“Sayang…” Suara Aksa terdengar lembut namun penuh dengan ketegasan, seperti angin senja yang menyapu pepohonan, menenangkan sekaligus penuh kekuatan. Tangannya, kokoh namun lembut, menggenggam tangan Jana, memberikan kekuatan yang seolah tak terlihat namun terasa hingga ke relung hati. Jana hanya bisa menatapnya dengan mata yang penuh air mata tertahan, merasakan betapa dalam cinta suaminya yang tak tergoyahkan. Meski Rayyan hanyalah masa lalu, hanya sekadar bayangan yang seharusnya pudar, hati Jana tetap terguncang. Bukan karena cinta yang masih tersisa, tetapi karena kelembutannya tak bisa menampik perasaan empati atas nasib tragis seseorang yang pernah ia kenal. Aksa tahu itu. Ia memahami bahwa meskipun Rayyan bukan lagi bagian dari hidup Jana, berita pagi ini tentang mayat yang ditem