Malam yang begitu sunyi diwarnai oleh hembusan angin lembut, seolah-olah alam pun tahu ada ketidakpastian di antara dua hati yang seharusnya saling menguatkan. Di bawah sinar temaram lampu, Sela berdiri dengan air mata yang menggenang, menatap Martin yang bersiap pergi dengan koper di tangan. Kepedihan terukir di wajahnya, dan suaranya bergetar lembut, namun jelas. "Kamu mau ke mana?" tanyanya, suaranya terdengar rapuh, hampir seperti bisikan seorang anak yang ketakutan akan perpisahan. Martin mendesah panjang, mengusap pipi istrinya dengan lembut. Sentuhannya penuh kasih sayang, tapi tak bisa menyembunyikan kesedihan yang dirasakannya karena harus meninggalkan Sela di saat seperti ini. "Sayang, aku harus pergi ke luar kota," jawabnya dengan lembut, namun tegas. Sela memandangnya dengan

