Sela duduk di tepi ranjang kamarnya yang sempit, memeluk lututnya erat-erat seakan mencoba melindungi dirinya dari badai yang berkecamuk di dalam pikirannya. Cahaya remang dari jendela yang setengah tertutup memantulkan bayangan lembut di dinding, tetapi di dalam hatinya, tidak ada yang lembut. Semua adalah pertarungan—antara ketakutan, amarah, dan keinginan untuk bebas. Ardan, dengan tatapan dingin dan sikap manipulatifnya, seperti bayangan gelap yang terus menghantuinya. "Laki-laki itu sangat berbahaya!" gumam Sela pelan, suaranya hampir tenggelam di antara helaan napas yang terputus-putus. Ada getaran di dalamnya, tanda bahwa ketakutannya semakin menjadi. “Aku harus menemukan cara... harus ada cara...” pikirnya berulang-ulang, seolah dengan mengatakannya berulang, solusi akan muncul se