Perselingkuhan hadir karena orang pertama membukakan pintu untuk orang ketiga. Andai orang pertama tidak membukakan pintu, tidak mungkin orang ketiga akan masuk. Farel sedih melihat sang istri menangis, tapi dia sendiri tidak menyesali perbuatanannya. Farel tengah duduk di ranjang sembari memangku bantal. Sedangkan hpnya sejak tadi berdering nyaring. Farel tidak ada niatan untuk mengangkat panggilan dari Aleta. Sesekali Farel akan melirik ke arah kamar mandi. Ara belum keluar dari sana. Suara gemericik air terdengar, Farel pikir kalau Ara masih mandi.
Di dalam kama mandi, Ara menggosok tubuhnya dengan kasar. Air matanya bercampur dengan air yang mengucur dari shower. Gadis manja, lemah, tidak ada yang mau menikahi selain Farel, kata-kata itu terus terngiang membunuh mental Ara. Ara sadar kalau setiap hubungan ada cobaannya, tapi soal penghianatan, Ara angat membencinya. Kalau Ara mampu, ia memilih pergi, tapi Ara tidak yakin dia mampu. Kalau bertahan bisa membunuhnya perlahan, Ara memilih bertahan agar dia cepat mati dan tidak melihat wajah-wajah oang yang menghianatinya.
Ara menarik napasnya dalam-dalam, hari ini Ara sudah menangis sepuas-puasnya, ia berjanji setelah ini dia tidak akan mengeluarkan air matanya dengan cuma-cuma. Ara tidak pantas menangisi suami tocix seperti Farel. Hubungan ini juga tampak canggung, awalnya mereka sahabat kecil yang bahkan mandi sering bersama, menangis bersama, pipis bersama sampai lihat-lihatan, dan kini mereka menikah, di status yang sah oleh agama dan negara. Namun sayang hubungan yang baru sebiji jagung sudah diterpa badai.
Ara melilitkan handuk di tubuhnya, perempuan itu menatap dirinya sendiri di cermin. Wajahnya tampak menyedihkan dengan kantung mata yang melebar dan tampak sembab. Ara menghela napasnya dalam-dalam, perempuan itu segera keluar kamar mandi setelah memastikan kalau dirinya baik-baik saja. Saat membuka pintu, Ara melihat suaminya yang tengah menatap dirinya. Ara tidak menanggapi, Ara segera ke almari untuk mengamnil bajunya. Ara segera membawa bajunya untuk kembali ke kamar mandi. Biasanya dia biasa saja berganti pakaian ada suaminya, tapi kali ini Ara tidak akan sudi berganti pakaian di depan suaminya. Suaminya sudah mencari kepuasan yang lain, tidak ada artinya lagi dia telanjang di hadapan suaminya.
Farel memukul bantalnya dengan kesal. Dia pikir dengan terang-terangan selingkuh di depan membuatnya bisa dapat restu dari Ara, ternyata Ara marah dan berujung perempuan itu sedih. Dan ucapan Ara tadi berhasil menohok ulu hati Farel. Ara terang-terngan tidak mau diduakan, Ara tidak mau dimadu. Namun Ara membebaskannya untuk senang-senang bersama perempuan lain.
Ara kembali ke kamarnya, perempuan itu duduk di meja rias sembari mengambil pengering rambut.
“Rel, aku harap kamu paham maksudku tadi. Aku tidak mau dimadu, kalau kamu senang-senang dengan perempuan lain, selingkuh asal kamu tidak menikahinya, aku tidak apa-apa. Karena kamu pun tidak puas denganku,” ucap Ara.
“Kalau kamu menikahinya, kamu sudah mengingkari janji mu pada papaku yang sudah percaya sama kamu. Kamu juga akan mengecewakan mama Ria. Kalau kamu hanya mengecewakan aku, aku bisa terima. Tapi jangan orangtua kamu,” tambah Ara. Sebelum Farel sempat membuka suara, Ara sudah menghidupkan pengering rambut yang bersuara sangat kencang. Farel mengatupkan bibirnya kembali. Ara membebaskannya mencari kesenangan, entah di dalam hati Farel tidak rela saat Ara mengatakan hal tersebut.
Farel bingung dengan dirinya sendiri. Dia ingin mendapat restu dari Ara, tapi saat Ara membebaskannya, hatinya tidak terima. Farel ingin Ara mencegahnya, Farel ingin Ara possesive sama seperti dulu, tapi itu tidak Ara lakukan.
“Ara, biar aku yang keringin rambut kamu,” ucap Farel buru-buru beranjak dari ranjangnya, pria itu mengambil alih pengering rambut Ara. Sebelumnya Farel lah yang selalu mengeringkan rambut Ara sembari modus menciumi pipi sang istri. Namun sepertinya, momen itu tidak akan pernah ada lagi ke depannya.
“Tidak perlu, Rel,” jawab Ara seraya tersenyum.
“Kenapa? Aku masih suamimu.”
“Jangan membebankan dirimu dengan status ini, Rel. Cukup bersikap baik saat ada mamamu, papamu dan orang tuaku. Saat kita hanya berdua, cukup perlakukan aku sewajarnya, semaunya kamu. Kamu tidak anggap aku istri di sini pun tidak apa-apa,” jelas Ara.
“Ara, jangan kekanakan!” desis Farel mematikan alat pengering rambut Ara.
“Kamu bersikap begini maksudnya apa? Kamu seolah-olah yang tersakiti di sini, kamu gak mikir aku juga sakit dengan hubungan ini. Pernikahan ini memang bukan atas dasar cinta, tapi semua ini sudah terlanjur, Ara. Mau bercerai juga tidak mungkin,” bentak Farel lagi.
“Makanya aku membebaskanmu dari status ini, Rel! Aku membebaskan kamu dari tugas-tugas menjadi suami. Kamu mau selingkuh, mau puas-puasan sama banyak wanita, silahkan. Asal kamu tidak melakukannya di rumah. Di rumah yang biasa aku gunakan untuk bermunajat, memohon pada Sang Pencipta untuk memberikan rumah tangga yang sakinah, tapi kamu gunakan untuk berzina. Aku tidak akan rela, Rel,” seru Ara menggebu-gebu.
“Nafkah batin sudah tidak kamu berikan sejak kita menikah, aku juga membebaskan kamu dari nafkah lahir. Kartu juga sudah aku kembalikan ke kamu. Kalau kamu mau gunain untuk belanjain selingkuhan kamu, aku juga tidaka akan marah. Tapi satu yang kamu ingat, Rel. Saat nanti kamu tua, kamu akan menyesali apa yang kamu perbuat saat ini. Selinguh terlihat seperti hal sepele bagi laki-laki, tapi kamu sudah melukai hati istri yang setiap hari mendoakan kesehatan kamu, keselamatan kamu, kelancararan rezeki dan karir kamu. Pelakor adalah bibit kesengsaraan kamu di masa depan, Rel. Mungkin saat ini kalian bisa bersenang-senang di atas penderitaanku, pelakor bisa bahagia di atas penderitaan istri sah, tapi ingat itu tidak akan bertahan lama,” tambah Ara lagi.
“Rasanya aku percuma bicara panjang lebar seperti ini. Omongan orang waras tidak akan didengar oleh orang yang lagi jatuh jatuh cinta,” kata Ara yang memilih keluar kamar saat melihat kuncinya sudah kembali tergantung di sana. Ara menuju dapur dengan langkah lebanya.
Ara sudah berusaha menahan air matanya, dia sudah bertekat kalau di kamar mandi adalah tangisan terakhirnya. Namun mau bagaimana lagi, di dalam tubuh Ara, adanya hati bukan besi. Istri mana yang tidak sakit hati diselingkuhi.
Menikah adalah hal yang tidak pernah Ara pikirkan. Dulu saat Farel menawaran pernikahan, Ara pikir semua akan baik-baik saja. Farel bisa mendidiknya, membimbingnya, menyayangi dan mencintainya. Namun kisah di novel lebih indah dari kenyataan hidupnya.
Ara mengambil beberapa sayuran, perempuan itu akan masak untuk makan malam. Menangis membuat perutnya sangat lapar. Kalau dia membebaskan kewajiban Farel sebagai suami, Ara tidak membebaskan dirinya sebagai istri. Ara tetap akan melayani Farel mulai makan, pakaian dan lainnya, tapi tidak dengan sentuhan.