Tin tin!
Suara klakson mobil menghentikan langkah Farel yang akan masuk ke mobilnya. Farel menolehkan kepalanya ke pagar rumahnya, mobil Brama masuk perlahan-lahan. Napas Farel masih memburu, tidak melihat Ara dengan jangka waktu lumayan lama membuat Farel seolah kehilangan separuh jiwanya.
Tidak berapa lama, Brama turun dari mobil dan membukakan pintu samping kemudi. Ara keluar dari sana mengenakan baju yang berbeda dari yang tadi siang dia kenakan. Buru-buru Farel menghampiri istrinya.
“Ara, kamu kemana saja sampai jam segini baru pulang?” teriak Farel dengan kencang hingga membuat Ara tersentak.
“Aku sudah ijin sama kamu, Rel,” jawab Ara.
“Ijin apanya, aku tidak menjawabnya iya,” sentak Farel mencengkram tangan Ara dengan kuat. Ara memekik kesakitan, cekalan tangan suaminya sangat kencang seolah ingin meremukkan tulang-tulangnya.
“Farel, sakit,” ringis Ara dengan pelan.
“Sakit mana sama aku? Kamu ninggalin aku sampai jam segini, kamu pikir aku gak sakit?” teriak Farel dengan kencang.
“Rel, tenang. Aku hanya ngajak Ara ke pantai,” ucap Brama mencoba melerai Farel dengan Ara.
“Mas Brama gak usah ikut campur. Mas Brama kenapa tidak menelfonku juga sebelum mengajak Ara ke pantai? Mas Bram mikir gak kalau Ara bakal kecantol pria lain di sana? Memangnya kalau Ara selingkuh, Mas Brama mau tanggung jawab?” bentak Farel Dengan menggebu-gebu. Rambut Farel bahkan sangat basah karena keringat yang bercucuran di dahinya. Farel seolah lupa kalau tadi siang dia mengatakan kalau tidak ada laki-laki yang sudi menikahi Ara kecuali dirinya.
“Farel, kenapa kamu bilang gitu? Apa aku ini tukang selingkuh? Selama ini aku hanya di rumah, dan aku hanya sekali ini keluar sama Mas Brama ke pantai,” ucap Ara.
“Tidak ada yang tau ke depannya, Ara. Aku tidak akan membiarkan kamu selingkuh, kalau kamu dekat dengan cowok lain, siap-siap aku suntik cowok itu pakai viruss rabies,” ucap Farel dengan tajam. Farel menyeret paksa tangan sang istri untuk masuk ke rumah, Farel juga membanting pintunya dengan kencang. Pria itu melupakan Aleta yang masih di depan berdiri mematung.
Tadi Farel mengajak Aleta ke rumahnya karena ingin merasakan masakan perempuan itu yang katanya enak. Namun kini Farel disibukkan dengan emosinya kepada sang istri hingga melupakan Aleta yang saat ini bak seorang pajangan.
Aleta mengepalkan tangannya dengan erat, cewek itu sekarang kelewat kesal dengan Farel. Dia diajak ke sini, tapi Farel malah sibuk dengan istrinya.
“Bu, Bu Dokter rekannya Farel?” tanya Brama pada Aleta. Dipanggil Bu membuat Aleta membulatkan matanya, cewek itu doubel kesal. Dia belum ibu-ibu tapi sudah dipanggil demikian.
“Siapa yang kamu panggil ibu?” tanya Aleta dengan kesal.
“Anda, lah, Bu,” jawab Brama.
“Saya bukan ibu-ibu,” ketus Aleta.
“Oh bukan ya? tampangnya kelihatan kayak sudah punya anak tiga soalnya. Kalau begitu saya permisi,” ucap Brama yang menuju mobilnya lagi. Aleta menghentakkan kakinya kesal. Kalau tidak ingat imagenya yang sebagai dokter, mungkin dia akan berteriak mengeluarkan segala umpatannya.
Di dalam rumah, Farel menghempaskan tubuh sang istri ke sofa dengan kasar. Kepala Ara terbentur kepala sofa hingga membuatnya memekik. Untuk kali pertamanya sang suami berlaku kasar seperti ini. Ara menangis, gadis itu merasa sakit hati saat sang suami tidak mempercayainya. Suaminya juga mengatakan kalau ada kemungkinan dirinya selingkuh, padahal satu kali pun Ara tidak pernah dekat dengan laki-laki lain selain suaminya sendiri.
