Dinar tersentak dari lamunannya, dan menggeleng. Beno tersenyum, menyadari bahwa mungkin saja pikiran Dinar selama ini di bawah kendali mamanya. “Tapi Dinar akui Dinar cinta Mas Keenan. Dan sepertinya tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi Mas Keenan di dalam hati Dinar. Sekarang … Dinar menyadari bahwa Dinar tidak bisa memaksakan diri.” Beno tersenyum mengangguk. Dinar meletakkan kepalanya di bahu Beno. Kini pandangan matanya jauh ke atas langit. “Dinar nggak mau jadi anak Wak Tatang, apa boleh Dinar minta … Dinar jadi anak papanya Mas Beno aja. Bik Ndari sering cerita ke Dinar waktu Dinar kecil, kalo papanya Mas Beno itu orangnya ganteng, baik dan dermawan.” Tak terasa air mata Beno jatuh di pipi. Dia mendekap bahu Dinar erat-erat. Seandainya dia berada di posisi Dinar, dia