuat Bagas berisiatif mengecek HP nya, tanda read sudah muncul tapi tak ada satupun balasan. Bagas tanpa sadar sudah mendelik. "Jangan-jangan gadis itu sudah bosen sama aku, dia pasti cuma mau main-main sama aku!" Kesal Bagas dengan wajah mengeruh. Bagas membuang HP nya asal, sungguh kesal dan sebal menjadi satu. Apa gadis itu sudah bosan kepadanya setelah ciuman tadi? Atau jangan-jangan Dara cuma PHP-in dirinya! "Padahal tadi dia yang ngebet gak mau di ghosting tapi sekarang dia sendiri yang ghosting aku. Ck tau lah!" Bagas menyibak kasar selimutnya, berjalan ke kamar mandi. Tiba-tiba perut Bagas mules. *** Bagas malam ini sudah mulai bekerja seperti biasa, pekerjaannya itu sangat banyak jadi tidak mungkin Bagas bisa santai-santai. Sebenarnya Bagas bekerja juga untuk mengembalikan mood nya yang sudah hancur sejak tadi siang. Tak! Bagas mengusap wajahnya, gila! Kenapa daritadi yang dipikirkan nya cuma Dara sih. Suara deruman motor samar-samar terdengar, Bagas mengernyit, berjalan kearah jendela dan menyibak gorden penutupnya. Terlihatlah Dara yang baru pulang diantar Riki. "Semalam ini baru pulang." Gumamnya dengan mata menajam, merasa mood nya semakin buruk dengan cepat Bagas beranjak dari sana dan kembali duduk di kursi kerja nya. Bagas memilih menyibukkan diri dengan tumpukan berkas yang menggunung daripada memikirkan Dara. Sepertinya hanya ia saja yang menganggap serius hubungan ini, buktinya gadis itu tampak tak peduli sama sekali. Bagas jadi terkekeh miris sendiri. "Sudahlah lagian hubungan ini tidak mungkin berhasil juga." Ujarnya bermonolog, mulai merasa ragu dengan Dara. *** "Ngapain lo malem-malem mejeng disini?" Dara merenges bodoh. "Hehe Fin, gue malem ini nginep ya di rumah lo." Fina mendelik. "Elah woy lo kira rumah gue tempat penampungan apa? Lagian noh rumah lo cuma lima langkah di depan!" Tunjuk Fina kearah rumah Dara yang ada di seberang rumahnya. Dara merengut betmut. "Yaelah tong pelit amat lo sama gue, nih gue kasih martabak kesukaan lo!" Suap Dara dengan menyerahkan kresek berisi martabak SPESIAL kesukaan Fina. Raut wajah Fina seketika merekah. "Nah gini baru gue like!" Lalu sudah melipir pergi sambil membawa martabak pemberian Dara. Dara mendengus, sebelum masuk ke rumah Fina ia menyempatkan mandi dulu di rumahnya sendiri, saking lebih seringnya ia mejeng di rumah Fina daripada rumahnya sendiri membuat orang tuanya kadang lupa kalau punya anak. Dara melangkah masuk ke kamar Fina, mendapati gadis itu sedang sibuk maskeran sambil tengkurap nonton drama yang pastinya dari Korea. "Sini-sini uy, gue ada drama baru nih. Bagus banget, yang main Park Seo Joon!" Seru Fina antusias. Dara meringis kecil, duduk disebelah Fina dan ikut menonton drama. Sepanjang drama diputar Dara terlihat tak fokus. "Ekhem ... Fin." "Hmmm." Gumam Fina tak menoleh. "Om Bagas dimana? Di kamar kok tadi gue lihat gak ada?" "Oh Papah udah baikan, lagi kerja di ruangannya. Emang bandel banget dibilangin, padahal udah gue suruh istirahat dulu!" Koar Fina menggebu lalu setelahnya menjerit histeris karena adegan ciuman di dalam drama. Dara menutup kuping nya karena masih sayang gendang telinganya. "Gue keluar dulu deh." "Mau kemana lo?" Tanya Fina tapi matanya tidak berpindah seinchi pun dari layar laptop. "Mau cari angin." Jawab Dara asal lalu melenggang pergi dari sana. Seperti dugaan kalian, Dara bukannya mau mencari angin melainkan mencari duren (duda keren) kesayangannya. Krieet... Tanpa mengetuk ia masuk ke ruang kerja Bagas, lelaki itu terlihat sangat sibuk dengan dokumen-dokumen kerjanya. Dara berjalan mendekat kearah Bagas. "Om." Bagas tidak menyahut. "Om Bagas!" Dara memegang lengan Bagas. "Apa sih!" Bagas menepis risih tangan Dara dan melanjutkan kerjanya. Dara tersentak, terkejut bukan main dengan penolakan sarkas Bagas. Kenapa lelaki ini jadi sangat dingin kepadanya. Dara akhirnya hanya berdiri diam disebelah Bagas, tidak mengatakan atau melakukan apapun membuat keheningan menyelimuti keduanya. Satu jam berlalu. Dan Dara masih berdiri tanpa suara, membuat Bagas secara berat hati menatap kearahnya. Mata mereka berdua bertemu. "Pergi." Usir Bagas datar. Dara menatap mata Bagas tak terbaca, tanpa berujar apapun ia berlalu pergi dari sana. Namun saat sampai di pintu Dara menyempatkan berhenti sejenak. "Om tidak sebaik dugaan saya ternyata." Cetus Dara tersenyum miris. Bagas tersenyum miring. "Saya atau kamu yang tidak baik?" Dara membalik badan menatap kearah Bagas sepenuhnya. "Om." Jawab Dara yakin. Bagas tersenyum remeh. "Kamu bisa mengatakan hal seperti itu setelah mengabaikan pesan saya dan pulang malam dengan Riki. Saya tidak sebodoh itu Dar, saya tau kalau jam pulang kampus kamu tidak malam!" Dara masih menatap lantang Bagas, kali ini senyuman mirisnya tercetak jelas disana. "Saya gak tau kalau Om ternyata kekanak-kanakan seperti ini." "Saya kekanak-kanakan Dar?" Tanya Bagas balik dengan bibir mengerat. Dara menarik napas dalam. "Saya tidak jawab pesan Om karena HP saya di jambret waktu saya di jalan, dan pas saya kejar saya malah kejebak di gang dengan banyak preman. Untung Riki datang dan langsung tolong saya, tapi karena hal itu Riki jadi terluka jadi saya tunggu lama di rumah sakit. Dan meskipun terluka Riki tetap memaksa mengantar saya, sekarang giliran saya yang bertanya, apa saya bisa menolak Riki?" Bagas terperanjat mendengar penuturan Dara. Melihat Bagas yang cuma diam Dara jadi terkekeh sinis, ia kembali membalik badan dan kali ini benar-benar pergi dari sana, ia kira ia bisa curhat kepada lelaki ini dan diberi kenyamanan, tapi sepertinya ia saja yang terlalu berespektasi. Grep. Dara terdiam, saat lengan kekar memerangkap tubuhnya dari arah belakang. "Maafin aku." Bisik Bagas untuk pertama kali menggunakan kata 'aku'. Dara menghela napas lelah. "Saya akan pergi sesuai permintaan Om, jadi Om minggir." "Maafin aku ... jangan pergi Dar." Bagas makin mengeratkan pelukannya. Dara tidak berusaha mendorong Bagas, suara isak tangisnya mulai terdengar membuat Bagas dengan panik menatap wajah Dar. "O-om jahat!" Dara memukul d**a Bagas keras. "Tubuh .. s-saya sakit, dan Om m-malah bikin hati saya ... sakit juga!" Marahnya dengan meledak. "Ssshh ... lihat aku." Bagas memegang wajah Dara lembut. "Maafin aku sayang." Dara terpanah tak menduga mendengar ucapan Bagas. Bagas mengusap air mata di wajah Dara, mengecup pelipisnya manis. "Kasih aku kesempatan, aku mohon." Bisiknya lirih. Dara mengangkat kedua tangannya, tanpa mengatakan apapun ia melingkarkan tangannya di tubuh Bagas, Bagas langsung membalas pelukan Dara sangat erat. "Ada yang sakit?" "Kaki saya luka." "Mulai sekarang setiap kita berdua kamu bicara informal saja, dan panggil aku Bagas." Dara mendongak. "Sopan kah begitu?" Bagas terkekeh. "Sopan tidak sopan siapa peduli, sekarang kamu kekasihku." Dara tak kuasa mengulum bibirnya menahan letupan bahagia yang membuncah, dengan sedikit kikuk ia berusaha mencobanya. "Aku boleh panggil kamu ... Bagas?" Bagas tersenyum kecil. "Mana kaki kamu yang luka?" Dara menunjuk hansaplast di dengkulnya, "apalagi Om-- .. kamu tadi biarin aku berdiri sejam, kaki aku tambah ngilu." Adunya membuat Bagas benar-benar merasa bersalah. Bagas langsung mengangkat tubuh Dara dan menggendongnya ala bridal style, Dara menggigit bibirnya salah tingkah. Gila, jantungnya berdebar hebat. "Maafin aku, ya?" Bagas duduk di sofa dengan posisi memangku Dara. Dara melingkarkan tangannya ke leher Bagas. "Aku maafin, tapi lain kali jangan begitu. Aku tadi hampir membenci kamu." "No! Gak boleh Dar!" Tegas Bagas memegang wajah Dara lekat. "Jangan ucapkan itu lagi!" "Asal kamu tidak sakiti aku." "Aku berjanji. Tapi tolong jangan pernah ucapkan itu lagi." Pinta Bagas sungguh-sungguh. Dara mengangguk melihat tatapan serius Bagas, "Gas ..." Dara masih terlihat kaku memanggil nama Bagas langsung. "Kenapa, hm?" "Tadi kamu panggil aku sayang?" Bagas msngerjap tenang. "Iya." Dara mendekatkan wajahnya kearah Bagas. "Aku boleh denger lagi?" "Sayang." Bagas langsung berujar dengan lancarnya. "Kamu suka aku panggil sayang?" Dara mengecup rahang Bagas samar. "Suka." Bagas dan Dara saling menembak lewat tatapan mata masing-masing, sampai entah sejak kapan dan siapa yang memulai, bibir mereka beradu saling mencumbu. Lumatan, kuluman, dan hisapan terjadi dengan kobaran asmara yang sedang mekar. Bagas meletakkan telapak tangan besarnya di pinggang Dara, dan menarik tubuh Dara agar lebih merapat ketubuhnya. "Gaass ..." Bagas menggumam di sela ciumannya, Dara membuka matanya sayup-sayup. "Naphaass .." ujarnya dengan d**a naik turun. Bagas langsung menjauhkan bibirnya, memberi ruang untuk gadis itu mengambil pasokan udara. Melihat Dara yang sudah mulai tenang Bagas kembali mencium bibirnya, belum ingin berhenti begitu saja. Ciuman Bagas sangat memabukkan untuk Dara, bibir Bagas seolah sangat lihai mempermainkan bibir Dara, Dara terbang, seperti menggila. "Ahh Gas!" Pekik Dara tertahan sambil memilin kaos Bagas saat lelaki itu mulai menghisap lehernya. "J-jangan ugghh .. nanti kelihatan shhh." Dara meracau tidak jelas. Tapi Bagas terlihat tak ingin berhenti, malah semakin kuat menghisap nya membuat desahan Dara makin menjadi. "Aa-hhh ... " Dara melenguh seksi dengan napas tersengal-sengal, kenapa sangat nikmat, Dara bisa gila. Cup. Bagas mengakhiri kissmark nya setelah mengecup bibir Dara seduktif, Bagas menatap wajah memerah engap Dara dengan wajah sayunya, "kamu suka?" "Jangan lagi, aku bener-bener gak kuat." Bisik Dara serak, Dara benar-benar hampir birahi. "Aku suka dengar suara seksi kamu." Dara menatap Bagas parau. "Kalau sampai kebobolan sebelum nikah dan Mamah tau, kamu bisa disunat nanti." Ceplos Dara dengan polosnya malah disahut tawa renyah Bagas. "Kalau kamu mau besok kita ke Gereja, aku langsung nikahi kamu." "Ih Gas!" Bagas makin tertawa, "aku cinta kamu Dar." "Aku nggak." Bagas mendelik. "Tapi gak tau besok pagi." Imbuh Dara. Dan begitulah, keduanya malah tertawa bersama. Sungguh hidup Bagas sekarang sangat bahagia, Bagas memejamkan matanya bersyukur. Terimakasih Tuhan ... *** TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN