Sela masih duduk di kedai kecil itu, di balik senyumnya yang tak henti-henti, ia menatap layar televisi yang menampilkan peluncuran produk Martin. Senyuman manis itu bukan sekadar karena ia melihat kesuksesan, tetapi karena ia melihat lelaki yang dulu ia kenal dengan baik kini telah berubah menjadi sosok yang luar biasa. “Dia telah menjadi seorang lelaki yang hebat,” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar di antara hiruk-pikuk kedai. Martin, yang dulunya hanya seorang pria dengan impian besar, kini berdiri di puncak kesuksesan. Ada kebanggaan yang mengalir di dalam dirinya, meski hanya sebagai pengamat dari kejauhan. Sela terus mengelap meja di depannya dengan gerakan lembut, tapi pikirannya terbang jauh, mengikuti bayangan Martin yang sedang merayakan kemenangannya malam itu. Senyuman itu