“Bu—” "Saya Regan, Bu," ujar Regan sambil menyodorkan tangannya dan dengan penuh hormat mencium punggung tangan ibunya Sela. Gerakan yang halus itu membuat Sela tercengang. Matanya melebar, seolah tak percaya dengan apa yang sedang terjadi di hadapannya. Ibunya Sela hanya tersenyum lembut, tatapan keibuannya penuh kehangatan. "Wah, kamu tampan sekali, Nak," pujinya dengan penuh ketulusan. "Terima kasih, Bu," jawab Regan dengan nada sopan, senyum di wajahnya tak pernah surut. "Kamu sudah makan, Nak?" tanya sang ibu dengan ramah, tatapannya seolah sudah menganggap Regan seperti bagian dari keluarga. "Sudah, Bu. Mana mungkin dia belum makan,” sela Sela cepat, suaranya terdengar sedikit terburu-buru, hampir cemas. Dia benar-benar tak ingin laki-laki itu makan di warungnya. Baginya, tempat