09: Sad Boy Riki

2077 Kata
"Yaudah aku mau tidur." Bagas langsung melilitkan lengannya ke pinggang Dara kuat. "Kamu sudah mau pulang? Sebentar." Tahannya terlihat belum ingin ditinggal. Dara jadi terkekeh geli, mencubit hidung bangir Bagas. "Aku tidur di kamar Fina hari ini." Bagas terlihat senang. "Kamu nginep?!" Dara mengangguk, selanjutnya Bagas malah makin mengukung tubuh Dara erat-erat. "Yaudah disini dulu agak lamaan." Dara menggeleng. "Nanti Fina cariin aku!" Tolak Dara. Bagas seketika tersenyum mengejek. "Yakin banget Fina bakal cariin kamu?" Karena setahunya Fina jam segini pasti lagi sibuk fangirl-an sambil ngehalu lewat w*****d. Bagas sampai hafal. Dara jadi mencebik, baru ingat kalau Fina adalah manusia yang lupa sekitar kalau sudah menyangkut idol kesayangan nya. "Disini dulu ya." Bujuk Bagas menaruh dagunya di pundak Dara. Dara akhirnya mengangguk, "yaudah deh." Bagas mengulum bibir senang. "Tapi emangnya kamu gak lagi sibuk Gas? Tadi aja aku dicuekin 1 jam." "Jangan diungkit terus dong Dar, tadi aku cuma ngambek aja." "Ternyata kamu itu bisa kekanak-kanakan ya." Ledek Dara tertawa kencang. Bagas tak terlihat kesal sedikitpun, malah jadi tersenyum manis karena bisa melihat tawa renyah Dara. "Kamu temenin aku kerja ya, gak papa kan." Dara mengangguk, selanjutnya memeluk Bagas ala koala. "Gendong-gendong-gendong!" Bagas terkekeh geli, mengangkat tubuh Dara dan membawanya ke kursi kerjanya. Meskipun bekerja sambil memangku gadis ini Bagas nyatanya tidak risih sedikitpun, malah entah kenapa seperti ada bahan mainan karena kalau lelah bekerja ia bisa mencubit gemas pipi Dara. "Dar." "Hm?" Dara yang sedang meletakkan dagunya di bahu Bagas terlihat sibuk memainkan rambut Bagas. "Kapan kamu mau putusin Riki?" Dara terdiam beberapa saat, masih asik memainkan rambut Bagas. "Besok." Jawab Dara tenang. Bagas tertegun, diam-diam mengulum bibir menahan senyuman. "Serius?" "Iyaaaaa~" Bagas menggigit bibirnya, supaya tidak ketahuan sedang tersenyum bodoh. "Aku boleh tanya lagi sama kamu?" "Daritadi kamu kan juga udah tanya Gas." Dengus Dara. Bagas mencubit pipi Dara gemas. "Aku boleh tau kenapa kamu bisa suka sama aku?" Dara mengerjap, pertanyaan kali ini sungguh tak pernah terpikirkan olehnya, jadi Dara pun bingung harus menjawab apa. Bagas yang melihat Dara terdiam langsung mengelus-elus pipinya. "Dar." Panggilnya karena Dara malah bengong. "Eung .. gimana ya ngomongnya, aku sebenarnya juga bingung." Jujur Dara. Bagas mengernyit. "Maksudnya?" Dara menghela napas pelan, menatap manik mata Bagas dalam. "Sejujurnya aku mulai ngefans sama kamu dulu waktu umur 10 tahun, karena waktu pertama kali Fina kenalin Papah nya aku langsung terpesona sama kamu. Kamu ganteng banget di mata Dara kecil." Dara mulai mengaku. "Yaudah aku iseng-iseng godain kamu, gak taunya malah keterusan sampai gede. Awalnya sih cuma buat main-main, tapi ... " Dara melenguh pelan. "Pas waktu aku denger kabar kematian Tante Safira ada yang aneh sama aku, aku ngerasa perasaanku mulai gak bisa dikendalikan. Disitulah aku sadar kalau aku beneran suka sama kamu," Dara terkekeh miris. "Tapi aku pun juga sadar kalau gak mungkin dapetin kamu, meskipun tau aku tetap nekad nyatain perasaan aku ke kamu dengan taruhan kalau aku ditolak aku bakal ikut Papah Mamah ke Sulawesi. Dan ternyata beneran ditolak hehe, makanya aku beneran pindah ke Sulawesi." Dara menyengir diakhir kalimatnya. Bagas tercengang mendengar penuturan panjang gadis ini. Betapa beruntungnya ia bisa disukai Dara sampai