“DOKTER!" Teriakan Martin memecah kesunyian koridor rumah sakit, menggema dengan keputusasaan yang tak tertahankan. Setiap langkahnya terdengar seperti pukulan palu di atas lantai dingin, mengguncang ruang yang seakan membeku dalam kepanikan. Para petugas medis segera bereaksi, mata mereka terpaku pada Martin yang berlari panik, menggendong tubuh lemah Sela yang berlumuran darah. Salah satu perawat bergegas membawa brankar, tetapi Martin menggeleng keras, menolak bantuan. Ia tidak ingin melepaskan Sela dari pelukannya, seolah gadis itu akan hilang begitu saja jika disentuh oleh orang lain. Dengan nafas terengah, ia mendobrak masuk ke ruang UGD, mendekap Sela seolah-olah hidupnya sendiri bergantung pada gadis itu. Dokter yang sudah mengerti keseriusan situasi tak mengucapkan sepatah kata

