Aura mendongak memberi akses Diaz mencumbu lehernya. Geram tertahan pria itu memenuhi indra pendengaran, buat Aura makin mera,sa kepanasan. Kedua kakinya membelit erat di sekitaran pinggang Diaz, sehingga milik mereka saling menyapa dalam kondisi tak berpenghalang, hanya saja belum masuk sebab Diaz masih menikmati hidangan pembukanya. “Kak, please ...” Aura tidak tahu dia memohon untuk apa, yang pasti saat Diaz membuat tanda, dia makin menekan tengkuk Diaz dengan kedua tangannya. Sekujur tubuh Aura bergidik nikmat, di bawah sana terasa ... enak. “Geli banget. Jangan berhenti, ya ... aku suka ...” Diaz hanya bergumam. Setelah puas membuat mahakarya, dia memandangi sesaat dengan tatapan berkabut. Akal Diaz makin menipis, selain suka, hal tersebut juga kian memantik gairahnya. Telunjuk Diaz