Sela kini merasa dunianya semakin sempit, seolah setiap sudut yang dulunya memberi harapan kini penuh dengan dinding tak kasat mata yang dibangun oleh Martin. Keputusannya untuk tak lagi menuruti keinginan suaminya semakin menguat, seiring dengan tekadnya untuk meraih kebebasan yang selama ini terampas. Ia tahu, setiap langkah kecil yang ia ambil menuju mimpinya adalah sebuah bentuk perlawanan terhadap d******i Martin. Namun, di balik keberanian itu, ada ketakutan yang bersembunyi di sudut hatinya—ketakutan akan kemarahan Martin yang selalu membayang. Seperti biasa, Martin merajuk. "Aku capek, tolong pijitin dong," ucapnya dengan suara malas, menyandarkan tubuhnya pada Sela seolah perempuan itu hanyalah tempat untuknya beristirahat. Sela mengernyit, mendorong Martin dengan lembut namun t