Sela Pergi

1787 Kata

Martin berdiri di tepi gedung, tubuhnya tegang seakan setiap otot siap meledak. Hujan jatuh seperti jarum-jarum es yang menusuk kulitnya, namun dingin itu tak mampu menyaingi kedinginan di dalam hatinya. Setiap tetes yang jatuh di wajahnya terasa seperti air mata yang tak mampu ia keluarkan. Kalimat Regan terus memukul-mukul kesadarannya, berulang-ulang, menggema tanpa henti, hingga suaranya sendiri terasa tak lagi miliknya. "Sela, kenapa kamu bilang begitu?" bisiknya, hampir tak terdengar di antara raungan angin dan gemuruh langit yang marah. Segala upaya yang ia lakukan untuk Sela terasa begitu hampa kini. Setiap tawa, setiap sentuhan lembut, dan bahkan darah yang mengotori tangannya, semua itu tak ada artinya lagi. Dia telah melakukan apa yang diminta, mengorbankan apapun yang diminta

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN