Perang Dua Saudara.

1461 Kata

Sela meletakkan cangkir teh di meja kecil di hadapan mereka, uapnya masih mengepul tipis, menari-nari seiring angin sore yang seolah ikut merayakan perginya matahari. Langit oranye temaram menyelimuti sore itu, menciptakan suasana tenang yang justru terasa penuh dengan ketegangan di antara keduanya. Regan menatap Sela dengan sorot mata yang dalam, senyum tipisnya menyembunyikan rasa pedih yang ia pendam. “Kamu akan menikah sebentar lagi dengan Martin,” suaranya terdengar parau, hampir berbisik. “Apa kamu masih punya waktu untukku?” Ada getir di balik tanya itu, seolah Regan tahu bahwa jawaban yang akan ia terima tak akan membawa kebahagiaan. Sela menunduk, menghela napas pendek yang terasa seperti beban berat di dadanya. “Semuanya tidak pernah bisa kupikirkan dengan baik, Regan,” katanya

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN