Part 5

1340 Kata
Untung saja hari ini hari sabtu jadi setelah semalam Davina menghabiskan waktu bersama sahabatnya Gea akhirnya sekarang ia kembali ke rumahnya. Dan ketika ia sampai rumah ternyata hari sudah beranjak sore. Seharian ini Davina benar-benar menghabiskan waktu bersama sahabatnya itu. Sebenarnya Davina tahu kalau sahabatnya itu kesepian karena kedua orang tuanya yang sibuk bekerja. Sedangkan sang kakak sudah pergi dari rumah setelah menikah. Dan Gea selalu bercerita jika ia selalu merasa sendiri karena harus menempati rumah sebesar itu. Tapi untung saja ada Mbok Sumi yang selalu merawat dan menjaga Davina. Davina baru sampai rumah dan sekarang ia merebahkan tubuhnya di kasurnya yang empuk ini. Matanya pun mulai terpejam ketika ia merebahkan badannya. Sebenarnya ia akan terlelap tidur jika tidak ada yang mengetuk pintunya. "Tokkk...tokkk...." "Sayang bunda boleh masuk?" tanya Widya dari arah depan. "Iya bun masuk aja," jawab Davina yang masih merebahkan badannya. "Kamu ngantuk ya?" tanya Widya sambil mengelus rambut panjang sang putri. "Sedikit bun. Habis semalam aku nonton film sampai malam jadi tidurnya agak kemalaman deh," jawab Davina yang tampak nyaman mendapat perhatian seperti ini dari sang bunda. "Boleh bunda tanya sesuatu sama kamu?" tanya Widya hati-hati pada sang putri. Davina pun bangkit bangun dari pangkuan sang bunda dan sekarang menghadap ke arah sang bunda. "Bunda mau tanya apa sama Davina?" tanya Davina balik. "Sayang bunda tahu kamu pasti berpikiran kalau bunda terlalu memaksa kamu untuk segera menikah dengan Rafael. Bunda melakukan ini semua karena bunda ingin kamu bahagia dengan laki-laki yang tepat. Karena bunda dan ayah menginginkan kamu mendapatkan laki-laki yang bisa menjaga kamu kalau nanti bunda atau ayah sudah gak ada di samping kamu. Dan bunda merasa Rafael adalah laki-laki yang tepat untuk kamu. Dia terlahir dari keluarga yang baik-baik apalagi kita tahu benar siapa keluarganya. Jadi boleh gak kalau kamu mencoba mengenal Rafael dulu dan siapa tahu kamu bisa cocok dengan Rafael," kata Widya dengan wajah yang penuh harap. Davina yang melihat wajah sang bunda begitu menginginkan dirinya untuk menerima perjodohan itu membuat Davina dalam dilema. Meskipun saat ini ia tak memiliki hubungan dengan siapapun tapi tetap saja ia merasa belum ingin menjalin hubungan dengan laki-laki manapun. Tapi melihat ekspresi wajah sang bunda yang penuh harap benar-benar membuat Davina tak tega untuk menolaknya. "Ok Davina akan mencoba untuk saling kenal satu sama lain sama Rafael. Tapi Davina tak menjanjikan apapun sama bunda. Karena sampai detik ini Davina tak memiliki perasaan apapun sama Rafael," kata Davina memutuskan. "Gak pa-pa sayang yang penting kamu bisa kenal sama Rafael lebih dekat lagi. Yang paling penting kamu bisa lebih mengenal Rafael dan bunda berharap kalian bisa saling cocok," kata Widya dengan ekspresi yang sangat bahagia. "Iya Bun," jawab Davina dengan tersenyum. "Ya udah kamu istirahat dulu. Kamu pasti capek kan seharian main sama Gea. Bunda juga akan ke dapur mau beres-beres dulu," kata Widya dengan raut wajah yang bahagia. Tak berapa lama Widya pun sudah pergi dari kamar putrinya. Dan tinggalan Davina yang tampak nyaman merebahkan badannya di kasur empuknya. Ia sedang berpikir tentang apa yang ia katakan pada sang bunda. Davina benar-benar tak punya pilihan lain selain menerima permintaan sang bunda untuk mengenal Rafael lebih dekat lagi. "Davina jangan menyesal dengan keputusan yang kamu ambil. Anggap saja ini untuk membuat bunda bahagia. Lagian kita tak tahu tentang masa depan jadi kita lihat saja nanti," kata Davina pada dirinya sendiri. Mata Davina sudah terasa berat karena merasa sangat mengantuk dan lelah. Dan tidur salah satu jalannya untuk melepaskan rasa penat yang ia rasakan. Baru saja ia ingin memejamkan matanya tiba-tiba dering ponselnya berbunyi. "Siapa sih yang telepon jam segini? Gak tahu apa kalau aku ngantuk?" Omel Davina yang sudah bangkit dari ranjang menuju meja belajarnya untuk mengambil ponselnya. Ketika ia mengbil ponselnya ia tak mengenal siapa yang menelepon dirinya. Sebenarnya Davina malas mengangkat telepon itu karena sudah menggangu tidurnya tapi ia hanya berpikir siapa tahu ini telepon penting jadi lebih baik ia mengangkatnya. "Halo," jawab Davina malas. " Kenapa lama sekali mengangkat teleponnya?" kata seseorang di ujung telepon. "Rafael?" kata Davina kaget. Davina tak menyangka jika yang menelpon dirinya adalah dosen killer sekaligus laki-laki yang baru saja dirinya dan sang bunda bahas. "Kamu tidak menjawab pertanyaan saya. Kenapa kamu lama mengangkat telepon dari saya?" tanya Rafael lagi. "Saya kira ini telepon dari orang aneh karena nomer ponsel kamu tidak aku simpan. Jadi aku lama mengangkat teleponnya. Emangnya ada apa kamu telepon segala?" tanya Davina yang kesal dengan sikap arogan laki-laki bernama Rafael itu. "Bunda kamu pasti sudah mengatakan kalau beliau ingin kita melanjutkan perjodohan ini kan? Dan aku juga sudah bilang ke mama kalau aku sudah setuju dengan perjodohan itu. Jadi untuk itu kita harus saling mengenal satu sama lain sebelum kita benar-benar memutuskan apakah perjodohan ini bisa berlanjut ataupun juga. Jadi aku mau kita menjadi pasangan kekasih agar kita bisa saling mengenal satu sama lain. "Apa? Pasangan kekasih?" tanya Davina kaget. "Iya aku mau kita menjadi pasangan kekasih. Agar hubungan kita jelas karena aku tidak suka menjalin hubungan yang tidak memiliki kejelasan. Jadi selama kita saling mengenal satu sama lain aku mau kita saling terbuka," kata Rafael menjelaskan. "Shittt..." Davina tak bisa mengontrol emosinya dan akhirnya kata-kata kasar itu muncul juga. "Kamu menghina aku?" tanya Rafael dengan nada yang marah. "Kenapa sih kamu gak tolak perjodohan ini aja. Kalau kamu tolak perjodohan ini maka kita sama-sama bisa bebas. Kamu juga dapat mendapatkan wanita yang jauh lebih dari aku. Yang pasti dengan umur yang tak beda jauh. Kamu tahu kita punya perbedaan umur 10 tahun ditambah lagi kamu itu dosen aku di kampus. Jadi apa kata orang di luar sana ketika tahu aku jadi kekasih dosen idola mereka. Bisa-bisanya aku akan dihajar habis-habisan karena merebut dosen impian mereka. Dan aku masih cukup pintar untuk tak mati muda gara-gara ulah fans mahasiswi kamu di kampus," kata Davina dengan kata-kata yang pedas. "Hahahaha...." Di seberang telepon Rafael tertawa lepas mendengar celotehan dari Davina. Rafael benar-benar tak salah mengambil keputusan untuk menerima perjodohan ini. Karena jodoh yang dijodohkan dengan dirinya adalah wanita yang menarik. Dan ini membuat seorang Rafael Douglas tertantang untuk mendapatkannya. Sedangakan Davina yang mendengar dosen killernya itu tertawa lepas kaget setengah mati karena dapat menyebabkan mendengar sisi lain dari dosen killernya itu. Biasanya dosen killernya ini tak pernah menunjukkan sisi seperti ini. Ia lebih suka terlihat cuek dan misterius. Dan itu juga yang membuat banyak wanita yang jatuh hati padanya. "Kenapa kamu tertawa? Emang ada omongan aku yang lucu?" kata Davina ketus. "Kamu memang lucu dan aku gak salah mengambil keputusan untuk menerima perjodohan ini. Dan aku harap kamu juga melakukan hal yang sama. Kenapa kita tidak coba untuk saling mengenal satu sama lain. Dan aku yakin bisa membuat kamu jatuh cinta sama aku. Karena Rafael Douglas pasti bisa menaklukkan gadis seperti kamu," kata Rafael percaya diri. "Bapak Rafael Douglas anda percaya diri sekali ya? Ok aku juga sudah bilang sama bunda untuk mencoba mengenal kamu lebih dekat lagi dan melihat di masa depan apakah kita bisa cocok ataupun tidak. Tapi aku tetap gak mau jadi kekasih kamu. Anggap saja kita teman dekat dan tidak lebih. Bagaimana?" tanya Davina tak mau kalah. "Ok. Kalau itu mau kamu maka aku setuju. Tapi kamu tidak boleh menjalin hubungan dengan laki-laki lain ketika kamu menjalin hubungan dengan aku. Dan aku juga akan melakukan hal yang sama," kata Rafael setuju. "Ok aku setuju. Tapi aku mau hubungan ini tidak ada yang boekh tahu. Apalagi sama para mahasiswi kamu di kampus. Karena aku gak mau berurusan dengan mereka semua," kata Davina mengajukan permintaan. "Ok aku juga setuju. Besok aku mau kita mulai kencan pertama kita. Aku jemput kamu jam 10 pagi di rumah. Karena besok aku mau ngajak kamu ke suatu tempat," kata Rafael langsung. "Ok. Aku tutup teleponnya aku masuk tidur. Malam," jawab Davina dan langsung menutup telepon dari Rafael. Davina pun memijat kepalanya karena pusing dengan situasi yang ia alami saat ini. Apa ia benar dalam mengambil keputusan? Davina sendiri tak tahu karena ia sendiri masih bingung. Happy reading
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN