“Saya ikut sedih, Pak Beno.” Bik Ndari juga membuatkan kopi pahit kesukaan Beno. Beno terlihat sangat kusut. Pertengkarannya dengan Keenan benar-benar membuatnya sangat kecewa. Pernikahan ini adalah impian adik kesayangannya, dan juga impiannya agar bisa selalu dekat dengan Keenan dengan membangun bisnis dan usaha bersama. Dia sudah berencana akan lebih fokus kepada dirinya sendiri setelah Dinar menikah, sehingga dia bisa menyusul menikah. Bik Ndari duduk di sampingnya, berkata dengan pelan, “Kalo Pak Beno mau hidup tenang, seharusnya nyekar ke makam papanya Mas Beno. Sudah lama nggak nyekar, ‘kan?” Beno menyesap kopi pahitnya dan berdecak, perasaannya lumayan tenang. Memang sudah lama sekali dia tidak mengunjungi makam papanya, lebih dari dua dasawarsa. Hanya dua kali ziarah, karena