segini nya, padahal Dara mungkin bisa mendapatkan lelaki lain yang lebih dari dirinya. "Aku gak tau kebaikan apa yang sudah aku lakukan Dar sampai bisa disukai sama kamu." Bagas sedikit menundukkan wajahnya. "Tapi apa kamu gak bakal nyesel berhubungan sama aku? Pasti banyak lelaki lain yang masih single dan muda juga suka kamu." "Aku gak pernah nyesel, bahkan jujur dulu pas aku ciuman sama Riki rasanya malah kayak kosong, tapi begitu aku dan kamu ciuman aku sangat sadar kalau hati aku memang memilih kamu." Bagas memejamkan matanya dengan senyuman tak tertahan, perasaan berdebar yang sudah lama tidak ia rasakan kembali terasa, bahkan ratusan kali lebih dahsyat. "Terimakasih ... Dar." "Aku lebih suka kamu manggil aku sayang." Bisik Dara kembali menaruh dagunya ke bahu Bagas. Bagas mengusap punggung Dara di pelukannya. "Kalau begitu aku akan panggil kamu sayang mulai sekarang." Bagas terkekeh. Dara tersenyum senang, dan mulai memejamkan matanya menikmati suasana menyenangkan yang dirasakannya. *** "Udah selesai, ayo pergi Dar." Bagas yang sudah menyelesaikan pekerjaannya menguap kecil, alisnya seketika tertarik karena tidak mendapat sahutan. "Dar?" Bagas melirik wajah Dara, dan ternyata gadis itu sudah terlelap nyaman di pelukannya. Bagas tersenyum kecil, mengusap wajah manis Dara di pelukannya. "Kalau tidur begini kamu kelihatan imut banget." Bagas mulai mengangkat tubuh Dara, berhati-hati agar gadis itu tidak terbangun. Begitu sampai di kamar Fina gadis itu terlihat kaget melihat Papah nya yang sedang menggendong Dara. "Loh Pah!---" "Shhht." Bagas menandakan lewat mulutnya, Fina terlihat cengo sedang menelaah keadaan yang terjadi. Ini beneran? Fina gak lagi ngelindur kan? "Dara pasti gangguin Papah lagi ya, duh maap ya Pah. Nanti biar aku omeli!" Fina sudah yakin 100% kalau Dara pasti tadi mengganggu Papah nya. Bagas tak menampilkan ekspresi berarti. "Udah kamu juga tidur sana, jangan lihat layar laptop terus nanti mata kamu sakit." Bagas mengelus kepala Fina, tak mungkin jujur kalau tadi ia sendiri yang meminta Dara untuk menemaninya. Fina mengangguk, terlihat masih cengo dengan tampang bodohnya. Kenapa ... Papah nya aneh ya? Atau dirinya sendiri yang aneh? Tau lah! Fina malas mikir. Akhirnya ia memilih tidur saja, dengan posisi memeluk Dara ala guling. *** Tok tok tok! Gerbang rumah Dara terbuka, menampilkan seorang pembantu. "Iya Mas?" "Tolong bilangin Dara ya Bi, saya sudah nunggu." "Loh Non Dara nginep di rumah Mbak Fina, Mas." "Eh?" Riki tersentak, seketika juga mengelilingkan pandangan ke rumah diseberang jalan. "Nginep Bi?" Ulang Riki memelan. Wanita paruh baya tersebut mengangguk. "Iya Mas, Mas bisa jempun Non Dara ke rumah Mbak Fina saja." "Yaudah kalau begitu, terimakasih." Riki mengangguk sopan, dibalas senyuman ramah ART itu. Bola mata Riki mengerjap menatap bangunan bertingkat di depannya sendu, kenapa ia jadi kurang suka setiap melihat Dara sering ke rumah Fina, "ck sadar Rik, lo terlalu cemburu buta!" Decak Riki mencoba mengalihkan pemikiran konyolnya. Mana mungkin kan Dara dan Papah Fina ... Nggak! Nggak mungkin. Tok tok tok! Riki mengetuk pintu rumah Fina setelah mendapat ijin satpam masuk gerbang, terlihat Fina yang sudah rapi kaget melihat kedatangannya. "Riki? Ngapain lo pagi-pagi ke rumah gue?" Fina diam-diam merasa senang. Riki tersenyum manis. "Gue mau jemput Dara, katanya dia nginep disini." Jawabnya ringan tanpa melihat perubahan ekspresi wajah Fina. "A-ah, iya tuh anak lagi mandi. Masuk aja. biar gue panggilin." Fina membuka lebar pintu rumahnya dan berjalan cepat ke kamarnya. Riki mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan sambil duduk di ruang tamu, suara langkah kaki mendekat membuat atensinya langsung tertarik. "Om." Riki mengangguk sopan kearah Bagas. Bagas tersenyum kecil, duduk di depannya. "Tumben pagi-pagi kesini?" Riki tersenyum manis. "Saya jemput Dara Om, dia kan nginep disini." Bagas memang wajahnya terlihat tenang-tenang saja, tapi diam-diam ia merasa terbakar. "Oh, itu Dara turun." Tunjuk Bagas kearah Dara yang kebetulan baru turun. Riki langsung memeluk tubuh Dara lembut, membuat Bagas dan Fina kompak membuang muka. "Dih jangan peluk-peluk, kayak Teletubbies aja!" Kekeh Dara tertawa renyah berusaha senatural mungkin menolak. Riki tersenyum kecil, menggandeng tangan Dara. "Lo belum sarapan 'kan? Kita makan di tempat langganan gue ya?" Ajak Riki menatap Dara. Dara membasahi bibirnya, melirik hati-hati kearah Bagas yang ternyata sedang mengawasinya. "Gimana kalau makan disini aja? Biar sekalian." "Ya ampun Dar, ini di rumah orang kenapa lo gak ada sungkan-sungkan nya sih?" Dengus Riki. "Gak papa kok, lagian Dara juga udah biasa disini." Sela Bagas masih terlihat tenang. "Iya gak papa, kayak sama siapa aja lo Rik!" Sahut Fina mengimbuhi. Riki akhirnya hanya pasrah saat Fina menggiringnya ke ruang makan, disana Dara diam-diam selalu curi lirik kearah Bagas yang terlihat biasa saja. Om Bagas gak cemburu gitu? Dara jadi merengut. "Ei, jangan ngelamun aja, kesambet kapok lo." Riki mengusap wajah Dara membuat gadis itu tersentak. "Enak aja kesambet, lo kali setannya." Dara menjewer telinga Riki membuat pemuda itu mengaduh tapi sambil ngakak. "Udah woy, telinga gue melar nih!" "Biarin, biar kayak caplang!" Dara memeletkan lidahnya meledek, Riki kembali ingin menyerang Dara sesaat sebelum suara berat Bagas terdengar. "Ayo makan!" Titah lelaki berambut undercut itu tiba-tiba memasang wajah seram. Dara mengulum bibirnya, diam-diam menahan senyuman senangnya, ternyata ... Om Bagas cemburu, d**a Dara meringan begitu saja. Fina yang dari tadi cuma diam saja ternyata tanpa sepengetahuan siapapun sedang menahan sesak di dadanya, Fina tersenyum kecut. Kapan dirinya bisa dicintai Riki seperti Dara sekarang? Mereka berempat selanjutnya makan dengan khitmat, tidak ada yang berbicara karena Bagas cukup disiplin dalam tata krama makan. "Yaudah saya dan Dara pamit, terimakasih makanannya Om. Tengs ya Fin." Riki menatap Bagas dan Fina bergantian. Dara langsung menarik-narik lengan Riki. "Bentar, barang gue ada yang ketinggalan di kamar." Ucapnya. "Kebiasaan, yaudah ambil sana." Riki mengacak rambut Dara manis, mata elang Bagas terlihat makin mengobarkan api cemburu. Dara berlalu pergi setelah sebelumnya menyempatkan meninju Riki karena diejek, Riki menggeleng geli. "Papah mau kemana?" Tanya Fina melihat Bagas ikut naik. "Papah mau siap-siap berangkat kerja." Lalu Bagas berlalu pergi, Fina jadi mengernyit heran karena Papah nya seperti terlihat kesal dan jengkel. "Duduk dulu Rik." Fina menatap Riki sedikit kaku. Riki tersenyum, tanpa diduga menarik lengan Fina dan menyeretnya duduk disebelahnya. "Lo juga duduk dong, yang punya rumah kan elo." Riki sih terlihat biasa saja, tapi damage nya sungguh bikin Fina seperti di savage. Kalo lo terus seperti ini ke gue, gimana caranya gue bisa move on dari lo? Di sisi lain Dara yang sedang mencari HP nya memekik tertahan saat tiba-tiba ada yang mendorongnya ke pojokan dan memepetnya. Dara berkedip-kedip sok lugu menatap Bagas. "K-kenapa ya Om?" "Kamu sengaja bikin aku cemburu Dar?" Bagas menatap tajam Dara. Dara masih sok memasang wajah tak berdosa. "Ha? Sengaja apa sih, Om? Aku gak ngerti." Bagas tanpa diduga mengangkat pinggang Dara dan menyandarkan nya ke tembok di belakangnya, Dara seketika melotot lebar. "Ih Gas! Nanti ada yang lihat!" Dara sudah mulai memanggil nama lelaki itu. Bagas menyeringai kecil. "Kamu sengaja bikin aku cemburu?" Ulang Bagas dengan nada rendah yang bikin merinding. Dara meringis bodoh. "Salah kamu sendiri kayak biasa aja gitu padahal Riki deketin aku, yaudah aku sekalian aja mesra-mesraan sama Riki!" Dara mengembungkan pipinya, kedua kaki gadis itu melilit di pinggang Bagas seperti koala. "Dar tau gak kalau tadi aku hampir tonjok lelaki itu? Lain kali jangan diulangi ah .. gak ada lain kali, hari ini kamu harus menyelesaikan urusanmu dengan Riki!" Bagas terlihat sangat posesif. "Karena aku gak mau terus main kucing-kucingan begini!" Dara menarik gemas pipi tirus Bagas. "Iya sayaaaang, kamu imut banget deh kalau cemburu gini." Dara terkekeh. Bagas mendelik kecil, dengan malu-malu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Dara. "Dasar nakal." Dara mengelus belakang kepala Bagas. "Seneng deh." "Kenapa?" Bisik Bagas masih dengan posisi kepala di ceruk leher Dara. "Karena sekarang aku makin yakin kalau kamu sungguh mencintaiku." *** Dara yang baru menyelesaikan kelasnya tersentak saat melihat Riki sudah siaga menunggunya di depan kelas, perawakan tinggi dengan wajah good looking nya tak ayal membuat banyak ciwi-ciwi jadi salting gak jelas. Dara menggeleng tak habis pikir, sebenarnya ini Dara yang gak normal karena Riki terlihat biasa saja di matanya atau ciwi-ciwi tersebut yang alay? "Yuk!" Riki menggenggam jemari Dara dan menariknya pergi. Dara awalnya ikut melangkah, tapi jadi menghentikan langkahnya saat teringat sesuatu yang sudah matang-matang ia pikirkan. "Kenapa?" Riki mengangkat sebelah alisnya bingung. Dara melirik kanan kiri berusaha menghindari tatapan mata Riki. "Ke halaman belakang dulu yuk, ada yang mau gue omongin." "Tumben, apaan? Biasanya juga lo langsung ngomong ke gue?" Riki merasa ganjal. "Udah ayo ikut dulu!" Dara menarik lengan Riki dan membawanya pergi menjauh. Fina yang kebetulan melihat keduanya dari kejauhan entah kenapa berinisiatif mengikuti mereka, sudah tak peduli walau sekarang ia seperti penguntit. "Janji, ini yang terakhir. Habis ini gue move on, janjiii." Sumpah nya pada diri sendiri sambil diam-diam mengikuti langkah Dara dan Riki. Dara membawa Riki ke halaman yang cukup sepi, terdiam beberapa saat entah sedang mempersiapkan apa membuat keheningan menyelimuti keduanya. Fina yang melihat dua orang itu di tempat sepi mati-matian menahan napas. "Gak seharusnya gue ada disini." Lirihnya menyendu sebelum berbalik. "Rik, gue ngerasa selama ini lo adalah cowok yang baik banget." Dara mulai berbicara, Fina yang ingin pergi jadi mengurungkan niatnya. "Maksud lo Dar?" Dara dan Riki bertatapan dalam diam. "Gue berterimakasih banget karena bisa lo cintai sebesar ini, tapi gue juga gak bisa terus-terusan bohongin perasaan gue." Riki mengepalkan tangannya, dengan wajah memias karena tau akan kemana pembicaraan ini berlanjut. "D-dar ... "Riki berusaha menggapai tangan Dara. Dara mundur, menjaga jarak. Dara menarik napas, menatap bersalah kearah Riki. "Aku mau kita putus, Rik." Membuat Fina yang sejak tadi menguping langsung menutup mulut syok. *** TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN