Gendis melangkah mantap melewati lorong kantor yang sepi, meninggalkan jejak ketenangan dan keanggunan di setiap langkahnya. Rambut hitam legamnya tergerai lembut di punggung, sementara wajahnya yang selalu tampak tenang memancarkan wibawa yang tak bisa diabaikan. Ia baru saja kembali dari tugasnya, dan sekarang, ia menuju ruang kerja Regan. Pintu ruangan terbuka perlahan, tepat saat Regan keluar dari ruang meeting, bahunya sedikit merosot ke bawah, tanda kelelahan yang ia coba sembunyikan di balik postur tegarnya. "Bagaimana dengan Luna?" tanyanya, suaranya terdengar serak karena lelah, namun ada sedikit nada kekhawatiran yang tak bisa ia hilangkan. Meski wajahnya tetap tenang, sorot matanya menunjukkan bahwa ia memikirkan sesuatu yang lebih dari sekadar pekerjaan. Gendis, dengan geraka