“Di mana bajumu tadi siang?” tanya Farel dengan tajam.
“Ada di mobil Mas Brama, tadi basah saat main air, Rel,” jawab Ara.
“Kenapa beli baju yang pendek? Kamu mau menggoda laki-laki lain?” tanya Farel mencengkram dagu sang istri. Ara meringis kesakitan, cengkraman suaminya sangat sakit. “Farel, lepasin, kamu menyakitiku,” ucap Ara dengan lirih.
“Ara, kamu lebih menyakitiku. Aku khawatir sama kamu sampai hampir gila, tapi kamu malah senang-senang di pantai,” desis Farel.
“Aku jauh lebih sakit hati, Rel. Kamu menuduh aku selingkuh, kamu gak percaya sama aku,” bisik Ara yang air matanya makin deras.
“Aku gak mau kehilangan kamu, Ara. Kamu hanya milikku.”
“Farel, yang berpotensi selingkuh itu kamu. Karena di dunia ini tidak ada yang sudi menikahi perempuan kayak aku kecuali kamu. Aku sangat berterima kasih kamu nikahi meski mungkin di hati kamu gak ada cinta buat aku, tapi bukan berarti kamu bisa menyakitiku saat marah,” ucap Ara dengan terisak-isak. Farel memalingkan wajahnya saat sang istri sudah membahas cinta. Farel melepaskan cengkramannya pada Ara, rahang Ara sangat merah membekas cengkraman tangannya.
“Hiksss hiksss ….” Ara terisak dengan pilu. Hatinya bagai ditusuk ribuan rajam setelah mengucapkan kalimat itu.
“Aku tidak selingkuh, Ara,” tegas Farel.
“Aku tidak akan mengijinkan kamu pergi lagi melewati batas jam yang sudah aku tentukan. Kalau kamu melanggar, siap-siap aku akan melakukan hal yang lebih parah dari ini,” ujar Farel mengancam.
“Kamu akan menyakitiku? Apa kamu Farel sahabatku? Farel selalu lembut, memperlakukan aku penuh kasih sayang. Sekarang aku tidak mengenal Farel yang saat ini di depanku,” ucap Ara memalingkan wajahnya.
Farel menatap istrinya yang tampak menyedihkan, cowok itu menyugar rambutnya ke belakang. Saking takutnya dia kehilangan Ata, dia sampai berbuat kasar kepada Ara. Farel menggulung lengan kemejanya, pria itu berjongkok di depan istrinya. Tangannya dengan lembut meraih kedua tangan Ara dan mengusapnya dengan pelan. Farel menarik udara banyak-banyak untuk pasokan paru-parunya yang lambat laun terasa lega lagi.
“Maaf,” ucap Farel yang menyesali perbuatannya. Farel turut mengelus lengan Ara yang tadi dia cengkram.
“Sakit?” tanya Farel yang bahkan sudah tau jawabannya. Ara menarik tangan suaminya, dengan perlahan Ara meletakkan tangan suaminya di dadaanya.
“Yang lebih sakit ini, Rel. Kamu menuduhku berpotensi selingkuh,” ucap Ara.
“Maaf,” jawab Farel.
“Aku ini wanita penuh kekurangan, aku tidak berpendidikan tinggi, aku hanya mengandalkan harta orang tua dan mengandalkan kamu, aku juga bukan wanita karir yang bisa dibanggakan. Kamu berbesar hati mau menikahiku, aku sudah bersyukur, jadi aku tidak mungkin selingkuh. Aku tidak akan pergi dari sisimu selagi bukan kamu yang minta, Farel,” oceh ara yang makin deras air matanya menetes. Hati Farel bagai dihantam sesuatu yang keras saat mendengar kalimat Ara yang memilukan.
“Aku gak akan nyuruh kamu pergi, Ara. Kamu sahabatku, kamu istriku. Menikahimu adalah keinginanku, menyayangimu juga sudah aku lakukan dari dulu,” jawab Farel.
“Mungkin saat ini kamu tidak menyuruhku pergi, Rel. Tapi ke depannya siapa yang tau? Saat kamu sudah mulai bosan sama aku, saat kamu sudah menemukan perempuan lain yang lebih sempurna dari aku, saat kamu benar-benar sudah menemukan orang yang lebih kamu cintai dari aku, maka lepaskan aku Farel. Daripada kamu diam-diam selingkuh, lebih baik kamu katakan dengan jujur. Aku tidak akan menahanmu,” oceh Ara melantur. Ara tidak terlalu sadar dengan apa yang dia ucapkan, hanya saja dia sangat ingin mengucapkan itu.
Greep!
Farel memeluk tubuh Ara dengan erat, Farel tidak kuasa mendengar ucapan Ara yang membuat dirinya merasa sangat bersalah.
“Ara, aku tidak akan meninggalkanmu, aku juga tidak akan menyuruhmu pergi. Kamu harus tetap di sampingku,” ucap Farel mengeratkan pelukannya pada Ara. Untuk sejenak Ara merasakan perasaannya sangat menghangat saat Farel takut kehilangannya. Ucapan Farel penuh syarat kalau takut kehilangannya.
Ara mungkin menjadi wanita naif yang gampang percaya dengan segala ucapan suaminya, karena di dunia ini manusia yang paling Ara percaya adalah Farel. Farel tidak pernah mengecewakannya sejak dulu, dan Ara selalu berharap Farel tidak akan mengecewakannya. Kejadian sore ini membuat Ara sangat shock, karena untuk pertama kalinya Farel kasar dengannya. Farel melukai fisiknya dan hatinya dengan kata-kata tuduhan. Ara sedih, tentu saja, tapi saat suaminya memeluknya begini, rasa hangat pun langsung menyelimuti seluruh tubuh Ara. Ara bodohh, Ara naif dan Ara mudah dibohongi, mungkin tiga kalimat itu yang pantas tersemat untuk Ara.
“Rel, sudah. Aku mau masak dulu, kamu pasti lapar,” ucap Ara. Seakan teringat sesuatu, Farel pun segera melepas pelukan istrinya. Farel berlari dengan cepat untuk keluar rumahnya. Namun sayang, seseorang yang dia cari sudah tidak ada di sana.
“Rel, kamu kenapa?” tanya Ara yang ikut menyusul suaminya.
“Tadi Aleta di sini, sekarang dia sudah gak ada,” jawab Farel masih celingukan mencari Aleta.
“Kamu mengundang Aleta ke sini?” tanya Ara tercekat.
“Iya, aku ingin dia masakin sesuatu buat aku. Katanya masakan dia sangat enak, aku ingin memakannya,” jawab Farel.
Hati yang semula sudah menghangat, kini terasa gerimis kembali. Suaminya dengan terang-terangan mengatakan ingin makan masakan Aleta. Terkadang seorang istri sakit hati hanya karena suaminya memuji masakan wanita penjual makanan, dan kini Farel malah memuji masakan wanita lain di hadapan istrinya. Terbuat dari apa bibir Farel hingga mengatakan itu tidak merasa bersalah sama sekali.
“Kamu ingin masakan dia?” tanya Ara dengan kelu.
“Hem. Aku ingin masakan dia,” jawab Farel.
Runtuh sudah rasa hangat yang sempat Farel berikan. Kini hati Ara kembali gerimis, mungkin sebentar lagi juga akan ada badai. Ada istri di rumah, tapi suami terang-terangan ingin masakan wanita lain. Rasa cemburu dan possesive Farel bagi Ara hanya bualan semata. Dirinya tidak diperkenankan dekat dengan cowok lain, sedangkan Farel menunjukkan kedekatannya dengan perempuan lain secara gamblang.
“Sebagai gantinya biar aku masakin sesuatu untuk kamu,” ucap Ara memilin-milin bajunya.
“Tidak usah,” jawab Farel yang melenggang pergi memasuki kamar mereka. Farel meninggalkan istrinya yang beberapa menit lalu dia peluk untuk menyalurkan rasa hangat dan seolah tidak ingin kehilangan wanita itu.