Regan duduk di barisan paling depan, pandangannya kosong namun hatinya berdenyut sakit, seperti ada duri tajam yang terus menusuk setiap kali matanya menangkap sosok Martin dan Sela berdiri berdampingan di atas panggung pertunangan. Ruangan dipenuhi oleh tawa bahagia dan ucapan selamat dari tamu-tamu yang hadir, tetapi di dalam diri Regan, ada keheningan yang tak bisa ia enyahkan. Senyum yang ia pasang tampak begitu tipis, hampir tak terlihat, hanya sebuah topeng untuk menutupi kekacauan yang berkecamuk di dalam jiwanya. Setiap gerakan Sela yang anggun, setiap kali gadis itu menatap Martin dengan tatapan penuh cinta, Regan merasa hatinya hancur lebih dalam. Ia duduk tegak, namun dadanya sesak, seolah ada beban yang begitu berat menekan dadanya. Ia hanya bisa diam, menonton adegan manis it

