Sela tampak begitu rapuh, seolah-olah hidupnya perlahan memudar. Wajahnya pucat, tanpa semangat, dan tatapan matanya hampa. Setiap hari yang ia lakukan hanyalah memandang Martin—seorang pria yang tak lagi bisa meresponnya—dan memegang tangannya, seakan berharap sentuhan itu dapat mengembalikan kehangatan yang telah lama hilang. Waktu seolah berhenti di sekelilingnya, terperangkap dalam putaran kenangan yang menyakitkan. Regan, yang tak pernah jauh darinya, merasa hatinya tersayat melihat sahabatnya terperosok dalam kesedihan. Meski tak pernah diucapkan, ia tahu bahwa kehadirannya adalah satu-satunya jangkar yang membuat Sela tidak sepenuhnya tenggelam dalam duka. Dengan sabar, ia menemaninya, tak pernah lelah memberikan semangat, menyiapkan makanan yang sering tak disentuh, dan tetap ber

